Pangkalan Udara Soewondo
Pangkalan Udara Soewondo adalah sebuah pangkalan udara (lanud) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) yang terletak sekitar 2 km dari pusat kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Pangkalan Udara Soewondo sebelumnya adalah bandar udara internasional dengan nama Bandar Udara Internasional Polonia (IATA: MES, ICAO: WIMK) yang melayani penerbangan ke kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Batam, Malaysia (Kuala Lumpur, Penang, Ipoh), Singapura dan Thailand (Bangkok). Pengubahan nama Bandar Udara Internasional Polonia menjadi Pangkalan Udara Soewondo diresmikan pada tanggal 25 Juli 2013, seiring dengan dipindahkannya aktivitas penerbangan sipil ke Bandar Udara Internasional Kualanamu.[3] Sekarang sebagai Pangkalan Angkatan Udara Soewondo, bandara itu dimiliki TNI Angkatan Udara. Bandara ini akan menjadi markas Sayap Pengawasan Barat, termasuk delapan pesawat pengawas taktis CN-235.[4] SejarahNama Polonia berasal dari nama negara asal para pembangunnya, Polandia (Polonia merupakan nama "Polandia" dalam Bahasa Latin). Sebelum menjadi bandar udara, kawasan tersebut merupakan lahan perkebunan milik orang Polandia bernama Michalski. Tahun 1872 dia mendapat konsesi dari Pemerintah Belanda untuk membuka perkebunan tembakau di Pesisir Timur Sumatra tepatnya daerah Medan. Kemudian dia menamakan daerah itu dengan nama Polonia. Tahun 1879 karena suatu hal, konsesi atas tanah perkebunan itu berpindah tangan kepada Deli Maatschappij (Deli MIJ) atau NV Deli Maskapai. Tahun 1924 terdapat kabar pionir penerbang bangsa Belanda bernama Thuessink van der Hoop akan menerbangkan pesawat kecilnya Fokker dari Eropa ke wilayah Hindia Belanda dalam waktu 20 jam terbang. Maka Deli MIJ yang memegang konsesi atas tanah itu, menyediakan sebidang lahan untuk diserahkan sebagai lapangan terbang pertama di Medan. Mengingat waktu yang sangat pendek, persiapan untuk lapangan terbang tidak dapat dikejar, akhirnya pesawat kecil yang diawaki Van der Hoop bersama VN. Poelman dan Van der Broeke mendarat di lapangan pacuan kuda yakni Deli Renvereeniging, disambut Sultan Deli, Sulaiman Syariful Alamsyah. Setelah pesawat pertama mendarat di Medan, maka Residen Sumatra Timur Mr. CS. van Kempen mendesak pemerintah Hindia Belanda di Batavia, agar mempercepat dropping dana untuk menyelesaikan pembangunan lapangan terbang Polonia. Pada 1928 lapangan terbang Polonia dibuka secara resmi, ditandai dengan mendaratnya enam pesawat udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat, berupa tanah yang dikeraskan. Mulai tahun 1930, perusahaan penerbangan Belanda KLM serta anak perusahaannya KNILM membuka jaringan penerbangan ke Medan secara berkala. Pada tahun 1936 lapangan terbang Polonia untuk pertama kalinya melakukan perbaikan yaitu pembuatan landasan pacu (runway) sepanjang 600 meter. Pada tahun 1940, Jepang membombardir bandar udara ini karena digunakan Angkatan Udara Belanda. Setelah pengeboman tersebut bandara itu untuk sementara tak difungsikan. Baru pada tahun 1946, Belanda memperbaiki dan membangunnya kembali dengan sejumlah perubahan. Landasan pacu dilapisi beton, dipasangi besi, dan diperpanjang dari 800 meter menjadi 1.200 meter. Pada tahun 1950, Lapangan Udara Polonia berada di bawah pengelolaan KLM dan Garuda, Dinas Pekerjaan Umum Bagian Lapangan Terbang, dan Dinas Teknik Umum Angkatan Udara Republik Indonesia. Saat itu, landasan pacu Polonia diperpanjang lagi menjadi 1.800 meter dan lebar 45 meter. Berdasarkan ketentuan Pemerintah RI, sejak tahun 1959 pengelolaan bandara ditangani dua instansi yaitu AURI dan Jawatan Penerbangan Sipil. Sejak itu pula landasan mulai diperpanjang menjadi 2.455 meter guna menunjang keperluan dua instansi tersebut. Sementara manajemen pengelolaan lapangan terbang mulai dikendalikan para lulusan Akademi Penerbangan Indonesia Curug. Pada 1963, Jawatan Penerbangan Sipil diubah menjadi Direktorat Penerbangan Sipil di bawah Departemen Perhubungan. Dampaknya status lapangan yang juga terdapat pangkalan udara militer, menjadi pelabuhan udara bersama berdasarkan keputusan bersama Menteri/Panglima AURI dengan Menteri Perhubungan. Pada tanggal 26 Oktober 1966, bandar udara Polonia berubah statusnya menjadi bandar udara internasional dan seluruh fasilitasnya ditingkatkan. Dengan naiknya status itu, maka lalu lintas udara di Polonia semakin ramai. Selain itu, penerbangan luar negeri juga semakin ramai dengan digunakannya Polonia sebagai salah satu bandara untuk pemberangkatan haji. Pada tahun 1975, berdasarkan keputusan bersama Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Perhubungan dan Departemen Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Polonia menjadi hak pengelolaan bersama antara Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Dan mulai 1985 berdasarkan Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 1985, pengelolaan pelabuhan udara Polonia diserahkan kepada Perum Angkasa Pura yang selanjutnya mulai 1 Januari 1994 menjadi PT Angkasa Pura II (Persero). Akhirnya pada tahun 1986, sebutan lapangan terbang atau pelabuhan udara diganti menjadi bandar udara. Bersamaan dengan itu, status Perum Angkasa Pura sebagai pengelola berubah nama menjadi Perum Angkasa Pura I Bandar Udara Polonia Medan. Pada tahun 1991 pemerintah Indonesia mempunyai rencana untuk memindahkan Bandara Polonia ke tempat yang lebih baik. Letak Polonia yang hanya beberapa ratus meter dari pusat kota, membuat bandara yang sudah beroperasi sejak 1928 itu sudah tidak ideal lagi. Apalagi dengan posisi hanya 40–50 km dari gugusan Bukit Barisan, bandara seluas sekitar 100 hektar bisa menyulitkan pesawat berbadan besar yang mendarat atau lepas landas. Selain itu, letaknya juga tidak jauh dari permukiman penduduk, bahkan bersisian dengan beberapa ruas jalan yang ramai. Semua faktor itulah yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk membangun bandar udara baru. Pemerintah kemudian menentukan Deli Serdang sebagai bakal lokasi bandara baru dengan pertimbangan lokasi yang luas dan aman. Pada tahun 2003, jumlah penumpang yang dilayani bandara Polonia mencapai 2.736.332 orang per tahun. Selain itu, jumlah jadwal penerbangan pesawat domestik dan internasional juga mengalami kenaikan setiap harinya. Bandara Polonia ditutup untuk penerbangan komersial pada 24 Juli 2013 pukul 24.00 WIB dan semua aktivitas penerbangan komersial dipindahkan ke Bandar Udara Internasional Kuala Namu. Bersamaan dengan ditutupnya penerbangan komersial di Bandara Polonia, kepemilikannya kini berada langsung di bawah Komando Operasi TNI-AU. Namanya pun diubah menjadi Pangkalan Udara Soewondo. Nama Soewondo diambil dari seorang prajurit TNI-AU yang gugur setelah pesawatnya ditembak jatuh di sekitar Pematangsiantar. Data dan statistik
Bandara Polonia mempunyai luas sebesar 144 hektare. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4 taxiway dan apron seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk dapat memuat maksimum sekitar 900.000 penumpang.[8] Dari tahun ke tahun arus penumpang Polonia cenderung mengalami peningkatan antara 15 hingga 20 persen. Pada tahun 2003, arus penumpang mencapai sebesar 2.736.332 orang, naik dari 2.090.519 orang pada tahun sebelumnya.[9] Jumlah pergerakan pesawat adalah 36.359 pada tahun 2003, naik dari 29.894 pada tahun 2002. Tercatat ada 13.713 penerbangan domestik dan 4.387 penerbangan internasional dari Polonia pada 1998. Pada 2004 jumlahnya telah mencapai 35.100 penerbangan domestik dan 8.266 penerbangan internasional. Dari segi jumlah penerbangan, pada 1998 terdapat 56 penerbangan dalam sehari, tetapi pada tahun 2005 telah meningkat antara 125 hingga melebihi 150 penerbangan perhari, dengan penumpang lebih kurang 3,8 juta orang pertahun, baik domestik dan internasional. Di bidang transportasi barang, pada tahun 2005 pergerakan kargo di Polonia mencapai 31.347 ton.[8] TerminalTerdapat dua terminal penumpang di Polonia, satu terminal keberangkatan dan satu untuk kedatangan, dan jika ditotal luasnya mencapai 13.811 meter².[8] Keduanya juga masing-masing dibagi untuk penerbangan domestik dan internasional. Terminal domestik Polonia mempunyai luas 7.941 meter² dan saat ini (laporan Januari 2006) menampung 1.810 orang yang datang bersamaan, sehingga setiap penumpang mempunyai luas 4m², kurang dari standar sebesar 14m² yang ditetapkan pemerintah. Mulai 1 Oktober 2006, menyusul peristiwa penyimpangan muatan barang di Bandara Soekarno-Hatta pada September 2006, dioperasikan pula sebuah terminal kargo satu pintu yang diharapkan dapat menertibkan pergerakan kargo dan mencegah terjadinya manipulasi muatan barang. PermasalahanAkibat letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota – sekitar 2 km – bandara ini menyebabkan bangunan-bangunan di Medan dibatasi jumlah tingkatnya. Dampak dari peraturan ini adalah sedikitnya jumlah bangunan tinggi di Medan. Selain itu, bandara ini juga diperkirakan sudah atau hampir melebihi kapasitasnya. Sejak pemberian izin penerbangan diringankan di Indonesia pada tahun 2000-an, jumlah penerbangan yang melayani Polonia meningkat tajam. Pada 29 Juni 2006, wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla, meresmikan pembangunan Bandara Kualanamu. Dengan diresmikannya Bandara Kualanamu, Bandara Polonia secara resmi mengakhiri aktivitas penerbangan komersialnya. Kecelakaantelah terjadi beberapa kecelakaan di Polonia atau di sekitarnya:
Kebakaran pada tahun 2006 dan 2007Sebuah kebakaran menghanguskan seluruh dari terminal kedatangan internasional pada 9 Maret 2006, tetapi tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Sebab kebakaran diduga adalah arus pendek.[10] Kebakaran kembali terjadi pada 1 Desember 2007 namun kali ini terjadi di terminal keberangkatan domestik. Hampir seluruh gedung terminal terbakar dalam peristiwa ini.[11] Pada 7 Mei 2008, Polonia kembali beroperasi penuh setelah terminal keberangkatan domestik baru selesai dibangun.[12] Pemindahan Pangkalan Udara SoewondoPemerintah berencana memindahkan Lapangan Udara (Lanud) Soewondo Medan, dari kawasan Medan Polonia ke lokasi baru. Namun pemerintah belum memutuskan lokasi baru tempat pemindahan tersebut. Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu mengatakan, pemindahan Lanud Soewondo akan dilakukan karena lokasinya yang saat ini berada di tengah Kota Medan, dianggap tidak lagi layak untuk mendukung operasional TNI AU. Operasional Lanud Soewondo di lokasi saat ini juga dianggap dapat menimbulkan persoalan panjang, seperti yang terjadi pada saat jatuhnya Pesawat Hercules C-130 milik TNI AU di kawasan Djamin Ginting, Medan pada tahun 2015 lalu. Ryamizard menegaskan, lokasi baru Lanud Soewondo idealnya berada di luar kota, tetapi tak terlalu jauh dari Medan karena Lanud tersebut akan digunakan juga untuk tempat mendarat tamu-tamu VVIP yang akan berkunjung ke Medan. Sementara untuk luasan lahan, menurut Ryamizard setidaknya tiga kali lebih luas dari yang ada saat ini. "Harus lebih luas. Kalau mau ditukar harus tiga kali lebih luas. Karena nanti akan kita lengkapi dengan asrama dan fasilitas lain yang mendukung operasional TNI AU. Untuk persoalan penyelesaian tanahnya, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tegas Ryamizard. Panglima TNI Jendral Andika Perkasa memerintahkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU), Marsekal TNI Fadjar Prasetyo untuk segera pagari 1170 hektare lahan di Hamparan Perak, Deli Serdang yang akan dijadikan lokasi relokasi Lanud Soewondo. Dalam arahannya, Jendral Andika Perkasa mengatakan bahwa KSAU harus turut segera membuat anggaran, guna proses pemagaran lahan di Hamparan Perak. Andika mengatakan, bahwa status lahan Hamparan Perak yang akan dijadikan lokasi relokasi Lanud Soewondo itu sudah dihibahkan oleh PTPN II. Dalam laporannya, KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan bahwa lahan Hamparan Perak ini sangat cocok dijadikan lokasi relokasi Lanud Soewondo. Secara geogfrafis, lahan di Hamparan Perak ini karakternya mirip dengan Bandara Kualanamu. "Bahwa lahan yang disiapkan oleh BUMN adalah lahan PTPN II di Hamparan Perak seluas 1170 hektare untuk sebagai relokasi Lanud Soewondo," "Secara umum, kondisi geografisnya baik, karena hampir sama dengan Kualanamu. Lalu, memang kedepan Soewondo ini tidak bisa dipertahankan lagi untuk sebuah bandara yang aman," katanya. Karena di Kota Medan sudah banyak bangunan pencakar langit, maka dipilihlah kawasan Hamparan Perak sebagai lokasi baru Lanud Soewondo. KomandanSaat Bernama Lanud Medan
Likuidasi dan Menjadi Lanud Soewondo
Referensi
Lihat pulaPranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Bandar Udara Internasional Polonia.
|