Otoritarianisme digital

Otoritarianisme digital atau dikenal dengan istilah tekno-otoritarianisme atau kediktatoran digital merujuk pada penggunaan teknologi dalam mengontrol atau memanipulasi penduduk dalam maupun luar negeri. Strategi yang digunakan dalam otoritarianisme digital umumnya mencakup pengawasan massa melalui metode pengenalan wajah, penyensoran informasi, disinformasi, hingga sistem kredit sosial[1].

Definisi

Otoritarianisme digital dapat diartikan sebagai pengontrolan masyarakat oleh rezim otoriter melalui pemanfaatan teknologi sebagai bentuk kontrol dan pengawasan. Otoritas pemerintah dapat memanfaatkan data publik maupun privat untuk melakukan pengawasan di dunia maya, dengan tujuan untuk mengawasi individu maupun kelompok tertentu[2]. Bentuk-bentuk strategi pengawasan yang dilakukan pemerintah di antaranya pemutusan koneksi internet, spionase media sosial, penyensoran informasi, pemblokiran IP, penyaringan kata kunci, hingga pelarangan penggunaan VPN[3][4].

Contoh

Rusia

Sistem otoritarianisme digital Rusia bergantung pada penyensoran dan intimidasi, yang didukung melalui hukum pembatasan mengemukakan pendapat dan berekspresi serta pengawasan jaringan telekomunikasi. Bentuk-bentuk otoritarianisme digital yang dilakukan Rusia di antaranya:[5].

  1. Pengawasan lalu lintas internet melalui Sistem Kegiatan Investigasi Operatif dan platrform Arsip Semantik[5];
  2. Pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk pembuatan daftar hitam situs internet dan hukuman berupa denda dan penjara atas pemfitnahan, penodaan agama, dan "aksi ekstremisme" di media sosial[6][7][8].
  3. Pengaturan infrastruktur, termasuk mewajibkan penyedia jasa internet untuk memasang perangkat Deep Packet Inspection serta memperlambat akses beberapa situs web seperti Twitter[9].

Tiongkok

Referensi

  1. ^ Lilkov, Dimitar (2020-04). "Made in China: Tackling Digital Authoritarianism". European View (dalam bahasa Inggris). 19 (1): 110–110. doi:10.1177/1781685820920121. ISSN 1781-6858. 
  2. ^ Meissner, Mirjam (2016-08-01). "China's Surveillance Ambitions". Wall Street Journal (dalam bahasa Inggris). ISSN 0099-9660. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  3. ^ "4 Strategi Penerapan Otoritarianisme Digital untuk Cegah Kerusuhan". SINDOnews Internasional. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  4. ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "Digital authoritarianism: A global phenomenon | DW | 17.03.2022". DW.COM (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-12-01. 
  5. ^ a b Morgus, Robert (2019). "The Spread of Russia's Digital Authoritarianism": 89–97. 
  6. ^ Griffen, Scott (2017). Defamation and Insult Laws in the OSCE Region: A Comparative Study (PDF). Organization for Security and Co-operation in Europe - The Representative on Freedom of the Media. hlm. 30. 
  7. ^ "Russian MPs back harsher anti-blasphemy law". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2013-04-10. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  8. ^ "Dozens in Russia imprisoned for social media likes, reposts". AP News (dalam bahasa Inggris). 2016-05-31. Diakses tanggal 2023-12-01. 
  9. ^ "How Russia Is Stepping Up Its Campaign to Control the Internet". Time (dalam bahasa Inggris). 2021-04-01. Diakses tanggal 2023-12-01. 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41