Menurut buku Ujung Timur Jawa, 1763-1813: Perebutan Hegemoni Blambangan karya Sri Margana (2012), Belanda menguasai pulau ini sejak 1777. Mereka tertarik dengan potensi sarang walet yang melimpah di Nusa Barung. Akan tetapi, lantaran kecewa dengan hasil yang tidak sesuai harapan, Belanda kemudian memutuskan membakar pulau ini. Setelah memaksa penduduk meninggalkan pulau, akhirnya pada 17 Agustus 1778, Belanda benar-benar membumihanguskan Pulau Nusa Barung beserta berbagai rumah, benteng, dan tanaman di dalamnya.[3]
Nusa Barung ditetapkan sebagai cagar alam dengan nama Cagar Alam Pulau Nusa Barong semenjak tahun 1920; yakni berdasarkan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda nomor GB. 46 yang dimuat dalam Staatsblad No. 736 tanggal 9 Oktober 1920, dan diperbaharui oleh SK Menteri Pertanian No. 110/VIII/1957 dengan luas 6.100 hektar. Status Pulau Nusa Barung kemudian diubah menjadi suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.314/MENHUT-II/2013 tanggal 1 Mei 2013.[4] Pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Pulau Barung sebagai pulau-pulau kecil terluar Indonesia bersama 110 pulau kecil lainnya. Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.[5]
Hutan mangrove di pulau ini terdapat di sekitar Teluk Plirik dan Teluk Kandangan. Spesies mangrove yang ditemui di antaranya jenis api-api (Avicennia sp.); beberapa jenis bakau seperti Rhizophora apiculata, R. mucronata, dan R. stylosa, Bruguiera sp.; tengar (Ceriops tagal); teruntum (Lumnitzera); nyirihXylocarpus; serta perepat (Sonneratia alba).[4]
Formasi hutan pantai tumbuh di atas tanah kering, di atas garis pasang surut, dan ke arah daratan kemudian berlanjut dengan hutan tropika dataran rendah. Beberapa jenis flora pantai yang tumbuh di sini, di antaranya, pandan laut (Pandanus tectorius); centigi laut (Pemphis acidula), putat (Barringtonia sp), waru laut (Hibiscus tiliaceus), kepuh (Sterculia foetida), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan ketapang (Terminalia cattapa). Sedangkan flora hutan dataran rendah yang tercatat di antaranya jenis-jenis laban (Vitex pubescens), pancal kidang (Drypetes ovalis), kalak (Mitrephora javanica), pulai (Alstonia spatulata), sempu (Dillenia reticulata), perak (Vatica wallichii) dan sengir (Ploiarium alternifolium).[4]
Salah satu ancaman bagi cagar alam ini adalah penebangan kayu secara ilegal.
Fauna
Di pulau ini dapat ditemukan banyak spesies mamalia, burung, reptil, dan serangga. Dari kelompok mamalia tercatat di antaranya jenis-jenis monyet kra (Macaca fascicularis), lutung budeng (Trachypithecus auratus), rusa jawa (Rusa timorensis), dan babi hutan (Sus sp.). Jenis burung antara lain: elang-laut dada-putih (Haliaeetus leucogaster), rajaudang (Halcyon sp.), kuntul (Egretta sp.), walet sapi (Collocalia esculenta), ayam-hutan merah (Gallus gallus), serta kangkareng (Buceros sp). Dari golongan reptil, yang menonjol adalah penyu hijau (Chelonia mydas), yang sering didapati mendarat di pantai berpasir untuk bertelur; juga penyu sisik (Eretmochelys imbricata), biawak air (Varanus salvator), dan ular sanca (Python sp).[4]
Nusa Barung dapat dijangkau dengan perahu dari pelabuhan nelayan Puger; pulau ini berjarak sekitar 4,5 km di arah barat daya Puger.[6] Sementara Puger, yang berada sekitar 35 km di sebelah barat Kota Jember, dapat dicapai dengan menggunakan taksi atau bus antar kota dari Jember atau Surabaya.
Untuk memasuki Nusa Barung, diperlukan izin dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur, Bidang KSDA Wilayah III Jember.