Sedangkan arti Mandala Wangsit merupakan sebuah tempat untuk menyimpan amanat, petuah atau nasihat dari pejuang masa lalu kepada generasi penerus melalu benda-benda yang ditinggalkannya. Museum ini diresmikan oleh panglima divisi Siliwangi Kolonel Ibrahim Adjie pada tanggal 23 Mei 1966.[1]
Museum Mandala Wangsit Siliwangi dahulu menjadi saksi perjuangan prajurit Siliwangi bersama rakyat Jawa Barat dalam mempertahankan daerahnya. Museum ini pernah dijadikan markas militer dan menjadi sasaran utama serangan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling.[2]
Museum yang berlokasi di Jalan Lembong, kecamatan Sumur, Bandung dibangun sejak masa penjajahan Belanda. Jalan diambil dari nama Letkol Lembong, salah satu prajurit Siliwangi yang menjadi korban dalam Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil(APRA). Sebelumnya jalan itu bernama Oude Hospitaalweg yang artinya rumah sakit tua.[3]
Sejarah
Bangunan museum yang memiliki gaya arsitektur romantisisme akhir ini dibangun pada era kolonial Belanda antara tahun 1910-1915 sebagai tempat tinggal para perwira Belanda. Setelah Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, bangunan ini dijadikan markas untuk sembunyi dari pihak Jepang. Setelah kemerdekaan, bangunan ini diambil alih oleh pasukan Siliwangi dan digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi (Akademi Militer Bandung) pada tahun 1949-1950. Bangunan ini berdiri di atas tanah seluas 4.176 m2 dengan luas bangunan 1.674 m2.[3]
Pada tanggal 23 Mei 1966 bangunan ini beralih fungsi menjadi Museum yang diresmikan oleh panglima divisi Siliwangi ke-8 yaitu Kolonel Ibrahim Adjie. Lalu tahun 1979 gedung ini direhabilitasi kembali menjadi gedung bertingkat dua, kemudian diresmikan penggunaannya pada tanggal 10 November 1980 oleh Pangdam Siliwangi ke-15, Mayjen Yoga Sugama dan dengan penandatangannan prasasti oleh Presiden Soeharto.[3]
Koleksi
Koleksi museum terdiri dari peralatan perang yang digunakan oleh pasukan Kodam Siliwangi, dari senjata tradisional Sunda yang digunakan sebelum era modern seperti tombak, panah, keris, kujang, dan bom molotov. Senjata modern yang ditampilkan di museum ini adalah panser rel buatan Indonesia, meriam, dan kendaraan lapis baja.[4]
Dalam bangunan museum yang dibangun sekitar tahun 1910 ini, terdapat ruang-ruang yang mengisahkan masa perjuangan, seperti Ruang Pemberontakan DI/TII. Di ruangan ini, pengunjung dapat melihat foto-foto perjuangan tentara dalam menumpas gerakan DI/TII di Jawa Barat. Ada juga Ruang Palagan Bandung yang berisi diorama peristiwa heroik Bojong Kokosan.[2]
Hal menarik lainnya di museum seluas 4.176 m2 ini adalah koleksi uang dari masa penjajahan dan awal kemerdekaan. Uang-uang tersebut ditata rapi dalam bingkai yang menempel di salah satu dinding museum. Selain itu, terdapat pula foto-foto para mantan Panglima Divisi Siliwangi.[2]
Di dalam museum ini juga terdapat koleksi peralatan perang pada zaman perang kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari senjata-senjata yang digunakan pada masa Pendudukan Jepang. Terdapat beberapa alat dan kendaraan yang digunakan pada saat masa tersebut, yaitu:[4]
Bedug Simawa Rame
Senjata laras panjang dan pistol
Tank dan ambulans militer
Disamping itu juga terdapat galeri lukisan yang menggambarkan romusha atau kerja paksa yang terjadi pada zaman pendudukan Jepang. Terdapat juga koleksi fotografi mengenai peristiwa Bandung Lautan Api pada tanggal 24 Maret 1946 di Bandung dan peristiwa peracunan pada tanggal 17 Februari 1949. Terdapat koleksi bedok (busana) yang digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara, Menteri Pendidikan pertama di Indonesia berupa bedok yang terdiri dua jubah berwarna putih dan hitam. Terdapat pula satu aula untuk keperluan umum di museum tersebut.[4]
Museum ini menyimpan berbagai alat perang yang pernah digunakan oleh pasukan Divisi Siliwangi, mulai dari senjata primitif rakyat seperti kujang, klewang, tombak, dan pedang, hingga senjata modern para prajurit TNI seperti bom molotov. Koleksi lainnya termasuk bendera merah putih yang pertama kali dikibarkan di Alun-Alun Kota Bandung pada 17 Agustus 1945. Selain itu, terdapat meja, kursi, teko, dan cangkir yang pernah digunakan oleh para pejuang dan Proklamator saat mempersiapkan Proklamasi di Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945.[5]
Informasi kunjungan
Museum Mandala Wangsit Siliwangi terbuka untuk umum pada hari Senin hingga Kamis mulai pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. Pada hari Jumat, museum tutup lebih awal pada pukul 10.00 WIB. Khusus hari Sabtu, museum ini buka hingga pukul 12.00 WIB.[2]
Pengunjung hanya dikenakan donasi sukarela sebagai tiket masuk Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung. Museum ini juga menyediakan jasa pemandu yang akan membawa pengunjung berkeliling dan menceritakan sejarahnya.[5]
^ abcSaepullah, Aep (2021). Mengenal Aneka Museum Nusantara. Jakarta: PT. Perca. hlm. 51–53. ISBN978-979-043-591-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)