Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari.
Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini.
Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan.
Hapus tag/templat ini.
Model penerimaan teknologi (bahasa Inggris: Technology Acceptance Model, disingkat TAM) merupakan salah satu model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor‐faktor yang memengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer.
Sejarah
Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Davis (Davis M., 1986) [1] dan selanjutnya digunakan serta dikembangkan kembali oleh beberapa ilmuwan contoh Adam et al. (1992) Szajna (1994), Igbaria et al. (1995) serta Venkatesh dan Davis (2000).
Technology Acceptance Model (TAM), yang pertama kali diperkenalkan oleh Davis, adalah sebuah aplikasi dan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dispesialisasikan untuk memodelkan penerimaan pemakai (user acceptance) terhadap sistem informasi. Tujuan TAM di antaranya yaitu untuk menjelaskan faktor penentu penerimaan teknologi berbasis informasi secara general serta menjelaskan tingkah laku pemakai akhir (end-user) teknologi informasi dengan variasi yang cukup luas serta populasi pemakai. Secara ideal sebuah model merupakan pemakai. Dan seyogianya suatu model merupakan prediksi, dibarengi dengan penjelasan, sehingga peneliti maupun praktisi dapat mengidentifikasi mengapa sistem tertentu mungkin tidak dapat diterima, sehingga diperlukan mengambil langkah revisi dalam rangka mengambil langkah perbaikan, untuk mengatasinya.
Pada akhirnya, maksud dan tujuan TAM tak lain adalah untuk menyediakan dasar dalam rangka mengetahui pengaruh dari faktor eksternal terhadap kepercayaan internal, sikap, dan niat. TAM diformulasikan untuk mencapai tujuan ini melalui pengidentifikasian sejumlah kecil variabel pokok, yang didapatkan dari penelitian sebelumnya terhadap teori maupun faktor penentu dari penerimaan teknologi, serta menerapkan TRA sebagai latar belakang teoretis dalam memodelkan relasi antara-variabel.
Tujuan
TAM memiliki tujuan untuk menjelaskan dan memprediksikan penerimaan pemakai terhadap suatu teknologi. TAM adalah pengembangan TRA dan diyakini mampu meramalkan penerimaan pemakai terhadap teknologi berdasarkan dampak dari dua faktor, yaitu perspektif kemanfaatan (perceived usefulness) dan perspektif kemudahan pemakaian (perceived ease of use) (Davis, 1989).
Menurut Davis (1989) [2] TAM adalah sebuah teori sistem informasi yang didesain guna menerangkan bagaimana pengguna mengerti dan mengaplikasikan sebuah teknologi informasi.
TAM mengadopsi TRA dari Fishbein dan Ajzen (Fishbein, 1967) yang digunakan untuk melihat tingkat penggunaan responden dalam menerima teknologi informasi. Konstruksi asli TAM sendiri yang dirumuskan oleh Davis (1989), adalah persepsi kegunaan (perceived usefulness), persepsi kemudahan pemakaian (perceived ease of use), sikap (attitude), niat perilaku (behavioral intention), penggunaan sebenarnya (actual use) dan ditambahkan beberapa perspektif eksternal yaitu, pengalaman (experience) serta kerumitan (complexity) [3]
Persepsi Kegunaan Penggunaan (PerceivedUsefulness)
Perspektif penggunaan (perceived usefulness) merupakan suatu fasa dimana seseorang percaya bahwa pemakai suatu sistem tertentu akan dapat menambah prestasi kerja orang tersebut. Berdasarkan definisi itu dapat diartikan bahwa kegunaan dari penggunaan TIK dapat menambah kinerja, prestasi kerja siapapun yang menggunakannya.
Thompson et. al (Thompson) [4] kemudian mengemukakan kesimpulan bahwa kemanfaatan teknologi informasi merupakan dampak yang diharapkan oleh pengguna teknologi informasi dalam menjalankan tugas mereka. Thompson (1991) juga menyatakan bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika orang tersebut memiliki pemahaman mengenai manfaat atau kegunaan (usefulness) yang baik atas kegunaannya.
Kemudahan penggunaan juga merupakan salah satu poin dalam model TAM, yang telah diuji dalam penelitian Davis et al. (1989). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor ini terbukti secara empiris dapat menjelaskan alasan pengguna akhir dalam menggunakan sistem informasi serta menjelaskan bahwasanya sistem baru yang ketika itu sedang dikembangkan, diterima oleh para pengguna akhir.
Perspektif Kemudahan Penggunaan (Perceived Ease of Use)
Perspektif kemudahan penggunaan dapat meyakinkan pengguna bahwasanya teknologi informasi yang akan diaplikasikan adalah suatu hal yang mudah dan bukan merupakan beban bagi mereka. TIK yang tidak sulit digunakan akan terus diaplikasikan oleh perusahaan.
Davis (1989) dalam bukunya juga menyatakan bahwa perspektif kemudahan pengaplikasian (perceived ease of use) merupakan sebuah tingkatan dimana seseorang percaya bahwasanya penggunaan sistem tertentu, mampu mengurangi usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Frekuensi penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan sistem juga mampu menunjukan kemudahan penggunaan. Sistem yang lebih sering digunakan menunjukan bahwa sistem tersebut lebih dikenal, lebih mudah dioperasikan, dan lebih mudah digunakan oleh penggunanya.
Sikap Terhadap Pengaplikasian (Attitude Toward Using)
Sikap terhadap pengaplikasian sesuatu menurut Aakers dan Myers (1997) adalah sikap pro atau kontra terhadap pengaplikasian sebuah produk. Sikap pro atau kontra terhadap suatu produk ini dapat diaplikasikan guna memprediksi tingkah laku ataupun niat seseorang untuk menggunakan suatu produk atau tidak menggunakannya. Sikap terhadap pengaplikasian teknologi (attitude toward using technology), diartikan sebagai evaluasi dari pemakai tentang keingintahuannya dalam menggunakan teknologi.
Perilaku Keinginan Untuk Menggunakan (Behavioral Intention to Use)
Behavioral intention to use adalah kecenderungan perilaku untuk tetap mengaplikasikan sebuah teknologi (Davis, 1989). Tingkat pengunaan sebuah teknologi komputer pada seseorang dapat diprediksi dari sikap serta perhatian sang pengguna terhadap teknologi tersebut, contohnya adalah adanya keinginan untuk menambah peripheral pendukung, keinginan untuk tetap menggunakan, serta keinginan untuk mempengaruhi pengguna lain.
Pemakaian actual (Actual Use)
Pemakaian aktual (actual system usage) adalah kondisi nyata pengaplikasian sistem (Davis,1989). Seseorang akan merasa senang untuk menggunakan sistem jika mereka yakin bahwa sistem tersebut tidak sulit untuk digunakan dan terbukti meningkatkan produktivitas mereka, yang tercermin dari kondisi nyata penggunaan. Bentuk pengukuran pemakaian aktual (actual system usage) adalah seberapa kerap dan durasi waktu pemakaian terhadap TIK. Penggunaan teknologi sesungguhnya (actual technology use), diukur melalui jumlah akumulasi waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teknologi dan seberapa kali seringnya menggunakan teknologi tersebut.
Kesesuaian Tugas (Job Fit)
Thompson et al. (1991) membuat model penelitian yang mengambil sebagian teori yang diusulkan oleh Triandis,[5] tolak ukur yang mempengaruhi pengaplikasian teknologi informasi adalah diantaranya tolak ukur sosial, dampak, tingkat kerumitan, kesesuaian tugas, efek jangka panjang, serta kondisi yang memfasilitasi pemanfaatan teknologi informasi. Kesesuaian tugas diinpretasikan sebagai koresponden antara kebutuhan tugas, kemampuan seseorang dan fungsi dari teknologi. Kesesuaian tugas dan teknologi dipengaruhi diantaranya oleh hubungan antara karakteristik individu pemakai, teknologi yang diaplikasikan, dan tugas yang berbasis teknologi.
Pengalaman (Experience)
Ajzein dan Fishbein (1980) [6] dalam penelitiannya menemukan adanya perbedaaan yang menonjol antara user yang berpengalaman dengan yang unexperienced dalam mempengaruhi penggunaan yang sebenarnya. Kajian Taylor dan Todd (1995) dalam meneliti pengguna yang berpengalaman, juga menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara minat menggunakan suatu teknologi serta perilaku penggunaan (behavioral usage) suatu teknologi yang berpengalaman
Kerumitan (Complexity)
Thompson et.al (1991)[7] memaparkan bahwa semakin kompleks suatu inovasi, maka akan semakin rendah pula tingkat pengaplikasiannya. Inovasi terhadap sebuah TIK bisa mempengaruhi pemahaman pengguna untuk menggunakan TIK.
Studi kasus
TAM dapat kita aplikasikan manakala kita ingin menelaah mengenai proses transisi pembayaran tiket pengguna bus transjakarta dari hard cash dengan menggunakan uang elektronik (e-money). Sejak pertama kali diperkenalkan pengunaannya kepada para pengguna transjakarta pada tahun 2014 [8]
E-ticketing diperkenalkan kepada publik dalam rangka mengurangi biaya serta meningkatkan pengalaman serta kenyamanan penumpang. E- ticketing melibatkan kegiatan tiket digital yang pada akhirnya memungkinkan pengurangan penggunaan tiket kertas, termasuk didalamnya mengurangi penggunaan tenaga kerja, biaya percetakan, biaya pengiriman dan biaya akuntasi serta menghindari praktek komisi yang dibayar dalam sistem distribusi global ke agen.
Sangat mudah untuk digunakan
Kemudahan penggunaan (ease of use) adalah kepercayaan seseorang dalam mengaplikasikan suatu teknologi yang bisa dengan mudah digunakan serta dipahami. Kemudahan selanjutnya akan memiliki efek pada perilaku, yaitu semakin menigkat seseorang beranggapan mengenai kemudahan menggunakan sistem, semakin meningkat pula skala pemanfaatan teknologi informasi. Pengguna (user) sebuah teknologi memiliki kepercayaan bahwa sistem yang lebih lentur tidak kaku mudah dipahami dan mudah pengaplikasiannya (compartible) adalah sebuah karakter dari kemudahan penggunaan
Safety
Keamanan yang dirasakan sehubungan dengan keyakinan bahwa transaksi dapat disimpulkan aman serta, dalam situasi ini, akan sangat mudah bagi pengguna untuk berpikir bahwasanya menggunakan layanan tersebut akan menguntungkan bagi dirinya.
Manfaat yang Dirasakan
Kehadiran sistem pembayaran elektronik dengan mengaplikasikan electronic money, banyak manfaat yang dirasakan. Dalam halnya e-ticketing Transjakarta dan Commuter Line di Jabodetabek, pengguna tidak harus repot-repot untuk mengantre membeli tiket melainkan cukup dengan tap and go saja, sehingga waktu pembayaran menjadi jauh lebih pendek dan efisien.
Kenyamanan
Pikkarainen dkk. dalam Davis (2004) menjelaskan bahwasanya kenyamanan adalah keadaan dimana seorang individu mengadopsi suatu teknologi dalam melakukan aktivitasnya dan merasa bahwa hal itu memberikan benefit serta effect yang baik bagi dirinya. Dalam hal ini, pengguna electronic money merasa tenang dan leluasa karena bisa melakukan pembayaran dengan e-money dan tak hanya untuk transportasi semata, melainkan e-money tersebut bisa digunakan juga untuk transaksi tol, pembayaran parkir, belanja di minimarket serta retail maupun tempat lainnya yang sudah menggunakan Electronic Data Capture (EDC) guna memproses pembayaran dengan e-money.
Aksesibilitas Penyedia Layanan
Kartu electronic money mulai dilirik untuk menggantikan uang tunai dalam pembayaran- pembayaran tertentu, utamanya pembayaramemiliki efek yang sangat mumpuni terhadap perkembangan dan pertumbuhan e-money
Faktor Budaya dalam TAM
Dalam sebuah studi yang menggunakan TAM, ditemukan bahwa niat atau intensi menggunakan Internet untuk segala (Internet of things/IoT) dalam bidang kesehatan dapat diprediksikan oleh sebuah orientasi nilai kultural, yakni orientasi jangka panjang (long-term orientation).[9] Dijelaskan oleh para peneliti bahwa orang-orang yang mengantisipasi masa depannya, memandang teknologi baru sebagai peluang dan sarana untuk mencapai tujuan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu, mereka akan menyediakan waktu dan upaya mereka untuk mempelajari dan melakukan apropriasi teknologi,[10] yang bermakna mengintegrasikan teknologi, seperti IoT, sebagai alat strategis untuk mencapai tujuan hidupnya.
Pada tingkat negara, ditemukan juga bahwa orientasi budaya jangka panjang mampu memprediksikan akseptansi atau penerimaan terhadap uang kripto dan teknologi rantai blok (blockchain).[11] Hasil riset pada tingkat negara tidak selalu sejalan dengan hasil pada tingkat individual. Pada tingkat negara, ditemukan bahwa semakin tinggi orientasi jangka panjang negara-negara, semakin rendah penerimaan pemerintah dan warganya terhadap uang kripto dan teknologi rantai blok. Hal ini dijelaskan oleh para peneliti sebagai perhatian warga terhadap keberlanjutan lingkungan hidup (environmental sustainability). Diketahui bahwa penambangan uang kripto membutuhkan konsumsi listrik serta memproduksi emisi karbondioksida yang cukup besar.[12]
^Davis, M. (1986). A Technology of Acceptance Model for Empirically testing new-end user information system: Theory and Result. Massachusetts, USA: Sloan School of Management, Massachusets Institute of Technology.
^Davis. (1989). Perceived usefulness, perceived ease of use and user acceptance of information technology
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkankategori. Tag ini diberikan pada Februari 2023.