Meureubo, Aceh Barat
Meureubo adalah kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, Indonesia. Luas kecamatan mencapai 112, 87 Km² yang terdiri dari 2 mukim dan 26 desa/gampong. Persentase terhadap luas kabupaten 3,85%. Ibu kota kecamatan berada di Meureubo. Kecamatan Meureubo berada di antara Bukit Barisan dan Samudra Hindia dengan ketinggian 8 M dpl yang memiliki jumlah penduduk 30.830 jiwa atau 15% dari total populasi penduduk Kabupaten Aceh Barat .[2] GeografiKecamatan Meureubo terletak di daerah tropis yang memiliki wilayah pesisir dan sebagian lagi wilayah perbukitan yang memiliki tingkat kesuburan yang baik, hal ini terlihat dengan tumbuh suburnya perkebunan Karet, Kelapa, Sawit, dan sektor pertanian lainnya seperti sawah tadah hujan dan jenis pertanian lainnya.[3] Adapun batas Kecamatan Meureubo adalah:[4]
SejarahKecamatan Meureubo terbentuk pada bulan Februari Tahun 1999 yang masih berstatus sebagai kecamatan pembantu Meureubo. Secara sah erbentuknya kecamatan Meureubo pada 15 Juli 2000 yang terbentuk dari proses pemekaran kecamatan Kaway XVI yang awalnya terdiri dari 113 gampong dengan cakupan wilayah mulai dari pesisir hingga pegunungan. Kemudian wilayah pesisir dimekarkan menjadi kecamatan Meureubo sedangkan wilayah pegunungan dimekarkan menjadi kecamatan Pante Ceureumen dan Kecamatan Panton Reu. [3] Sejak sebelum Republik Indonesia merdeka, wilayah pesisir Kaway XVI banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang dari Padang dan Pariaman yang pada akhirnya sebagian besar pedagang-pedagang tersebut memilih untuk menetap sambil terus berniaga sehingga lambat laun daerah pesisir ini menjadi ramai sebagai Bandar Perniagaan yang tumbuh pesat di wilayah kemukiman Ranto Panjang dan merupakan pusat perniagaan kota Meulaboh. Daerah pesisir Kaway XVI terus berkembang pesat dan pembagian wilayah menjadi gampong Meureubo, Ujong Drien, Pasi Pinang, Ujong Tanjong, Langung, dan Peunaga. Nomenklatur Kecamatan Meureubo dan Ranto Panjang dijadikan wilayah pesisir dan sering dipakai dalam pembagian jadwal pelayanan-pelayanan di Kecamatan Kaway XVI yang merupakan sebab lahirnya Kecamatan Meureubo. Penetapan Meureubo sebagai nama kecamatan dikarenakan pada mulanya pusat kantor kecamatan berdiri di Gampong Meureubo.[3] Penamaan Meureubo memiliki sejarah tersendiri yang masih berkaitan dengan Minang. Nama Meureubo berasal ketika keturunan orang-orang Aceh yang ditugaskan oleh kesultanan Aceh ke daerah Minang kembali ke Aceh dan singgah di tempat yang sekarang bernama Meureubo, dan disebut oleh orang Minang 'Marabou' (merupakan bahasa Minang yang berarti meraba) yang bermaksud mereka meraba-raba dalam rangka mencari saudara yang tinggal di Aceh. Namun juga ada pendapat yang mengatakan bahwa nama 'Meureubo' berasal karena wilayah tersebut banyak ditumbuhi batang Rabo.[3] Meureubo merupakan kecamatan yang unik di Kabupaten Aceh Barat karena sebagian besar penduduknya menggunakan bahasa jamu atau aneuk jamee yang pada kenyataannya adalah penduduk suku Aceh asli yang pulang merantau dari Minang. Pada tahun 1630, Sultan Iskandar Muda sangat giat dalam menaklukan wilayah Sumatera termasuk di tanah Minang, maka dari itu beliau menempatkan seorang Gubernur Militer yang bernama Teuku Laksamana Muda Nanta, Panglima Perang Aceh di Andalas Barat. Setelah Abad XVIII terjadinya revolusi Paderi karena adanya konflik dengan tokoh Minang sehingga membuat keturunan Teuku Laksamana merasa tidak nyaman dan mereka memutuskan untuk pulang kembali ke Aceh dengan Machdum Sakti (garis keturunan Teuku Umar) sebagai pemimpin rombongan. Pada akhirnya rombongan ini mendarat di Rantau Nan Dua Baleh pada masa Sulthan Jamalui dan mereka menetap dengan menebas hutan untuk membuat negeri. Oleh karena itu, Bahasa Aneuk Jamee dan Bahasa Aceh merupakan pengantar sehari-hari yang secara turun temurun telah menyatu dalam satu budaya dan tidak dapat dipisahkan.[3] Sosial dan ekonomiSebagian besar masyarakat di Kecamatan Meureubo bermata pencaharian sebagai petani dan sebagian yang lain berprofesi sebagai nelayan, pedagang, dan pegawai negeri sipil. Rutinitas pencaharian sektor pertanian meliputi kegiatan persawahan (menanam padi), dan sektor perkebunan meliputi kegiatan sebagai petani karet, sawit, dan kelapa. Disamping itu, sebagian masyarakat yang tinggal di pesisir melaksanakan rutinitas sebagai nelayan. Saat ini, kecamatan Meureubo sudah memiliki Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta serta perusahaan-perusahaan. Dengan adanya pusat pendidikan dan jasa, maka hal ini dapat menjadi potensi bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian seperti mendirikan tempat makan dan peluang ekonomi lainnya.[5] Ditinjau dari sosial budaya, masyarakat kecamatan Meureubo sekitar 99% menganut agama Islam dan sepenuhnya mendukung pelaksanaan Syariat Islam sebagai salah satu keistimewaan Provinsi Aceh. Pada umumnya, masyarakat kecamatan Meureubo mengkonsumsi beras, sagu, pisang, dan singkong. Seni budaya yang khas antara lain adalah pencak silat, Rapai Saman, dan Seudati serta Tarian Ranup Lampuan yang biasanya ditarikan untuk menyambut tamu. PendidikanJumlah sekolah negeri dan swasta menurut jenjang pendidikan dalam kecamatan Meureubo tahun 2016 adalah sebagai berikut:
Daftar Desa/Kelurahan per MukimReferensi
Pranala luar
|