Mesin kepung (bahasa Inggris: Siege engine) adalah alat yang dirancang untuk menembus atau menerobos tembok kota atau perbentengan dalam peperangan kepung. Beberapa mesin kepung dioperasikan di dekat perbentengan, dan ada juga mesin kepung yang digunakan untuk menyerang dari jarak jauh. Sejak zaman antikuitas, mesin kepung sebagian besarnya dibuat dari kayu dan ditujukan untuk memanfaatkan keuntungan mekanis untuk melemparkan bebatuan dan misil serupa. Dengan berkembangnya bubuk mesiu dan teknik pandai besi yang makin meningkat, mesin kepung berubah menjadi artileri. Secara keseluruhan, mesin kepung atau artileri bersama-sama dengan pasuka dan kendaaran transport yang digunakan untuk melaksanakan pengepungan disebut sebagai "kereta kepung.[1]
Bangsa Mediterania pertama yang menggunakan mesin kepung yang lebih maju adalah bansga Kartago, yang menggunakan menara kepung dan pelantak tubruk dalam menghadapi koloni-koloni Yunani di Sisilia. mesin-mesin ini mempengaruhi penguasa Syrakos, Dionysios I, yang mengembangkan katapel tempur pada tahun 399 SM.[2]
Dua penguasa zaman kuno yang pertama kali menggunakan mesin kepung dalam skala yang besar adalah Philippos II dari Makedonia dan Iskandar Agung. Mesin-mesin kepung mereka yang besar memicu evolusi yang berujung pada mesin-mesin yang impresif, seperti misalnya Helepolis (atau "Penakluk Kota") milik Demetrios Poliorketes pada tahun 304 SM. Alat tersebut memiliki tinggi sembilan lantai dan dilapisi dengan besi, tingginya menjulang sampai 40 m (125 ft) dan lebarnya 21 m, sedangkan beratnya mencapai 180 ton (360,000 lb). Mesin kepung yang paling banyak digunakan jelas adalah pelantak tubruk, atau kura-kura, yang dikerahkan dalam beberapa cara yang terampil yang memungkinkan penyerang mencapai tembok atau parit dengan derajat keselamatan tertentu. Untuk pengepungan atau pertempuran laut mesin mirip papan jungkat-jungkit (sambykē atau sambuka) pernah digunakan. Alat ini adalah tangga raksasa yang bersengsel dan dipasang pada penyangga mekanis dan digunakan untuk memindahkan para prajurit dari kapal ke tembok kota di daerah pesisir. Alat ini biasanya ditempatkan pada dua kapal atau lebih yang diikat bersama dan beberapa sambykē dilindungi dengan perisai pada bagian atasnya untk melindungi para pemanjat dari serangan panah. Mesin-mesin lainnya digunakan untuk merampas perlengkapan musuh atau bahkan prajurit musuh dengan lampiran yang berlawanan yang kemungkinan merupakan asal mula dari mesin corvus yang dikembangkan oleh pasukan Romawi. Senjata lainnya menjatuhkan benda-benda berat kepada pasukan musuh.[butuh rujukan]
Pasukan Kekaisaran Romawi biasanya lebih menyukai menyerang tembok pertahanan musuh dengan cara membuat jalan landai (agger) atau langsung saja memanjat dinding pertahanan, seperti pada pengepungan awal terhadap kota Silvium di Samnium pada tahun 306 SM. Para prajurit yang melakukan pengerjaannya dilindungi oleh pelindung yang disebut vineae, yang dirancang untuk membentuk koridor yang panjang. Perisai yang lebih lemah (plutei) digunakan untuk melindungi bagian depan koridor selama pembangunan dilangsungkan. Mesin kepung Romawi lainnya yang sering digunakan, mirip dengan mesin kura-kura pengisi parit dari Yunani, disebut musculus ("otot"). Pelantak tubruk juga banyak digunakan. Legiun Romawi pertama kali menggunakan menara kepung sekitar tahun 200 SM.
Catatan tertua mengenai penggunaan alat artileri kuno di Eropa adalah gastraphetes ("busur perut"), sejenis pelontar palang nontorsi. Alat ini ditempatkan pada penyangga kayu. Mesin yang lebih besar memicu diciptakannya sistem katrol untuk memuat proyektil, yang juga diperluas sampai dapat memuat batu yang besar. Di kemudian hari, sistem torsi juga ditemukan, berdasarkan pada kelenturan otot. Onager adalah temuan utama Romawi dalam bidang mesin kepung.
Sementara itu catatan tertua mengenai alat artileri kepung kuno di Cina adalah katapel tarik berprinsip tuas dan busur silang kepung setinggi delapan kaki dari Mozi (Mo Jing), sebuah naskah yang ditulis sekitar abad ke-4 sampai ke-3 SM oleh para pengikut Mozi yang mendirikan sekolah pemikiran Mohisme pada Periode Musim Semi dan Musim Gugur akhir dan pada Periode Negara Perang awal. Banyak yang kini diketahui mengenai teknologi pengepungan di Cina diperoleh dari Buku 14 dan 15 (bab 52 sampai 71) dalam buku Peperangan Kepung dari Mo Jing. Dicatat dan dijaga dalam bentuk lembaran bambu, sebagian besar dari naskah itu kini sudah mulai rusak. Akan tetapi, terlepas dari fragmentasinya yang berat, ketekunan Mohist dan perhatiannya pada detail yang memisahkan Mo Jing dari naskah kuno lainnya, menjamin bahwa rincian yang amat sangat deskriptif terkait pengerjaan alat-alat mekanis seperti Tangga Awal, Arkubalista Putar, dan Katapel Tuas, catatan mengenai teknik pengepungan dan penggunaan mesin kepung masih dapat ditemukan hingga hari ini.[3]
Abad Pertengahan
Mesin kepung Abad Pertengahan meliputi sejumlah besar katapel tempur seperti Mangonel, Onager, ballista, manjanik tuas (pertama kali dirancang di Cina pada abad ke-3 SM dan dibawa ke Eropa pada abad ke-4 M), dan manjanik berpengimbang (pertama kali digambarkan oleh Mardi bin Ali al-Tarsusi pada abad ke-12 M, meskipun asal usulnya tidak diketahui). Mesin-mesin ini menggunakan energi mekanis untuk meolntarkan proyektill berukuran besar untuk meruntuhkan tembok batu. Yang juga banyak digunakan adalah pelantak tubruk dan menara kepung, sebuah menara kayu yang memungkinkan penyerang memanjat ke atas dan memasuki tembok kastil, sambil tetap terlindungi dari tembakan panah musuh. Senjata lainnya adalah petard, alat peledak yang dirancang untuk merobohkan gerbang atau tembok. Petard harud diletakkan tepat berlawanan arah dengan permukaan benteng.