Sebenarnya, sejak masa pemerintahan Mangkunagara I telah ada "masjid negara" untuk Praja Mangkunegaran yang terletak di Kauman, daerah Pasar Legi. Namun demikian, untuk kepentingan kemudahan fungsi "panatagama" (urusan agama), lokasi masjid dipindahkan ke lokasi sekarang.[1]
Pada awanya masjid diperuntukkan untuk keluarga kerajaan saja namun sejak tahun 1924 masjid mulai dibuka untuk umum terutama untuk menunjan pendidikan islam yang dilakukan oleh Muhammadiyah.[2]
Pembangunan
Ide pembangunan Masjid Wustho berawal dari Mangkunegara I. Pembangunan masjid ini adalah perwujudan tugas raja sebagai panatagama (menata agama). Awalnya masjid ini terletak di belakang Pura Mangkunegaran sebelum akhirnya oleh Mangkunegara IV dipindah ke sisi barat Pura Mangkunegaran karena lokasi lama dianggap kurang strategis. Pemindahan ini ditandai dengan peletakkan batu pertama pada tahun 1878.[3]
Dikarenakan kesulitan ekonomi yang dialami oleh Mangkunegaran pembangunan masjid ini sempat terabaikan. Raja-raja selepas Mangkunegara IV lebih memilih untuk memulihkan kondisi perekonomian Mangkunegaran. Pembangunan masjid kembali dilanjutkan oleh Mangkunegara VII yang ditandai dengan peletakkan batu kedua pada tahun 1918 dan disusul dengan pembangunan menara masjid pada tahun 1926.[3]
Arsitektur
Masjid menempati lahan seluas luas 4.200 meter persegi, dengan bangunan bertipe "tajug", suatu bentuk bangunan khas Jawa yang dikhususkan untuk masjid. Bangunan dilengkapi serambi di sisi timur. Seperti juga Masjid Agung Kraton Surakarta, bagian serambi dilengkapi dengan tratag rambat, semacam lorong beratap yang menjorok ke depan. Kekhasan masjid Mangkunegaran, tratag rambat ini dihiasi dengan dinding tembok berkaligrafi. Sisi selatan ditambah ruang untuk salat Jumat bagi perempuan (pawastren). Di halaman terdapat menara (sisi timur laut) dan bangunan khusus untuk pelaksanaan khitanan yang disebut maligen.
Pada sisi timur laut masjid terdapat prasasti marmer yang dipasang di tembok, merupakan peringatan pembangunan masjid dan menara dalam bahasa Arab dan bahasa Jawa.
Sangkalan minongka pèngetan. Miwiti pasang tales: muji luhuring salira Nabi (1807 / 1878 M) Ngambali pasang tales: ? (1847 / 1917 M) Pambalaripun tuwin miwiti pasang tales manara: nata pawisikan samadyaning praja (1855 / 1924 M)
Peran budaya
Nama "Wustho" diberikan pada tahun 1949 oleh Kepala Takmir ("Penghulu") Pura Mangkunegaran Raden Tumenggung K.H. Imam Rosidi. Sebelumnya, mesjid hanya dijuluki sebagai "Masjid Mangkunegaran".
Masjid Wustho merupakan tempat untuk mendukung kegiatan-kegiatan spiritual yang diselenggarakan Istana Mangkunegaran. Pada saat kirab pusaka pada perayaan Tahun Baru Jawa di malam satu Sura pelantunan ayat-ayat suci Al Qur'an dilakukan di Masjid Wustho.
Galeri
Dari sisi timur, memperlihatkan dinding pelindung tratag rambat berkaligrafi dan minaret di latar belakang.
Dari sisi timur, memperlihatkan maligen dan pawestren
Bangunan maligen, tempat khitanan putra/kerabat raja
Prasasti marmer dengan bahasa Arab dan bahasa Jawa
1 Masuk ke dalam Daftar Benda Cagar Budaya yang Dilindungi Pemerintah Kota Surakarta, 2 Dicoret dari daftar karena usia pembangunan kurang dari 50 tahun Portal Surakarta ·Wikipedia:Buku/Surakarta