Masjid Hunto Sultan Amai adalah masjid tertua yang di Provinsi Gorontalo. Masjid ini dibangun pada tahun 1495 oleh Sultan Amai, pemimpin Kerajaan Gorontalo yang pertama kali masuk Islam dan diberi nama Masjid Hunto Sultan Amai. Hunto singkatan dari Ilohuntungo berarti basis atau pusat perkumpulan agama Islam kala itu. Lokasi Masjid Hunto Sultan Amai berada di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo
Sejarah
Ketika Sultan Amai hendak meminang putri Raja Palasa yang Muslim, ia diberi syarat untuk masuk Islam terlebih dahulu. Untuk lebih memantapkan keislamannya, Sultan Amai membangun sebuah masjid. Masjid ini kemudian dipergunakan sebagai mahar pernikahan antara Sultan Amai dan putri Raja Palasa. Setelah berdiri, masjid ini bukan saja menjadi simbol hadiah pernikahan raja semata. Banyak kegiatan dan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Gorontalo.
Masjid ini menjadi basis perkembangan agama Islam di Gorontalo. Sultan Amai bahkan mengundang ulama terkemuka dari Arab Saudi bernama Syekh Syarif Abdul Aziz untuk lebih mengembangkan penyebaran Islam di Gorontalo.
Masjid yang telah masuk menjadi benda cagar budaya ini telah banyak mengalami perubahan dan renovasi. Namun, beberapa bentuk keasliannya tetap terjaga, di antaranya, bangunan utama masjid yang berukuran 12 x 12 meter yang tetap dipertahankan bentuknya.
Sedangkan di bagian depan dan samping dibangun ruangan-ruangan tambahan. Di depannya kini ada ruangan tambahan seluas 60 meter persegi sedangkan di sebelah utara ruang utama juga dibangun ruangan tambahan dengan ukuran 8 x 12 meter.
Selain bangunan yang telah berusia ratusan tahun lamanya, di dalamnya banyak benda peninggalan masa lampau. Bahkan, ada yang telah berusia 600 tahun.
Benda-benda tersebut, antara lain, mimbar tempat khotbah, tiang-tiang ruang utama masjid, beduk yang terbuat dari kayu randu, Alquran dengan tulisan tangan, buku Me’raji tulisan tangan dalam bahasa Gorontalo dengan huruf Arab Melayu, serta berbagai ornamen kaligrafi tulisan Arab.
Di masjid ini juga terdapat sebuah sumur tua yang letaknya berada di kiri masjid. Sebagaimana masjid tua, keberadaan sumur untuk memenuhi kebutuhan air bagi yang ingin beribadah selalu menyertainya. Sumur ini dibangun bersamaan dengan dibangunnya masjid.
Sumur ini dibuat dengan menggunakan batu kapur dan direkatkan dengan putih telur burung maleo. Sumur ini memiliki diameter sekitar satu meter dengan kedalaman sekitar tujuh meter. Sultan Amai sendiri, setelah wafat, dimakamkan di area masjid ini.
Pranala luar