Masjid Agung Manonjaya adalah masjid yang terletak di Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Bagian utara dan selatan masjid berbatasan dengan jalan raya. Sedangkan bagian timur berbatasan dengan Sekolah Dasar dan alun-alun. Luas lahannya seluas 6159 m2 dengan keadaan tanah mengandung pasir dengan ketinggian 1 meter dari permukaan tanah yang datar. Masjid Agung Manonjaya berbentuk persegi. Sekeliling masjid dikeilingi oleh pagar tembok. Arah masjid menghadap ke timur dengan pintu masuk halaman masjid terdapat di timur, utara, dan selatan. Pondasi masjid sangat padat dengan lantai dari tegel berwarna merah sedangkan lantai di depan mihrab dilapisi karpet hijau. Pada bagian timur terdapat penarnpil serambi yang menuju ke ruang salat dan menghubungkan koridor serambi. Masjid Agung Manonjaya juga punya pawestren, gudang, dan perpustakaan.[1] Pemerintah sudah menetapkan Masjid Manonjaya yang memiliki luas 1.250 meter persegi ini menjadi kawasan cagar budaya. Ketetapan pemerintah itu dikeluarkan oleh Badan Arkeologi RI yang merujuk UU Kepurbakalaan pada 1 September 1975 bersama dengan Masjid Agung Sumedang.
Sejarah
Keberadaan masjid tersebut tidak lepas dari sejarah Tasikmalaya. Adanya Masjid Manonjaya ini, karena Manonjaya pernah menjadi ibu kota Tasikmalaya. Lebih dari seratus tahun silam, Kec. Manonjaya pernah menjadi ibu kota Kab. Tasikmalaya. Namun, ketika itu namanya masih disebut dengan Kab. Sukapura.
Masjid Agung Manonjaya dibangun sekitar tahun 1834 pada saat Bupati Sukapura dijabat Wiradadaha VIII. Pembangunan masjid itu dilakukan bersamaan dengan pemindahan ibu kota kabupaten, dari Pasirpanjang (kini Sukaraja) ke Manonjaya (saat itu masih bernama Harjawinangun).
Arsitektur
Dari segi arsitekturnya, Masjid Agung Manonjaya ini begitu kental dengan nuansa Neoklasik, seperti kekhasan bangunan di Eropa. Secara umum, arsitektur Masjid ini memadukan desain Eropa dengan arsitektur tradisional Sunda. Nuansa tradisional itu sangat terasa dengan bentuk dari elemen bangunan, seperti ruang salat untuk wanita, serambi (pendopo) di sebelah timur, dan mustaka (memolo) yang konon merupakan peninggalan dari Syekh Abdul Muhyi, ulama asal Pamijahan, Tasikmalaya Selatan. Beberapa unsur bangunan yang sangat khas dan melambangkan percampuran unsur tradisional dengan Eropa klasik itu adalah atap tumpang tiga, serambi (pendopo), dan struktur saka guru yang terdapat di tengah-tengah ruang salat.
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan tiang saka guru yang berjumlah 10 buah. Konstruksi tiang-tiang saka guru tampak berbeda dibandingkan konstruksi serupa yang lazim ada di bangunan masjid-masjid masa lalu dan masa kini. Bila Masjid Agung Demak menggunakan tiang saka guru yang terbuat dari kayu, sebaliknya tiang saka guru Masjid Manonjaya ini menggunakan material pasangan batu bata. Masing-masing tiang saka guru berbentuk persegi delapan dengan diameter 80 cm. Di masjid ini terdapat 51 tiang dari total 61 tiang yang ada dengan diameter antara 50-80 sentimeter (cm) yang terletak di beranda masjid. Tepat di depan beranda itu juga bisa menikmati keindahan dan kekokohan dua buah menara yang pada masa lalu digunakan muazin untuk mengumandangkan azan. Kedua menara itu persis mengapit pintu gerbang utama yang menghadap langsung ke alun-alun Manonjaya.
Kekhasan lainnya dari masjid ini adalah keberadaan mustaka (memolo) di atas atap tertinggi masjid dengan konsep Tri tangtu dalam Budaya Sunda. Seperti umumnya masjid yang dibangun pada masa lalu, Masjid Agung Manonjaya ini juga menggunakan bahan yang terbuat dari kayu jati, kapur, dan tanah liat. Ketiga material itu digunakan sebagai bahan struktur rangka dan campuran tembok masjid.
Bangunan masjid yang didominasi warna putih dengan atap warna hijau, memiliki arsitektur khas. Selain ornamen bergaya campuran tradisional maupun luar, masjid ini juga disangga puluhan tiang berukuran besar. Dari total luas lahan sekira 6.159 m2, terbagi menjadi beberapa bagian yaitu bangunan utama masjid dengan luas sekira 637,5 m2 dan bangunan tambahan 289,5 m2. Masjid tersebut berdiri kokoh dengan disangga sekira 62 tiang. Tiang yang menyangga bangunan utama terdapat sekira 30 buah dan penyangga bangunan tambahan sekira 32 buah.
Gempa Tasikmalaya Merobohkan Masjid Agung Manonjaya
Gempa yang terjadi Rabu, 2 September 2009 menghancurkan masjid sarat sejarah yang berdiri sejak 1832 itu. Sebanyak 60 tiang penyangga yang kerap disebut Dalem Sewidak tak mampu menahan kuatnya gempa. Bagian depan masjid roboh seketika. Kini tinggal kayu-kayu penyangga atap masjid yang berserakan. Untungnya, saat kejadian tak ada orang di dalam masjid.
Sampai saat ini rehabilitasi Masjid Agung Manonjaya masih belum selesai, padahal Masjid Agung Manonjaya merupakan masjid yang dikategorikan Situs Purbakala di mana perawatan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah Pusat, yang di mana warga yang ingin membantu merehabilitasi Masjid tersebut terkendala dengan status ke Purbakalaan.
Referensi
- ^ Sugiyanti, dkk. (1999). Masjid Kuno Indonesia (PDF). Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. hlm. 105. ISBN 979-8250-16-8.