Lini masa sejarah pameran seni di Indonesia
Halaman ini merupakan lini masa dari sejarah pameran seni di Indonesia. Jangka waktu terbagi menjadi dua periode besar pra- dan pasca-Kemerdekaan.
Pra-Kemerdekaan
1700-an
1900-an – 1945
- 1900 – Bioskop pertama dibuka di Batavia yang bernama Gambar Idoep.[1]
- 1902 – Nederlandsch Indische Kunstkring atau NIK (Asosiasi Lingkar Seni Hindia Belanda) didirikan.[1]
- 1902 – Pameran 80 lukisan berjudul Nederlandsch-Indische en Europeesche Meesters (Maestro Hindia Belanda dan Eropa) kerja sama antara Nederlandsch Indische Kunstkring dengan Arti et Amicitae.
- 1902–1918 – Bermunculan banyak kunstkring (perhimpunan peminat seni) di Hindia Belanda, pada tahun 1918 terdapat 28 kunstkring.[1]
- 1905 – Pameran tunggal pertama yaitu berupa karya etsa dan gambar di Bali, Hindia Belanda oleh W.O.J. Nieuwenkamp, seorang seniman Eropa.[1]
- 1906 – Pameran Rembrandttentoonstelling Photogravures yang menampilkan karya ciptaaan ulang milik Rembrandt van Rijn. Pameran berlangsung di beberapa kota, pertama yaitu Batavia dengan pengunjung lebih dari 3.600 orang serta dilanjutkan ke Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, dan Medan.[1]
- 1913 – Pameran tunggal seorang seniman Jerman bernama Max Fleischer.[1]
- 1914 – Perubahan nama Nederlandsch-Indische Kunstkring (NIK) menjadi Bataviasche Kunstkring (BK).[1]
- 1929 – Pameran tunggal Rudolf Bonnet di Bataviasche Kunstkring.[1]
- 1934–1940 – Pameran koleksi P.A Regnault diadakan rutin secara tahunan di Bataviasche Kunstkring yang menampilkan karya-karya antara lain dari Pablo Picasso, Marc Chagall, Paul Gauguin, Kees van Dongen, Vincent Van Gogh, Wassily Kandinsky dan Georg Grosz.[1]
- 1936 – Pameran Verkoops-Tentoonstelling Balische-Kunst van Pita Maha diadakan di Bataviasche Kunstkring yang menampilkan karya-karya seni rupa modern Bali dari kelompok Pita Maha
- 1938 – Pameran Indische Bondscollectie diadakan di Bataviasche Kunstkring. S. Sudjojono dan Siauw Tik Kwie merupakan dua peserta pameran dari kalangan non-Belanda.
- 1938 – Persatuan Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) didirikan.[2][3] Kelompok ini diketuai oleh Agus Djaya dengan S. Sudjojono sebagai sekretarisnya dan beranggotakan para pelukis Indonesia yaitu Ramli, Abdulsalam, Otto Djaya, S. Tutur, Emiria Soenassa, L. Setijoso, S. Sudiardjo, Saptarita Latif, Herbert Hutagalung, Sindusisworo, TB. Ateng Rusyian, Syuaib Sastradiwilja, Sukirno, dan Suromo.[3]
- 1939 – PERSAGI mengadakan pameran kelompok pertamanya di Kunstzaal Kolff, sebuah toko buku di Batavia.[2]
- 1941 – Pameran pelukis PERSAGI diadakan di Bataviasche Kunstkring.[4]
- 1941 – Pameran bersama Rudolf Bonnet, Ries Mulder, Walter Spies, dan W. Schippers di Bataviasche Kunstkring.
- 1942 – Pameran Memenangkan Perang Asia Timur Raya diadakan di Bataviasche Kunstkring sebagai bagian dari upaya propaganda Pemerintah Pendudukan Jepang.
- 1942 – Pusat Tenaga Rakyat didirikan dan dipimpin oleh tokoh Empat Serangkai: Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur atas prakarta Pemerintah Pendudukan Jepang.
- 1943–1944 – Pameran keliling Pertoendjoekan Loekisan Djawa Baroe diadakan di Batavia, Bandung, Surabaya, Malang, dan Solo. Pameran ini diadakan oleh Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) yang didirikan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang.[5]
Pasca-Kemerdekaan
1945–1950
- 1945 – Departemen Penerangan Republik Indonesia mengadakan pameran lukis pertama yang diadakan oleh pemerintah setelah Kemerdekaan Indonesia yang diadakan di gedung Bataviasche Kunstkring dan aula Geneeskundige Hoge School (sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).[6] Pameran ini diselenggarakan hanya beberapa minggu sebelum ibu kota dipindahkan ke Yogyakarta.
- 1945 – Sejumlah seniman, guru, pedagang, kerani, bergabung dan mendirikan Angkatan Seni Rupa Indonesia dipimpin oleh Bung Husein yang kemudian berpameran bersama di penghujung tahun di Medan. Ini adalah pameran seni rupa pertama di Medan.
- 1946 – Pameran keliling Gaboengan Peloekis Tasikmalaja dengan Affandi sebagai salah satu pendirinya.
- 1946 – Seniman Indonesia Muda (SIM) dibentuk di Madiun di bawah naungan Departemen Penerangan, Sekretariat Menteri Negara Urusan Pemuda, dan Biro Perjuangan untuk mendokumentasikan perjuangan semasa Revolusi Nasional Indonesia. Kelompok ini beranggotakan para pelukis seperti S. Sudjojono, Dullah, Affandi, Hendra Gunawan, Srihadi Soedarsono, Zaini, dan Trisno Sumardjo.
- 1947 – Hendra Gunawan dan Affandi medirikan sanggar Pelukis Rakyat di Yogyakarta setelah keluar dari keanggotaan SIM. Para anggotanya antara lain Trubus Soedarsono, Rustamadji, C.J. Ali Marhaban, Sajono, Edhi Sunarso, Soedarso, Setjojoso, Abas Alibasyah, Fadjar Sidik, Kusnadi, Nasir Bondan, Djoni Trisno, Soetopo, Permadi Lyosta, Chairul Bahri, Yuski Hakim, Martian Sagara, Trisno Sjawal, A. Rahmat (Samson), Ramli, Batara Lubis, Itji Tarmizi, Kristofer Latuputi, Asmun, dan Sahit.[7]
- 1947 – Pameran keliling SIM.[1] Pameran ini diselenggarakan di beberapa kota di Jawa ditengah terjadinya Agresi Militer Belanda I.
- 1948 – Pameran bersama Pelukis Rakyat dan SIM yang diadakan bersamaan dengan Kongres Kebudayaan I di Magelang.[1]
- 1948 – Sanggar Pelukis Rakyat mengadakan pameran seni patung modern di Pendopo Wetan Museum Sonobudoyo, Yogyakarta.[1]
- 1950 – Seteleng Seniman Indonesia Muda diselenggarakan sebagai pameran kelompok para anggota SIM[1]
- 1950 – Pameran St. Lucas Guild diselenggarakan bersamaan konferensi Organisasi Buruh Internasional (ILO)[1]
- 1950 – Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) didirikan di Yogyakarta dan diprakarsai oleh RJ. Katamsi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Kusnadi, Djajengasmoro, dan Sindusisworo.
- 1950 – Lingkar Kesenian Indonesia (LKI) dan Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional didirikan. Kedua lembaga ini beranggotakan sekitar 120 asosiasi seni dan budaya dari Jawa, Sumatra, dan Kalimantan.[1]
- 1950 – Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) didirikan dan berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia.[1]
- 1950 – Surat Kepercayaan Gelanggang diterbitkan di Majalah Siasat. Surat ini disusun oleh sejumlah seniman dan sastrawan antara lain Asrul Sani dan Rivai Apin.
1950an
- 1954 – Balai Budaya didirikan di Jakarta yang digunakan sebagai ruang pameran dan pusat kebudayaan.[1]
- 1954 – Pameran Mahasiswa (Seni Rupa) Bandung dari Institut Teknologi Bandung di Balai Budaya yang menampilkan karya-karya lukisan abstrak. Dalam tulisannya yang berjudul Bandung Mengabdi Laboratorium Barat, Trisno Sumardjo mengkritik pameran ini.[8] Dari sinilah, perdebatan antara Mahzab Bandung yang bercorak abstrak dan Mahzab Yogyakarta yang cenderung bertema kerakyatan bermula.[1]
- 1955 – Pameran Sanggar Pelukis Rakyat dalam rangka peringatan ulang tahun PKI.[1]
- 1955 – Sejumlah seniman seperti S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Henk Ngantung, dan Trubus Soedarsono terpilih menjadi anggota Parlemen dalam Pemilu 1955.[1]
- 1955 – Dullah, diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi pelukis istana yang bertugas merawat karya-karya seni koleksi Presiden. Ia juga dipercaya untuk menyusun buku "Lukisan-lukisan Koleksi Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia".[1]
- 1955 – Exposisi Senirupa Indonesia Klasik & Modern diselenggarakan sebagai bagian Konferensi Asia Afrika. Bertempat di Gedung Lyceum Bandung, 66 seniman mengikuti pameran ini, antara lain Srihadi Soedarsono, But Muchtar, Haryadi Suadi dan Fadjar Sidik.[1]
- 1956 – Pameran lukisan Lembaga Seniman Yin-Hua (Yin Hua Meishu Xiehui), yang merupakan perkumpulan pelukis keturunan Tionghoa di Indonesia. Bertempat di Hotel des Indes, pameran diikuti 46 seniman seperti Lee Man Fong, Tjan Kiong Beng, Tsao Ta Li, dan Oei Tiang Oen yang menampilkan 242 karya. Pameran ini dibuka oleh Presiden Soekarno.[9]
- 1959 – Pameran LEKRA Operasi Gempa Langit III sebagai hasil program TURBA (Turun ke Bawah), serupa riset etnografi dan residensi para seniman di beberapa daerah, antara lain: Gunungkidul, Yogyakarta, dan Tambaklorok, Semarang.[1]
- 1959 – Pameran LKI di Surakarta.[1]
- 1959 – Sanggar Bambu, wadah kesenian untuk remaja dan seniman yang berbasis di kampung-kampung, didirikan di Yogyakarta oleh Soenarto Pr, Moeljadi W. Wardojo, dan beberapa seniman lain. Selain seni rupa, juga dikenal karena aktivitas teater, sastra dan musik.[1]
1960an
- 1960 – Pameran BMKN di Bandung.[1]
- 1961 – Sanggar Bumi Tarung didirikan di Yogyakarta oleh Amrus Natalsya, Djoko Pekik, Misbach Tamrin, dan lain-lain dengan mengusung aliran realisme revolusioner dan menegakkan prinsip-prinsip LEKRA dalam berkesenian. Semua anggota sanggar ini adalah anggota LEKRA.[1]
- 1962 – Lee Man Fong menggantikan Dullah sebagai pelukis istana dan penyelia koleksi kepresidenan.[1]
- 1963 – Sejumlah seniman dan budayawan antara lain: H.B Jassin, Goenawan Mohamad, Nashar memprakarsai Manifes Kebudayaan, sebagai respon atas pergerakan budaya yang cenderung kiri. Manifes ini berdasar pada humanisme universal. Setahun setelah dideklarasikan, manifes ini dilarang oleh pemerintah.[1]
- 1963 – Pameran untuk menyambut penyelenggaraan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (The Games of the New Emerging Forces, GANEFO) menunjukkan pertentangan yang makin tajam antara kubu ‘kiri’ dengan kubu ‘humanisme universal’. Asrul Sani menjadi penyelia pameran ini. Oleh penentangnya, pameran ini diangggap lebih banyak menyertakan karya abstrak-figuratif, yang tidak sesuai dengan kehendak 'pelukis-pelukis baik, revolusioner, progresif, dan patriotik.[1]
- 1965 – Pecahnya peristiwa Gerakan 30 September. Pasca terjadinya peritiwa ini, LEKRA dibubarkan.
- 1966 – Pameran 11 Seniman Bandung yaitu Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Popo Iskandar, But Muchtar, Srihadi Soedarsono, Gregorius Sidharta, A.D. Pirous, Kaboel Soeadi, Jusuf Affendi, Rita Widagdo, Angkama Setiadipradja diadakan di Balai Budaya, Jakarta.
- 1968 – Sanggar Bambu bekerja sama dengan Pemuda Katolik Tjabang Katedral Djakarta mengumpulkan 59 pelukis dan pematung untuk memamerkan 118 karya dalam Aksi Natal di Jl. Katedral, Jakarta.[1]
- 1969 – Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada tanggal 17 Juni.[1] Pada masa ini, anggota DKJ diangkat oleh Akademi Jakarta, sebagai penasehat Gubernur dalam bidang seni dan budaya.
- 1970 – Galeri Cipta dibangun di Taman Ismail Marzuki (TIM).[1] Galeri ini kemudian menjadi salah satu ruang pamer utama dan menjadi tempat diselenggarakannya berbagai pameran besar di Jakarta.
1970an
- 1971 – Grup 18, yang beranggotakan para seniman Bandung antara lain A.D. Pirous, Ahmad Sadali, Mochtar Apin, Rita Widagdo, Sunaryo, Sanento Yuliman, dan Samsudin Hardjakusumah mengadakan pameran karya-karya cetak saring di Galeri Cipta, Jakarta.[1]
- 1972 – Pameran keliling Kelompok 5 Pelukis Muda Yogyakarta.[1]
- 1973 – DKJ menyelenggarakan Pameran Patung Kontemporer Indonesia di Taman Ismail Marzuki.[1]
- 1974 – Pameran Senilukis Indonesia diadakan oleh DKJ di TIM, diikuti oleh 81 seniman dan menampilkan lebih dari 200 karya.[1] Pameran ini nantinya akan berevolusi menjadi Jakarta Biennale.
- 1974 – Pemberian anugerah pada karya-karya terbaik pada Pameran Senilukis Indonesia menuai protes dari beberapa seniman dan sastrawan, terutama kalangan muda yaitu: Muryotohartoyo, Juzwar, FX Harsono, Bonyong Munni Ardhi, M. Sulebar, Ris Purwana, Daryono, Siti Adiyati, D.A Peransi, Baharudin Marasutan, Ikranegara, Adri Darmadji, Hardi, dan Abdul Hadi WM. Perisitiwa ini dikenal sebagai Desember Hitam.[10]
- 1975 – Pameran Lukisan-Lukisan Dunia Minyak Indonesia diselenggarakan melalui kerjasama DKJ dan Pertamina.[1]
- 1975 – Pameran Seni Rupa Baru Indonesia diadakan setiap dua tahun dari 1975 hingga 1979 di TIM. Pameran ini merupakan keberlanjutan dari peristiwa Desember Hitam dan menampilkan karya-karya seniman muda dengan beragam kebaruan bentuk dan gagasannya yang disebut sebagai Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia.[1]
- 1975 – Pameran Gambar Cetak Saring MCMLXXV diadakan di TIM yang menampilkan karya-karya cetak saring dari para seniman Decenta.[1]
- 1976 – Pameran Seabad Seni Rupa Indonesia diadakan sebagai pembuka sekaligus peresmian Balai Seni Rupa dan Keramik, Jakarta. Pameran ini menampilkan koleksi-koleksi milik Istana Presiden, Pemda DKI dan juga sumbangan serta pinjaman dari kolektor pribadi seperti Adam Malik dan Alex Papadimitriou.[11] Balai Seni Rupa dan Keramik kelak berubah nama menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik.
- 1976 – Pameran Konsep Seni Rupa Baru Indonesia di Balai Budaya Jakarta, menampilkan pameran sebagai peristiwa seni kejadian (happening) yang berlangsung tanpa henti selama 72 jam.[1]
- 1977 – Pergelaran Seni Kepribadian Apa, di Gedung Senisono, Yogyakarta. Pameran ini ditutup oleh polisi karena dianggap radikal.[1]
- 1979 – Pameran Bung Karno dan Seni yang menampilkan koleksi lukisan, wayang, kain batik, dan sketsa arsitektur koleksi pribadi Soekarno. Sebuah buku berjudul sama yang ditulis oleh Sitor Situmorang, Wiyoso Yudoseputro, Sudarmadji juga diterbitkan oleh Yayasan Bung Karno.[12]
- 1979 – Pameran Seni Rupa Baru Indonesia (1979) menjadi pameran terakhir kelompok Seni Rupa Baru, yang ditandai dengan peluncuran buku ‘Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia.’[1]
1980an
- 1982 – Pameran Seni Rupa Lingkungan oleh mahasiswa Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di pantai Parangtritis, Yogyakarta.[1]
- 1985 – Pameran karya-karya surealisme Yogya yang berjudul Surealis 85 diselenggarakan di Bentara Budaya Yogyakarta.[1]
- 1985 – Pameran Seni Rupa Proses 85 di Pasar Seni Ancol yang mengangkat isu-isu lingkungan di kawasan Teluk Jakarta.[1]
- 1985 – Pameran Temunya Dua Ekspresionis Besar oleh Jeihan Sukmantoro dan S. Sudjojono berlangsung di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta dan dianggap menandai awal boom seni lukis di Indonesia.[13]
- 1987 – Pasaraya Dunia Fantasi, proyek seni dan pameran kolektif berbasis riset, diselenggarakan di Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.[14]
- 1989 – Rumah Seni Cemeti didirikan di Yogyakarta sebagai ruang seni alternatif.[1]
- 1989 – Kelompok seni Sumber Waras aktif mengadakan performans dan happening di Bandung. Kelompok ini beranggotakan seniman antara lain Tisna Sajaya, Isa Perkasa, Arahmaiani, Diyanto, Marintan Sirait, dan Andarmanik.
- 1990 – Kelompok Perengkel Jahe kerap mengadakan kegiatan happening dan seni performans di tempat umum di Bandung.[1]
1990an
- 1991 – Festival Istiqlal, sebuah pameran kebudayaan Indonesia yang bernafaskan Islam diselenggarakan di kompleks Masjid Istiqlal Jakarta. Pameran ini menampilkan beragam ekspresi kesenian, baik seni rupa, seni pertunjukan, kaligrafi, serta arsitektur, dan sastra.[1]
- 1991 & 1993 – Proyek seni alternatif Teka-Teki Seni Aral berupa performans dan instalasi diadakan di Bandung.[1]
- 1993 – Binal Eksperimental Arts diadakan untuk menandingi Biennale Seni Lukis Jogja III, yang ditentang generasi muda perupa. Mereka menganggap proses kurasi bienial tersebut tidak tanggap pada perkembangan terbaru seni rupa di Yogyakarta.[1]
- 1993 – Bienal Seni Rupa Jakarta IX diadakan di Taman Ismail Marzuki, merupakan pameran yang pertama kali menggunakan kata ‘kurator’ sebagai perumus pilihan dan penyajian karya, dan menggunakan istilah seni rupa kontemporer.[15]
- 1993 – Pameran Instalasi 5 di Galeri Hidayat, menampilkan: Nyoman Erawan, Krisna Murti, Made Djirna, Riyanto Sudikyo dan Diyanto.[16]
- 1995 – Pameran Seni Rupa Kontemporer Negara- Negara Non-Blok (Contemporary Art of the Non-Aligned Countries) dilaksanakan di Gedung Seni Rupa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta diikuti oleh seniman dari 41 negara-negara Non-Blok dengan dukungan penuh pemerintah dan seminar seni rupa kontemporer yang memperlihatkan jejaring seni rupa kontemporer global dan kekuratoran yang berkembang ketika itu.[17] Gedung Seni Rupa tempat pameran ini diselenggarakan kemudian menjadi Galeri Nasional Indonesia.
- 1997 – Pameran Slot in the Box di Cemeti Art House, Yogyakarta, di mana FX Harsono menampilkan Destruction—karya performans yang provokatif, di saat minggu tenang sebelum Pemilu 1997.[18]
- 1998–2000 – Pameran AWAS! Recent Art from Indonesia menampilkan karya 17 seniman di 5 negara. Pameran ini mengkaji perkembangan seni rupa kontemporer dalam menanggapi perubahan ekonomi, sosial dan politik masa itu. Dikoordinasi oleh Yayasan Seni Cemeti, pameran ini dapat dianggap sebagai salah satu yang terpenting pasca Reformasi, karena penggunaan medium yang makin beragam, dan ekspresi kesenian yang sangat terbebaskan, setelah belenggu Orde Baru.[1]
- 2000 – The History of Blup – The End of Art: The End of Nothing diselenggarakan di Taman Budaya, Jawa Barat, Bandung.[1]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay az ba bb Esche, Charles; Hujatnika, Agung (2017). Art Turns. World Turns. Exploring the Collection of the Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara. Jakarta: The Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN). ISBN 978-602-50539-0-0.
- ^ a b Brochure Kesenian (1949). Kementerian Penerangan Republik Indonesia
- ^ a b "Indonesian Visual Art Archive | Koleksi Dokumen PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia)". archive.ivaa-online.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-01-29.
- ^ Soetijoso (1941). Pertoendjoekan Loekisan-Loekisan Indonesia di Kunstkring Djakarta. Majalah Poedjangga Baroe, No. II Tahun VIII, Mei 1941
- ^ Pertoendjoekan Loekisan di Djawa. Majalah Djawa Baroe, 1943.
- ^ Sketsa-Sketsa Henk Ngantung dari Masa ke Masa. Jakarta: Sinar Harapan. 1981
- ^ "Artworks". archive.ivaa-online.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-01-30.
- ^ Sumardjo, Trisno (1954). Bandung Mengabdi Laboratorium Barat. Majalah Siasat, 5 Desember 1954.
- ^ Sumardjo, Trisno (1956). Pameran Senirupa Yin Hwa. Majalah Siasat, 25 Januari 1956.
- ^ "Indonesian Visual Art Archive | Detil Koleksi Dokumen". archive.ivaa-online.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-02-05.
- ^ Pameran Se~Abad Seni Rupa Indonesia. Jakarta: Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, 1976
- ^ Bung Karno dan Seni. Jakarta: Yayasan Bung Karno, 1979.
- ^ Temunya 2 Ekspresionis Besar. Jakarta: Citibank; Dewan Kesenian Jakarta, 1985.
- ^ Seni Rupa Baru Proyek 1: Pasaraya Dunia Fantasi. Jakarta: Percetakan Gramedia, 1987.
- ^ Bienniale Seni Rupa Jakarta IX. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta, 1993
- ^ Murti, Krisna, eds. Instalasi 5: Considering the Tradition. Bandung: Galeri Hidayat, 1993
- ^ Sedyawati, Pirous, Supangkat, dan T.K. Sabapathy, eds. Contemporary Art of the Non-Aligned Countries. Jakarta: Balai Pustaka, 1997
- ^ Slot in The Box. Yogyakarta: Cemeti Art Foundation, 1997
|
|