Kritik sastra feminisKritik sastra feminis adalah salah satu kritik sastra yang berusaha mendeskripsikan dan mengkaji pengalaman perempuan dalam berbagai karya sastra, terutama dalam novel.[2] Umumnya, pengkajian karya sastra ini menggunakan sudut pandang pemikiran feminis. Karya sastra tersebut merefleksikan latar belakang penulis feminis dan bentuk perlawanan terhadap budaya patriarki dan ketidaksetaraan hak antara perempuan dan lelaki. Kritik sastra feminis juga termasuk dalam ragam karya kritik sastra untuk memanfaatkan kerangka berdasarkan pemikiran teoretis. Pemikiran dalam sudut pandang feminisme saat individu melakukan penafsiran serta mengevaluasi ragam karya sastra. Adapun makna dari kata kritik itu sendiri merujuk pada fenomena di tengah masyarakat. Kritik sastra mengalami perkembangan di wilayah Eropa pada abad ke-17, tepatnya di Inggris. Pada masa inilah pengertian kritik sastra feminis mengalami perluasan makna. Perluasan tersebut tampak pada munculnya istilah teori sastra dan kritik praktik. Para pemikir di masa tersebut mengganti istilah poetika. Masih di wilayah Eropa, di Jerman terdapat pengertian bahwa kritik sastra menjadi sempit maknanya. Penyempitan makna tampak dalam pengertian kritik sastra yang menjadi ukuran bahasa sehari-hari beserta pendapat sastra mana saja. Kemudian, pengertian kritik sastra menjadi identitas kuat berbahasa di Inggris melalui terbitnya karya tulisan berjudul Principles of Literary Critism tahun 1924 oleh I.A. Richards.[1] Kritik sastra feminis menekankan pada pemahaman secara deskriptif terdapat penindasan kepada pihak perempuan di dalam sebuah karya tulisan. Terdapat anggapan bahwa sebelum ada kritik sastra feminis, tulisan sejarah sastra umumnya dikonstruksi oleh fiksi laki-laki. Berkaitan dengan hal tersebut, kritik sastra feminis bertujuan melakukan konstruksi ulang serta membaca kembali berbagai karya. Tulisan yang direkonstruksi berfokus pada sudut pandang perempuan beserta sifat sosiolinguistiknya. Karya sastra feminis pada umumnya mencerminkan aspek budaya, sosial, identitas, dan ekonomi berpengaruh di dalamnya. Kritik sastra feminis salah satunya hadir lebih memahami pengalaman penulis juga menganalisisnya sesuai dengan elemen-elemen yang ada pada sebuah karya sastra. Isu yang disajikan dalam karya sastra feminis memiliki fokus yang beragam dan perkembangan seiring zamannya. Melalui kritk sastra feminis, individu dapat mengangkat masalah ideologi secara berkepanjangan yang dianggap berdominasi pada laki-laki. Kritik tersebut cenderung menyentuh sikap patriakal laki-laki dalam menafsirkan tulisan. Berhubungan dengan kritik feminis yang menyerang tulisan laki-laki mengenai pengertian nilai pada sastra. Oleh karena itu, kritik sastra feminis mengutamakan para penulis dari kaum perempuan. Melalui penulis perempuan, terdapat sikap menantang gagasan serta sudut pandang yang dianggap tradisional dari kaum laki-laki. Bagaimana laki-laki menuangkan gagasan mengenai perempuan bertindak. SejarahKritik sastra feminis pertama kali muncul atas gerakan feminisme tahun 1700-an di Amerika Serikat. Selanjutnya, kritik dalam paradigma bersifat revolusioner lahir pada abad ke-20, tepatnya tahun 1960, meskipun pada prosesnya berlangsung pada tahun 1920. Gerakan tersebut membutuhkan sebuah pendekatan yang beragam agar penyelarasan gagasan kritik sastra feminis ini dapat dipahami penulis perempuan lain beserta karyanya.[2] Demikian gerakan feminis hadir sebagai perjuangan hak-hak perempuan yang terpinggirkan termasuk dalam menyuarakan suatu ekspresi mengenai hak dasar asasi manusia, hak kesetaraan upah, hak berpolitik dan lainnya. Kritik sastra feminis menjadi penerus ideologi tersebut agar pembaca dapat memahami sudut pandang feminis dan kesetaraan. Karya tulisan laki-laki menganalisis bagaimana kaum perempuan menghadapi masalah dalam kehidupan. Hal tersebut berpengaruh pada kemunculan kritik sastra feminis. Bagaimana penulis perempuan mempermasalahkan prasangka dibentuk oleh kaum laki-laki. Tujuan dari kritik sastra feminis menghindarkan kaum laki-laki ketika menilai perempuan berperan menjadi sosok yang dianggap lebih rendah sehingga penulis perempuan merasa diremehkan. Walaupun demikian, dari pemikiran antara penulis perempuan terhadap kaum laki-laki telah membuka sudut pandang lain. Salah satunya muncul istilah ecriture feminine. Atau karya tulis perempuan dengan menekankan pada penggunaan gaya dan bahasa.[1] Ecriture feminine dalam kritk sastra feminis, berarti bahwa perempuan mempunyai cara tersendiri mengekspresikan dirinya. Mengapa harus ada istilah Ecriture feminine yang sangat berlawanan dengan cara bagaimana kaum laki-laki, tujuannya menggambarkan pandangan perempuan melalui bahasa dan wacana. Pandangan tersebut kerapkali dihubungkan dengan pandangan kaum feminis Perancis. Sebuah analisis penggambaran kaum laki-laki dan perempuan oleh pengarang laki-laki ataupun perempuan dianggap penting. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang mendasar sehingga harus memisahkan karya tulis kaum laki-laki dan kaum perempuan. Pengecualian bahwa cara kaum kritikus dan pengarang laki-laki dianggap merendahkan kaum perempuan. Cara pandang dalam kritik feminis bersinggungan dengan teori-teori Marxis, Sosialis, dan Psikoanalisis. Hal tersebutlah memunculkan pendekatan yang sangat bervariasi. Hal tersebut menyebabkan tidak terlalu jelas penerapan pemikiran dalam kritik sastra feminis sehingga menjadi kelemahan tersendiri. Oleh karena itu terdapat kesalahtafsiran antara feminist critics (perempuan sebagai pembaca) dan gyno critics (perempuan sebagai penulis). Apabila melihat di Indonesia, bagaimana kritik sastra feminis hadir pada karya, telah ada penulis-penulis perempuan. Adalah Nh. Dini, Marianne Katoppo, dan Toety Heraty. Selain ketiga penulis perempuan tersebut, telah ada para kritikus perempuan, pada saat mengutarakan analisisnya masih menggunakan teori-teori maskulin. Kritik sastra feminis bertujuan menghapus perbedaan gender antara laki-laki dengan perempuan. Hal tersebut dimulai dengan terbitnya tulisan Mary Wollstonecraft yang berjudul A Vindication of the Rights of Women (Pembenaran terhadap Hak-Hak Perempuan, 1792). Kemudian, menyusul karangan John Stuart Mill, The Subjection of Women (Penjajahan terhadap Kaum Perempuan, 1869), dan pengarang perempuan dari Amerika, Margeret Fuller, menulis Women in the Nineteenth Century (Perempuan dalam Abad ke Sembilan Belas, 1845). Gerakan Suffragette (kaum perempuan di Inggris pada permulaan abad XX yang menuntut hak memilih untuk kaum perempuan) meneruskan perjuangan mereka tersebut.[1] Referensi
|