Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Indonesia adalah sebuah kawasan perdagangan dan pelabuhan yang berada dalam wilayah Indonesia yang di dalamnya terjadi proses penggudangan barang, handling, kegiatan manufaktur serta kegiatan reekspor tanpa hambatan oleh otoritas kepabeanan.[1] Di dalam Kawasan Bebas diperlakukan kebijakan melalui penghapusan atas rezim bea dan cukai berikut halangan non-tarif serta pajak pada perdagangan internasional dalam hal pabean diberlakukan sama sebagaimana produk sektor produksi lokal bilamana dijual di dalam negeri. Kebijakan ini berguna untuk mengurangi atau menghilangkan keseluruhan hambatan perdagangan di mana barang dapat mendarat, masuk, ditangani, diproduksi atau dilakukan penjualan ulang, dan direekspor di Kawasan Bebas tanpa intervensi kepabeanan yang hanya berlaku pada perdagangan internasional.[2] Kawasan Bebas pada umumnya memberikan fasilitas dalam bidang usaha perdagangan, pengiriman barang, impor, dan ekspor. Selain itu regulasi yang lain diperlonggar dan tarif di berbagai bidang perpajakan yang ditiadakan menjadi daya tarik utama dalam Kawasan Bebas.[3]
Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 sebagaimana ditetapkan sebagai Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.[4]
Fungsi
Kawasan Bebas mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha-usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, logistik, pengembangan teknologi, kesehatan dan farmasi, dan bidang-bidang lainnya.[4][5]
Fungsi Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
Kegiatan manufaktur, rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, pengepakan, dan pengepakan ulang atas barang dan bahan baku dari dalam dan luar negeri, pelayanan perbaikan atau rekondisi permesinan, dan peningkatan mutu;
Penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air dan sumber air, prasarana dan sarana perhubungan termasuk pelabuhan laut dan bandar udara, bangunan dan jaringan listrik, pos dan telekomunikasi, serta prasarana dan sarana lainnya.[4]
Lokasi
Dalam perkembangan kawasan strategis, Kawasan Bebas merupakan kawasan yang paling banyak dibangun diantara kawasan strategis yang lain (Pakdeenurit, 2014). merupakan Pada saat sekarang Kawasan Bebas yang berada di wilayah Indonesia terdapat di Batam, Sabang, Bintan dan Karimun.[2] Beberapa peraturan perundang-undangan yang menetapkan keempat Kawasan Bebas tersebut antara lain[3]
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000[6] yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000[7] (Beleid terbaru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010[8]).
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007[9] sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2019.[5]
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007[10] sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2017.[11]
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2007[12] sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2017.[13]
Lembaga dan Struktur Organisasi
Kawasan Bebas dikelola oleh lembaga dengan struktur sebagai berikut.
Dewan Kawasan
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau yang disebut juga Dewan Kawasan yang ditetapkan oleh Presiden. Ketua dan anggotanya ditetapkan oleh Presiden atas usul Gubernur bersama-sama Dewan Perwakilan Daerah. Ketua dan Anggota Dewan Kawasan memiliki masa kerja selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk sekali masa jabatan.[4]
Dewan Kawasan mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, mengevaluasi pencapaian perjanjian kinerja, dan mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan.[5]
Badan Pengusahaan
Dewan Kawasan kemudian membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang disebut juga Badan Pengusahaan (BP) Kawasan. Ketua dan anggotanya pun ditetapkan oleh Dewan Kawasan sehingga Badan Pengusahaan bertanggung jawab kepada Dewan Kawasan. Ketua dan Anggota Badan Pengusahaan memiliki masa kerja selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk sekali masa jabatan.[4]
Kepala Badan Pengusahaan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Bebas sebagaimana fungsi yang dimiliki Kawasan Bebas tersebut. Badan Pengusahaan mempunyai wewenang untuk membuat berbagai ketentuan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]
Badan Pengusahaan juga berwenang mengeluarkan izin-izin usaha dan izin usaha yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di Kawasan Bebas melalui kelimpahan wewenang. Badan Pengusahaan dengan persetujuan Dewan Kawasan dapat mengadakan peraturan di bidang tata tertib pelayaran dan penerbangan, lalu lintas barang di pelabuhan dan penyediaan fasilitas pelabuhan, dan lain sebagainya serta penetapan tarif untuk segala macam jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]
Ketentuan Umum Lalu Lintas
Walaupun Kawasan Bebas dibedakan dari Daerah Pabean, Peraturan perundang-undangan karantina manusia, hewan, ikan dan tumbuh-tumbuhan untuk wilayah Republik Indonesia tetap berlaku di dalam Kawasan Bebas. Peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian Republik Indonesia tetap berlaku di dalam Kawasan Bebas, meskipun dapat diberikan kemudahan/fasilitas keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis perdagangan bebas di dalamnya. Mata uang Rupiah juga merupakan alat pembayaran yang sah di seluruh Kawasan Bebas di Indonesia sebagaimana di dalam tempat lain di wilayah Republik Indonesia.[4]
Segala pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, wajib dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk dan hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang mendapat izin dari Badan Pengusahaan Kawasan. Pengusaha pun hanya dapat memasukkan barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. Walau tetap wajib menyampaikan Pemberitahuan Pabean, pemasukan dan pengeluaran barang tidak perlu dilakukan oleh pengusaha yang mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan kawasan dalam hal:
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia;
barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam;
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
barang pindahan;
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman;
obat-obat yang dimasukkan dengan menggunakan anggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan;
peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan;
barang oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
barang untuk keperluan olahraga yang dimasukkan oleh induk organisasi olahraga nasional;
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang untuk konservasi alam;
buku ilmu pengetahuan; dan
barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya.[14]
Perlakuan Perpajakan
Pengusaha tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Serta penyerahan yang terjadi di dalam Kawasan Bebas dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).[3] Meskipun namanya Kawasan Bebas, fasilitas perpajakan dalam kawasan tersebut tidak serta merta dibebaskan dari pengenaan PPN. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012, dijelaskan bagaimana fasilitas tersebut diterapkan, terutama dalam hal terjadi pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.[4]
Dalam Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, dikenal dua istilah fasilitas PPN, yaitu tidak dipungut dan dibebaskan. Pada ayat (1) Pasal ini disebutkan bahwa Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya yang salah satunya untuk kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean seperti Kawasan Bebas ini.[15]
Perlakuan atas Pemasukan dan Pemasukan Barang
Pengeluaran dan pemasukan barang dari dan ke Kawasan Bebas beserta fasilitas PPN-nya memiliki ketentuan sebagai berikut.
Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Luar Daerah Pabean, diberikan fasilitas PPN dibebaskan;
Pemasukan Barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean, diberikan fasilitas PPN tidak dipungut (namun tetap dikenai PPN atas pemasukan barang yang telah dilunasi PPN-nya dengan stiker 'lunas PPN', dan pemasukan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi);
Pengeluaran barang ke tempat lain dalam Daerah Pabean, wajib dilunasi PPN. Pajak Masukannya atas PPN ini dapat dikreditkan;
Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Kawasan Bebas yang lain, diberikan fasilitas PPN dibebaskan; dan
Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ataupun Kawasan Ekonomi Khusus, diberikan fasilitas PPN tidak dipungut.
Perlakuan atas Penyerahan dan/atau Pemanfaatan BKP TB dan JKP
Penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP TB) dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari dan ke Kawasan Bebas beserta fasilitas PPN-nya memiliki ketentuan sebagai berikut.
Pemanfaatan BKP TB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean, dibebaskan dari pengenaan PPN;
Penyerahan BKP TB dan/atau JKP di dalam Kawasan Bebas yang sama, dibebaskan dari pengenaan PPN;
Penyerahan BKP TB dan/atau JKP antar Kawasan Bebas yang berbeda, dibebaskan dari pengenaan PPN;
Penyerahan BKP TB dan/atau JKP ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN. Namun atas penyerahan JKP tersebut yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dibebaskan dari PPN, dikecualikan dari pengenaan PPN;
Penyerahan BKP TB dari tempat lain dalam Daerah Pabean, tidak dipungut PPN. Berlaku pula bagi penyerahan BKP TB yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dibebaskan dari PPN.
Penyerahan JKP dari tempat lain dalam Daerah Pabean, yang penyerahannya dilakukan di tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN;
Penyerahan JKP tertentu dari tempat lain dalam Daerah Pabean, tidak dipungut PPN. Berlaku pula bagi penyerahan JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dibebaskan dari PPN.
Penyerahan BKP TB dan/atau JKP dari Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus, tidak dipungut PPN; dan
Penyerahan BKP TB dan/atau JKP ke Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Ekonomi Khusus, dikenai PPN;
Penyerahan JKP berupa jasa angkutan udara di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN. Jika penyerahannya dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, dikenai PPN; dan
Penyerahan JKP berupa jasa telekomunikasi di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN. Jika penyerahannya dari dan ke tempat lain dalam Daerah Pabean ataupun Tempat Penimbunan berikat, dikenai PPN. Namun, jika penyerahan jasa ini dilakukan dari tempat-tempat tersebut ke Kawasan Bebas dengan menggunakan jaringan berkabel, penyerahan ini dikecualikan dari pengenaan PPN.[14]