Kapal samudra adalah kapal yang dirancang untuk mengangkut manusia dari suatu pelabuhan laut ke pelabuhan laut lainnya di seberang samudra secara terjadwal.[1] Kapal samudra berbeda dengan kapal feri yang menghubungkan pelabuhan yang dekat, ataupun kapal pesiar yang tujuan utamanya adalah membawa penumpang berwisata, bukan transportasi.
Kapal samudra biasanya memiliki lambung bebas minimum yang tinggi untuk mengarungi ombak besar di samudra dan cuaca buruk. Selain itu, kapal samudra ini juga dirancang dengan lambung kapal yang lebih tebal daripada kapal pesiar, bahan bakar lebih banyak untuk menjangkau daratan yang lebih jauh, serta lebih banyak perbekalan untuk perjalanan jauh.
Kapal samudra pertama dibangun pada pertengahan abad 19. Kemajuan teknologi seperti mesin uap dan lambung baja memungkinkan dibangunnya kapal yang lebih besar dan cepat. Dahulu kapal samudra adalah moda transportasi utama yang menghubungkan kota-kota antar samudra, namun sekarang menjadi usang dikarenakan keberadaan pesawat terbang komersial setelah Perang Dunia II. Setelah RMS Queen Elizabeth 2 dipensiunkan pada tahun 2008, satu-satunya kapal samudra yang tersisa adalah RMS Queen Mary 2. Dari banyaknya kapal yang dibuat, hanya sembilan kapal samudra yang dibangun sebelum 1967 yang tersisa.
Ikhtisar
Kapal samudra adalah moda transportasi antarbenua utama selama satu abad, dari pertengahan abad 19 hingga digantikan oleh pesawat penumpang komersial pada dekade 1950an. Selain penumpang, kapal samudra juga mengangkut surat dan kargo. Kapal yang dikontrak untuk mengangkut surat Royal Mail menggunakan pangkat RMS yang berarti Royal Mail Ship. Kapal samudra juga merupakan pilihan utama untuk mengangkut emas atau kargo bernilai tinggi lainnya.[2]
Rute tersibuk yang diarungi kapal samudra adalah Samudra Atlantik Utara, dengan kapal-kapal yang menghubungkan Eropa dan Amerika Utara. Di rute inilah kapal tercepat, terbesar, dan paling canggih berlayar. Meski demikian, sebagian besar kapal samudra merupakan kapal ukuran sedang yang mengangkut penumpang dan kargo antarnegara dan dari negara-negara Eropa dengan koloninya sebelum masa penerbangan jet. Rute tersebut meliputi Eropa ke koloni Afrika dan Asia, Eropa ke Amerika Selatan, kapal pembawa imigran dari Eropa ke Amerika Utara pada dua dekade awal abad ke-20, dan ke Kanada dan Australia setelah Perang Dunia II.
Pada masa kebangkitan penerbangan komersial, jumlah perjalanan kapal samudra semakin menurun. Hal ini mengakibatkan transisi kapal penumpang dari alat transportasi pada era kapal samudra, menjadi alat rekreasi pada era kapal pesiar. Untuk membuat kapal samudra tetap menguntungkan, perusahaan perkapalan mengubah beberapa kapal samudra menjadi kapal pesiar, seperti SS France/Norway.[3] Beberapa karakteristik dari kapal samudra membuat banyak kapal tidak cocok untuk menjadi kapal pesiar, seperti konsumsi bahan bakar yang tinggi, sarat air yang dalam mengakibatkan kapal tidak dapat memasuki pelabuhan dangkal, dan kabin (seringnya tanpa jendela) didesain untuk memaksimalkan jumlah penumpang bukan kenyamanan. Kapal SS Michelangelo dan SS Raffaello milik Italian Line, kapal samudra terakhir yang dibangun dengan tujuan utama untuk mengarungi Samudra Atlantik Utara, tidak dapat diubah menjadi kapal pesiar secara ekonomis dan tidak bertahan lama.[4]
Selama Perang Dunia II, ada pula kapal samudra yang digunakan untuk mengangkut ataupun mengevakuasi prajurit, seperti Wilhelm Gustloff.
Pada tahun 1960-an, secara bertahap pesawat terbang mengambil alih bisnis yang sebelumnya dijalankan oleh kapal samudra, dan pada tahun-tahun terkini, kapal samudra tidak lagi ditujukan untuk mengangkut penumpang, melainkan pesiar saja.
Referensi
^"Ocean liner | ship". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-30.