Jembatan Panus merupakan jembatan penghubung wilayah Bogor dan Batavia pada masa kolonial.[1] Jembatan yang memiliki lebar lima meter dan panjang 100 meter ini, pernah mempunyai peran sebagai jalur perlintasan, hingga peran jembatan tersebut tergantikan.[2] Jembatan Panus ini merupakan jembatan yang melintasi sungai Ci Liwung.[3] Seiring berjalannya waktu, tidak ada perubahan yang begitu berarti atas jembatan itu, memang ada pembangunan jembatan baru tidak jauh dari Jembatan Panus, dan dibangun pada tahun 1990-an.[4] Salah satu hal yang membuat jembatan ini tetap bertahan hingga masa kini adalah bahan dasar pembuatannya, yakni dari pasir, semen, dan kapur, serta batu kali, dengan arsitektur dan pekerja asal Indonesia.[4]
Sejarah Jembatan Panus
Jembatan Panus dibangun pada tahun 1917 oleh seorang insinyur bernama Andre Laurens, julukan "Jembatan Panus" diberikan berdasarkan nama "Stevanus Leander" yang adalah seorang warga yang tinggal di samping jembatan tersebut.[1] Namun untuk memudahkan lafal, nama itu disingkat menjadi "Panus".[1] Pada masa pemerintahan Belanda, jembatan ini merupakan satu-satunya jembatan penghubung antara Depok dengan Bogor dan ke Batavia.[1] Dengan menggunakan rakit, masyarakat memanfaatkan jalur perlintasan ini untuk mencapai tempat yang mereka tuju.[1] Sementara pada masa kini, Jembatan ini memiliki fungsi sebagai pemantau naiknya debit kiriman air dari Bogor saat musim penghujan.[5] Hal ini dikarenakan, salah satu kaki jembatan itu digunakan sebagai tiang ukur memantau ketinggian air untuk mewaspdai banjir saat musim penghujan, khususnya bagi kepentingan warga Jakarta.[1] Sama halnya dengan bangunan peninggalan Belanda lainnya, jembatan ini tetap kokoh berdiri padahal sering dihantam banjir hingga kini.[5]
Fungsi Jembatan Panus
Di kalangan warga Depok jembatan panus difungsikan sebagai tempat mandi dan mencuci baju, karena di bawahnya terdapat satu mata air.[3] Di saat itu juga, jembatan ini dimanfaatkan untuk mencari ikan, memancing ikan, dan bermain rakit, sehingga jembatan ini selalu diramaikan dengan kehadiran warga sekitar.[3] Pada masa kini, fungsi jembatan ini juga sangat penting, terutama saat musim hujan tiba.[5] Di jembatan inilah air sungai Ci Liwung yang akan masuk ke Jakarta, dipantau.[5] Di tiang jembatan tua ini memang sengaja diberikan tanda-tanda ukuran ketingggian.[5] Jika musim hujan tiba maka air hujan yang berasal dari hulu, Puncak, dan Bogor, akan masuk ke Sungai Ci Liwung.[5] Dan, sebelum air sungai ini masuk ke Jakarta, maka air harus melewati Jembatan Panus ini.[5] Ketinggian permukaan air yang melintasi jembatan ini, bisa terpantau dari alat ukur di tiang jembatan.[5] Dari sinilah informasi didapatkan perihal istilah banjir kiriman.[5]
Referensi