Jam kerja adalah periode waktu di mana seseorang melakukan pekerjaan untuk mendapatkan upah tertentu.
Banyak negara mengatur minggu kerja, untuk menerapkan istirahat minimum dalam sehari, libur dalam setahun, dan jam kerja maksimal per minggu. Jam kerja dapat berbeda antar pegawai, tergantung pada kondisi ekonomi, lokasi, budaya, pilihan gaya hidup, dan tanggungannya. Contohnya, seseorang yang menanggung anak dan harus membayar kredit pemilikan rumah mungkin harus bekerja lebih lama untuk dapat memenuhi biaya hidup dasar daripada orang yang tidak memiliki tanggungan sama sekali. Pada negara maju seperti Britania Raya, sejumlah orang bekerja paruh waktu karena tidak dapat menemukan pekerjaan purna waktu, namun ada juga yang sengaja mengurangi jam kerjanya agar dapat mengurus keluarganya atau memang tidak ingin terlalu sibuk bekerja.[1]
Jam kerja standar (atau jam kerja normal) merujuk pada aturan untuk membatasi jam kerja per hari, per minggu, per bulan, ataupun per tahun. Jika seorang pegawai perlu bekerja lembur, maka instansinya harus menyediakan upah lembur. Secara umum, jam kerja standar di seluruh dunia adalah sekitar 40 - 44 jam per minggu (di Prancis hanya 35 jam per minggu[2] hingga 112 jam per minggu di kamp buruh Korea Utara)[3] dan upah lembur sebesar 25% - 50% di atas upah normal.[butuh rujukan]Jam kerja maksimum merujuk pada jam kerja paling lama yang boleh dijalani oleh pegawai, sesuai peraturan yang berlaku.[4]
Sejarah
Revolusi industri memungkinkan banyak orang untuk bekerja setahun penuh karena tidak lagi tergantung pada musim, dan lampu memungkinkan orang untuk tetap bekerja di malam hari. Budak dan buruh tani pun mulai beralih untuk bekerja di pabrik, sehingga jam kerja meningkat secara signifikan.[5] Sebelum adanya perundingan bersama dan hukum perlindungan pekerja, perusahaan cenderung memaksimalkan keuntungan dengan mempekerjakan orang lebih lama. Jam kerja pada saat itu dapat mencapai 12 - 16 jam per hari dan 6 - 7 hari kerja per minggu.[butuh rujukan]
Teknologi juga terus meningkatkan produktivitas pekerja, memungkinkan standar hidup pekerja tetap naik walaupun jam kerja terus turun.[9] Pada negara maju, karena waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang terus menurun, banyak jam kerja menjadi tersedia untuk menyediakan jasa, menghasilkan pergeseran tenaga kerja antar sektor.
Pada pertengahan dekade 2000-an, Belanda merupakan negara industri pertama yang jam kerja rata-ratanya turun hingga kurang dari 30 jam per minggu.[10]
Penurunan jam kerja secara bertahap
Sebagian besar negara maju telah mengurangi jam kerja secara signifikan.[11][12] Contohnya, di Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 diperkirakan bahwa jam kerjanya mencapai 60 jam per minggu.[13] Hari ini, jam kerja rata-rata di Amerika Serikat adalah sekitar 33 jam,[14] dengan laki-laki rata-rata dipekerjakan selama 8,4 jam per hari, dan wanita rata-rata dipekerjakan selama 7,9 jam per hari.[15]
Negara dengan jam kerja terendah adalah Belanda dengan 27 jam per minggu,[16] dan Prancis dengan 30 jam.[17] Pada tahun 2011, dari 26 negara OECD, Jerman memiliki jam kerja terendah, yakni 25,6 jam per minggu.[18]
New Economics Foundation merekomendasikan penurunan jam kerja hingga 21 jam untuk mengatasi masalah pengangguran, emisi karbon, kehidupan yang kurang layak, terlalu banyak lembur, dan kurangnya waktu untuk keluarga.[19][20][21] Jam kerja memang telah menurun di negara maju.[22]
Faktor yang berkontribusi dalam penurunan jam kerja dan peningkatan standar hidup antara lain:
Peningkatan partisipasi wanita dalam menghasilkan pendapatan untuk keluarga, dari yang sebelumnya hanya mengurus rumah tangga dan mengurus anak.
Menurunnya angka kelahiran, yang menyebabkan penurunan waktu yang diperlukan oleh orang tua untuk mengurus anak di rumah.
Artikel terbaru[23][24] bahkan berargumen bahwa penerapan minggu empat hari dapat meningkatkan konsumsi dan mengangkat ekonomi. Walaupun begitu, artikel lain menyatakan bahwa konsumsi justru akan menurun, dan dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan.[25][26][27] Argumen lain untuk empat hari kerja dalam seminggu antara lain dapat meningkatkan strata pendidikan para pekerja (karena akan memiliki lebih banyak waktu untuk berkuliah atau mengikuti kursus) dan meningkatkan kesehatan pekerja (karena akan memiliki lebih banyak waktu untuk berolahraga). Pengurangan jam kerja juga dapat menghemat biaya day care dan transportasi, sehingga membantu mengurangi emisi karbon. Keuntungan inipun dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Lee, Sangheon, Deirdre McCann and Jon C. Messenger, (2007), "Working Time Around the World'. Trends in working hours, laws and policies in a global comparative perspective". London: ILO/Routledge.
McCann, Deirdre, (2005), "Working Time Laws: A global perspective", ILO, ISBN92-2-117323-2
McCarthy, Eugene J. and William McGaughey, (1989), "Nonfinancial Economics: The Case for Shorter Hours of Work", Praeger