Idi Amin
Jenderal Idi Amin Dada Oumee (pertengahan sekitar tahun 1928–Jeddah, Arab Saudi, 16 Agustus 2003), adalah seorang perwira militer di Uganda yang menjabat sebagai Presiden Uganda pada 25 Januari 1971- 13 April 1979. Dikenal dengan julukan "Penjagal Uganda", ia dianggap sebagai salah satu despot paling terkejam dalam sejarah dunia.[3] Kehidupan masa kecilnyaIdi Amin lahir sekitar tahun 1924-1928 (beberapa referensi menyebutkan tahun 1920) (17 Mei 1928 ?) di Koboko, distrik Nil Barat terkecil di Uganda, negeri kecil yang subur di tepi Danau Victoria, mata air sungai Nil. Ayahnya, Andreas Nyabire, dari Suku Kakwa, ibunya dari Suku Lugbara, dua suku yang bertetangga. Akan tetapi, begitu Idi Amin lahir, kedua orangtuanya langsung berpisah. Andreas Nyabire ketua suku Kakwa, berganti agama dari katolik roma menjadi islam pada tahun 1910 (mualaf) dan mengganti namanya menjadi Amin Dada. Andreas menamai anaknya sama dengan namanya Idi Amin Dada. Setelah bercerai Ibu Amin langsung memboyong anaknya ke koloni Suku Nubia di Lugazi kurang lebih 40 km dari Jinja, sebuah kota besar di tepi Danau Victoria, di mana banyak orang Nil Barat yang menjadi buruh perkebunan gula. Tidak jelas apakah keluarga Idi Amin ikut memburuh, tetapi yang jelas dia hidup berpindah-pindah mengikuti kamp. Belakangan, ibu Amin pindah ke Buikwe, 18 km dari Jinja. Perjalanan karier si petinju besiIdi Amin masuk sekolah Islam di Bombo pada tahun 1941. Idi Amin meninggalkan bangku sekolah setelah beberapa tahun kemudian dan melakukan pekerjaan serabutan sebelum akhirnya direkrut oleh dinas militer Inggris.[8]Karier Idi Amin di dinas militer dimulai dari dapur. Ketika beranjak remaja sekitar tahun 1943-1949, Idi Amin masuk KAR(King's African Rifles) sebagai asisten koki, setelah sebelumnya menjadi penjaja kue. Dalam Perang Dunia II Idi Amin ditugaskan ke Burma (Myanmar sekarang). Kemudian ia ikut memadamkan pemberontakan pribumi Uganda yang berpangkat perwira. David Martin dalam bukunya General Amin mengatakan, "Amin itu jenis prajurit yang disukai oleh Perwira Inggris: bertubuh besar dan tidak berpendidikan. Menurut teori mereka, orang semacam ini lebih taat pada atasan dan lebih berani di medan pertempuran." Yang jelas, Idi Amin secara fisik cukup bagus. Ia tidak hanya pemain rugby tetapi juara tinju kelas berat Uganda 1951-1960. Bisa dimengerti jika karier Idi Amin di kemiliteran cukup pesat, lebih-lebih karena ia akhirnya dekat dengan pusat kekuasaan pada masa itu, Perdana Menteri Milton Obote. Dengan kesadisannya dalam menghadapi pemberontakan atau kekacauan yang ditimbulkan oleh suku-suku pencuri ternak, kadang-kadang Idi Amin menggunakan pendekatan secara "kultural", misalnya terhadap Suku Karamajong yang belum mengenal busana. Pada awal 1962, Letnan Amin sebagai komandan pleton dikirim ke Kenya barat laut untuk menghadapi suku pencuri ternak, Suku Turkana. Hanya saja suku Turkana sudah menggunakan senjata api. Beberapa pleton dari Company 'C' Kesatuan ke 4 KAR dikirim untuk menyerbu dan menyita persenjataannya. Semua berhasil kecuali Idi Amin. Malu karena kegagalannya, Idi Amin dan pasukannya kembali ke desa suku Turkana dan melakukan serangan yang membuahkan sukses, tetapi beberapa hari kemudian muncul protes dari Turkana karena ditemukan mayat-mayat di kubur-kubur dangkal. Sir Walter Coults, gubernur Uganda terakhir, ditelepon oleh Wakil Gubernur Kenya Sir Eric Griffith-Jones yang melaporkan terjadinya pembantaian terhadap suku Turkana yang melibatkan perwira militer Idi Amin. Namun, karena pertimbangan politik, Idi Amin tidak diajukan ke pengadilan, berkat jasa Milton Obote yang beberapa bulan menjadi Perdana Menteri. Sir Walter Coults memperingatkan Obote dengan mengatakan "Perwira ini akan menyusahkan Anda di kemudian hari." Barangkali inilah pesan Coults yang diingat Obote ketika terjadi kudeta yang dilakukan Idi Amin ketika menghadiri konferensi persemakmuran di Singapura, 25 Januari 1971. Obote tidak pulang ke Kampala, Uganda, tetapi ke Darussalam, ibu kota Tanzania, negara sahabatnya Presiden Julius Nyerere. Dua hari kemudian, Idi Amin membebaskan lima puluh orang tahanan politik yang ditahan Obote tanpa alasan yang jelas sejak 1966. Ia juga melarang rapat umum dan kampanye politik. Pemilu dijanjikannya paling tidak lima tahun kemudian. Ironisnya, dia menyatakan zaman kekejaman sudah berakhir dan mengajak rakyatnya menuju zaman persahabatan tanpa permusuhan. Masa berkuasa
Begitu Idi Amin berkuasa, Uganda menjadi negara yang sangat terkenal di dunia internasional. Pada bulan Agustus 1972, semua orang Asia berkewarganegaraan Inggris (60.000 jiwa) diberi waktu sembilan puluh hari untuk angkat kaki dari Uganda. Tindakan ini bukan karena rasialisme, tetapi karena ia ingin memberikan "kemerdekaan yang sesungguhnya bagi rakyat Uganda". Yang kalang kabut tentu saja Inggris, yang para pejabatnya buru-buru menghubungi Australia, Selandia Baru, dan negara-negara persemakmuran Inggris lainnya untuk membicarakan penampungan, apalagi Kenya dan Tanzania menolak memberikan penampungan terhadap para pengungsi. Sepuluh hari kemudian ditetapkan aturan tambahan bahwa orang asing yang sudah menjadi warga negara Uganda harus pergi dari Uganda. Jumlahnya sekitar 23.000 jiwa. Sudah tentu warga negara keturunan asing yang lahir di Uganda kebingungan. Jika mereka pergi, status mereka adalah tanpa negara (stateless). Ditambah lagi, India, Pakistan, dan Bangladesh (negara asal mereka) menolak menerima kembali mereka. Ditambah pula dengan kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik orang-orang Eropa di Uganda. Idi Amin memang benar benar "memusingkan banyak orang". Akibat keputusan ini, timbul krisis ekonomi parah di Uganda. Sekitar 90 % perdagangan dan industrinya dikuasai orang-orang Asia. Orang Uganda sendiri masih sangat agraris tradisional dan kurang kecakapan, modal, dan keterampilan. Sebenarnya, rencana pengusiran orang Asia sudah direncanakan oleh Milton Obote karena dirasakan terlalu mencengkeram ekonomi Uganda, tetapi masih menargetkan waktu lima tahun, dengan alasan mempersiapkan orang Uganda. Pemerintahan Uganda sedemikian kacaunya sehingga Komisi Hukum Internasional PBB melapor kepada sekjen PBB saat itu, Kurt Waldheim pada tanggal 7 Juni 1974, yang isinya: "Uganda adalah negeri tanpa hukum". Salah satu puncak krisis adalah minta suakanya Menteri Keuangan Emmanuel Wakheya ke Inggris karena tidak tahan lagi terhadap keputusan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan rezim militer Idi Amin. Di awal 1977, William Johnshon menulis laporan kepada harian Bangkok Post yang isinya: "Setelah empat tahun berkuasa, Idi Amin telah mengubah kehidupan Uganda yang buruk. Dulu negeri Uganda pengekspor teh dan kopi, tetapi karena sistem administrasi dan transportasi yang buruk, ratusan karung kopi teronggok di gudang menunggu diekspor, semetara puluhan ribu ton diselundupkan ke Kenya. Uganda dulunya sebagai salah satu negeri tersubur di Afrika, kini hasil pertanian begitu langkanya sampai penduduk kota menanam tebu dan pisang. Sabun, gula, dan gandum diperlakukan seperti emas saking langkanya. Sementara di pedesaan hasil panen begitu melimpah, penduduk kota tidak dapat menikmati hasilnya. Lima tahun lalu beroperasi 298 bus yang dijalankan pemerintah, kini cuma 11 yang masih jalan." Pada bulan April 1979, Idi Amin berhasil digulingkan oleh tentara nasionalis Uganda yang dibantu Tanzania. Sebelumnya Idi Amin dengan bantuan Libya mencoba menyerang Kagera, provinsi utara Tanzania. Idi Amin akhirnya terbang mengungsi ke Libya yang kemudian meminta suaka ke Jeddah, Arab Saudi serta menetap di sana. Menurutnya, angka kematian 100.000 sampai 300.000 orang yang dianiya dan dibunuh adalah akibat kesalahan bagian intelijen. Bahkan Biro Riset Nasional mengancam akan membunuhnya. Menurut Amin, banyak hal-hal buruk yang disembunyikan ketika dia berkuasa. Ketika dia tahu keberadaan biro itu, semua sudah terlambat. Namun, semasa Amin belum jatuh, David Martin dalam artikelnya di South China Morning Post membeberkan bagaimana Idi Amin mengetahui sepak terjang oknum-oknumnya. Ia mengaku tidak ingin jadi Presiden, tentaranyalah yang memintanya, tetapi mengenai pengusiran orang Asia dia mengatakan, "Mereka terlampau berkuasa dan mencemooh kaum kami". Idi Amin mempunyai empat orang istri. Istri pertamanya adalah Sarah atau Mama Malian yang dinikahinya pada tahun 1958, yang kedua Kay, yang ketiga Norah, dan yang keempat Medina, yang dinikahinya pada tahun 1971. Pada awal tahun 1974 ia ceraikan tiga istrinya yang pertama sehingga tinggal Medina. Pada 1 Agustus 1975, ia menikah dengan Sarah, seorang pembalap pasukan berani mati Angkatan Darat Uganda. Empat bulan kemudian, dia menikahi Babirye putri seorang usahawan Uganda. Waktu itu Idi Amin sudah mempunyai 70 orang anak. Pada tanggal 20 Juli 2003, menjelang kematiannya di Rumah Sakit Raja Faisal di Jeddah, istrinya memohon kepada Presiden Uganda Yoweri Museveni agar Idi Amin dikuburkan di negaranya, tetapi permintaan ini ditolak. Idi Amin meninggal di Arab Saudi pada tanggal 16 Agustus 2003 dan dimakamkan di Jeddah. Pada tanggal 17 Agustus 2003, David Owen mengatakan dalam wawancara oleh Radio BBC bahwa ketika menjabat sebagai Sekertaris Kementerian Luar Negeri Inggris (1977-1979), dia memerintahkan agar Idi Amin dibunuh untuk mengakhiri rezim terornya. Usulnya ditolak, tetapi alasan Owen adalah rezim Idi Amin sangatlah buruk, sangat mengerikan bila dia dibiarkan berkuasa terlalu lama. Keluarga dan rekanSalah seorang rekan terdekat Amin adalah warga Inggris Bob Astles, yang dianggap oleh banyak orang sebagai orang yang memberi pengaruh jahat dan oleh yang lain lagi sebagai orang yang moderat.[4] Referensi
|