Selain itu INASAT-1 adalah satelit Nano alias satelit yang menggunakan komponen elektronik berukuran kecil, dengan berat sekitar 10-15 kg.
Satelit itu dirancang dengan misi untuk mengumpulkan data yang berhubungan erat dengan data lingkungan (berupa fluksmagnet didefinisikan sebagai muatan ilmiah) maupun housekeeping yang digunakan untuk mempelajari dinamika gerak serta penampilan sistem satelit.
Adapun satelit itu dirancang bersama oleh PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), khususnya Pusat Teknologi Elektronika (Pustek) Dirgantara.
Berbekal nota kesepakatan antara LAPAN, Dirgantara Indonesia, serta dukungan dana dari Riset Unggulan Kemandirian Kedirgantaraan 2003, maka dimulailah rancangan satelit Nano dengan nama Inasat-1 (Indonesia Nano Satelit-1).
Dari segi dinamika gerak akan diketahui melalui pemasangan sensor gyrorate tiga sumbu, sehingga dalam perjalanannya akan diketahui bagaimana perilaku geraknya.
Penelitian dinamika gerak ini menjadi hal yang menarik untuk satelit-satelit ukuran Nano yang terbang dengan ketinggian antara 600-800 km.
Skenario operasi
Satelit yang lama pengembangannya sekitar sepuluh bulan, sejak Februari hingga November2003, mempunyai dua skenario operasi.
Pertama, satelit akan mengirimkan datanya ketika berada di atas Indonesia.
Kedua, ketika di luar Indonesia, satelit hanya akan mengumpulkan data tanpa mengirimkannya data ke bumi.
Pengaturan skenario itu akan dilakukan secara otomatis melalui program On Board Computer (OBC) berdasarkan data bujur dan lintang yang dihitung dan diprediksi secara otomatis oleh (OBC) atau Flight Processor dari satelit.
Kestabilan gerak dari satelit ini didefinisikan sebagai stabilisasi pasif dengan basis pada pengendalian model grafity gradient, dengan batasan ini akan dibuat skenario gerak dengan mengambil mode gerak sistem dumbell serta mengusahakan CoG (Center of Grafity) berada pada tengah sisi vertikal dari bentuk satelit.
Dengan asumsi peluncur PSLV dengan segala konsekuensi sistem separasinya, diprediksi tidak terjadi gerak spin.
Risiko yang diambil adalah kemungkinan adanya up down stability, sehingga masalah lay-out dari mass properties menjadi satu-satunya cara agar kestabilan ini dapat tercapai.
INASAT-1 merupakan proyek yang menghabiskan biaya Rp 725 juta.
Satelit yang menggunakan saluran komunikasi VHF/UHF ini diperkirakan sanggup mengorbit selama 6 hingga 12 bulan.