Hutan ganggang atau hutan kelp adalah wilayah dalam air dengan kepadatan kelp yang tinggi, yang menutupi sebagian besar pesisir di seluruh dunia. Area hutan ganggang yang lebih kecil dikenal sebagai kelp bed. Wilayah-wilayah tersebut diakui sebagai salah satu dari ekosistem paling dinamis dan produktif di Bumi.[1][2] Meski hutan ganggang dan terumbu karang hanya menutupi 0.1% permukaan bumi, 0.9% dari produktifitas primer global dihasilkan oleh kedua ekosistem tersebut.[3] Hutan ganggang dapat ditemukan pada perairan-perairan pesisir iklim sedang dan kutub di seluruh dunia.[1] Pada 2007, hutan ganggang juga ditemukan di perairan tropis didekat Ekuador.[4]
Terbentuk secara fisik dari makroalga cokelat, hutan ganggang menyediakan habitat khas untuk organisme-organisme laut,[5] dan menjadi sumber untuk mengetahui beragam jenis proses-proses ekologi. Selama seabad belakangan, mereka telah menjadi fokus penelitian berkelanjutan, tekhususnya pada ekologi trofik, dan terus membangkitkan gagasan-gagasan penting baru yang relevan bahkan hingga diluar ekosistem ini. Sebagai contoh, hutan ganggang dapat mempengaruhi pola oseanografik pesisir[6] dan dapat menyediakan banyak jasa ekosistem.[7]
Namun, dampak manusia umumnya telah berkontribusi pada degradasi hutan kelp. Salah satu titik perhatian khusus dari hal ini adalah dampak dari penangkapan ikan berlebih di ekosistem pesisir, yag dapat melepaskan herbivora-herbivora dari regulasi populasi normalnya, dan berakhir pada pemamahan berlebih pada kelp dan alga-alga lainnya.[8] Hal tersebut dapat dengan cepat mengubah hutan-hutan ganggang menjadi wilayah-wilayah tandus, yang mana sedikit spesies dapat tinggal disana.[9][10] Karena efek gabungan dari penangkapan ikan berlebih dan perubahan iklim, hutan-hutan ganggang hilang pada banyak tempat, terkhususnya tempat-tempat rentan seperti pada pesisir timur Tasmania dan pesisir California Utara.[11][12] Penerapan wilayah laut yang dilindungi dalah salah satu strategi manajemen yang sangat berguna untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut, karena dapat membatasi dampak penangkapan ikan dan menahan ekosistem-ekosistem tersebut dari efek-efek aditif dari stresor-stresor lingkungan lainnya.
Referensi
^ abMann, K.H. 1973. Seaweeds: their productivity and strategy for growth. Science 182: 975-981.
^See Fig. 3 in Blakemore, Robert (2018). "Non-Flat Earth Recalibrated for Terrain and Topsoil". Soil Systems. 2 (4): 64. doi:10.3390/soilsystems2040064.
^Graham, M.H., B.P. Kinlan, L.D. Druehl, L.E. Garske, and S. Banks. 2007. Deep-water kelp refugia as potential hotspots of tropical marine diversity and productivity. Proceedings of the National Academy of Sciences 104: 16576-16580.
^Christie, H., Jørgensen, N.M., Norderhaug, K.M., Waage-Nielsen, E., 2003. Species distribution and habitat exploitation of fauna associated with kelp (Laminaria hyperborea) along the Norwegian coast. Journal of the Marine Biological Association of the UK 83, 687-699.
^Jackson, G.A. and C.D. Winant. 1983. Effect of a kelp forest on coastal currents. Continental Shelf Report 2: 75-80.
^Steneck, R.S., M.H. Graham, B.J. Bourque, D. Corbett, J.M. Erlandson, J.A. Estes and M.J. Tegner. 2002. Kelp forest ecosystems: biodiversity, stability, resilience and future. Environmental Conservation 29: 436-459.
^Sala, E., C.F. Bourdouresque and M. Harmelin-Vivien. 1998. Fishing, trophic cascades, and the structure of algal assemblages: evaluation of an old but untested paradigm. Oikos 82: 425-439.
^Dayton, P.K. 1985a. Ecology of kelp communities. Annual Review of Ecology and Systematics 16: 215-245.
^Norderhaug, K.M., Christie, H., 2009. Sea urchin grazing and kelp re-vegetation in the NE Atlantic. Marine Biology Research 5, 515-528