Hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok
Hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok, yang lebih sering dikenal sebagai hubungan AS-Tiongkok, atau hubungan Sino-AS, atau hubungan Sino-Amerika, mengacu pada hubungan internasional antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Kemitraan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, di mana masing-masing negara menganggap yang lain sebagai musuh potensial dan juga mitra ekonomi, telah digambarkan oleh para pemimpin dunia dan akademisi sebagai hubungan bilateral terpenting di dunia pada abad ini.[1][2] Hingga tahun 2017, Amerika Serikat merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar dan Tiongkok merupakan negara terbesar kedua, meskipun Tiongkok memiliki PDB yang lebih besar bila diukur oleh KKB.[3] Padahal AS paling banyak memiliki kekayaan nasional. Hubungan antara kedua negara pada umumnya stabil dengan beberapa periode konflik terbuka, terutama selama Perang Korea dan Perang Vietnam. Saat ini, Tingkok dan Amerika Serikat memiliki kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan bersama, yang tidak terbatas pada proliferasi senjata nuklir, walaupun ada kekhawatiran yang belum terselesaikan terkait dengan peran demokrasi di pemerintahan Tiongkok, serta hak asasi manusia di kedua negara tersebut. Tingkok adalah negara pemberi pinjaman asing terbesar di Amerika Serikat.[4] Kedua negara tetap berselisih mengenai masalah teritorial di Laut Cina Selatan.[5] Pendapat publik atas negara lain cenderung berubah-ubah sekitar 40 hingga 50 persen. Pada tahun 2015, opini publik Tingkok terhadap Amerika Serikat adalah 44%, sementara opini publik Amerika Serikat terhadap Tingkok sedikit lebih rendah, yaitu sebesar 38%.[6] Pendapat positif yang tercatat paling tinggi di Amerika Serikat adalah sebesar 58% (2010) dan terendah pada 38% (2007).[7] Sebaliknya, pendapat Tingkok yang tercatat paling tinggi sebesar 52% (2006) dan terendah 35% (2014). Hubungan AS dengan Tingkok dimulai dari pemerintahan George Washington,[8] yang memimpin Perjanjian Wangxia 1984. Amerika Serikat bersekutu dengan Republik Tiongkok selama perang Pasifik, tetapi memutuskan hubungan dengan Tingkok selama 25 tahun; ketika pemerintah komunis mengambil alih, hingga kunjungan Richard Nixon pada tahun 1972 ke Tingkok. Sejak Nixon, setiap presiden AS berturut-turut melakukan perjalanan ke Tingkok. Hubungan AS dengan Tingkok telah tegang di bawah poros strategi Asia Barack Obama; di mana AS mendukung Jepang dalam sengketa Kepulauan Senkaku, seperti halnya ancaman Donald Trump yang menyatakan Tiongkok sebagai "manipulasi mata uang" sebagai bagian dari perang dagang potensial.[9][10] Pada bulan April 2017, perselisihan maritim yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan telah membuat hubungan tegang antara keduanya.[11][12] Amerika telah melakukan kebebasan patroli navigasi di wilayah tersebut untuk menggarisbawahi posisi AS bahwa pulau buatan yang dibangun oleh Tingkok berada di perairan Internasional.[13][14] Dinasti Qing dan Amerika SerikatPada tahun 1784 Amerika Serikat berusaha mengirim konsul ke Tingkok, tetapi tidak menerima keputusan apapun dari pemerintah Tingkok. Hubungan diplomatik formal antara Amerika Serikat dengan Kekaisaran Tingkok dimulai pada tanggal 16 Juni 1844 sebagai negara-negara yang terlibat dalam negosiasi yang menyebabkan Perjanjian Wangxia.[15] Perdagangan Tingkok KunoKoin, ginseng, dan bulu binatang, dan komoditas lainnya seperti teh, katun, sutra, pernis, keramik, dan furnitur pernah diperdagangkan antara kedua negara. Perang opiumSetelah Perjanjian Nanking di akhir Perang Opium Pertama pada tahun 1842, banyak pelabuhan Tingkok dipaksa untuk membuka perdagangan luar negeri, yang mengancam perdagangan Amerika di wilayah tersebut.[16] Presiden John Tyler, bagaimanapun, mendapatkan Perjanjian 1844 atas Wanghia, yang memberi Amerika hak untuk melakukan ekstrateritorial, dan menempatkan perdagangan Amerika setara dengan perdagangan Inggris. Perjanjian ini secara efektif mengakhiri era Perdagangan Tiongkok Kuno, sehingga digantikan dengan bangkitnya Amerika Serikat sebagai kekuatan baru. Selama Perang Opium Kedua, pasukan Amerika dan Qing bentrok di Pertempuran Benteng Penghalang, yang merupakan keterlibatan militer pertama antara Amerika Serikat dan Tingkok. Setelah kekalahan Tingkok dalam Perang Opium Kedua, kaisar Tingkok, Xianfeng, melarikan diri dari Beijing. Saudaranya Yixin, Pangeran Gong, meratifikasi Perjanjian Tientsin dalam Konvensi Peking pada tanggal 18 Oktober 1860. Perjanjian ini menetapkan, antara lain, bahwa bersama dengan Inggris, Prancis, dan Rusia, Amerika Serikat berhak untuk kantor administratif stasiun di Beijing, yang ditutup sebelum perang. TaiwanBeberapa orang Amerika menganjurkan aneksasi Taiwan dari Tingkok.[17][18][19] Aborigin di Taiwan sering menyerang dan membantai pelaut barat terdampar.[20][21][22][23] Pada tahun 1867, saat insiden Rover, para pribumi Taiwan menyerang pelaut Amerika yang terdampar, membunuh seluruh anggota.[24] Mereka kemudian melawan dan mengalahkan ekspedisi pembalasan oleh militer Amerika, serta membunuh orang Amerika lainnya selama pertempuran.[25][26][27][28][29][30][31] Perjanjian Burlingame dan Undang-Undang Eksklusi TionghoaPada tahun 1868, pemerintah Qing menunjuk Anson Burlingame sebagai utusan mereka ke Amerika Serikat. Burlingame mengunjungi negara tersebut untuk membangun dukungan atas perlakuan adil bagi Tingkok dan emigran Tingkok. Perjanjian Burlingame pada tahun 1868 mewujudkan prinsip-prinsip ini. Pada tahun 1871, Misi Pendidikan Tingkok membawa dua kelompok pertama yang terdiri dari 120 anak laki-laki Tingkok untuk belajar di Amerika Serikat. Mereka dipimpin oleh Yung Wing, orang Tingkok pertama yang lulus dari universitas Amerika. Selama Demam Emas California dan pembangunan kereta api lintas benua, sejumlah besar warga Tingkok beremigrasi ke Amerika Serikat dan menimbulkan permusuhan dari warga Amerika. Setelah didorong secara paksa dari ranjau, kebanyakan orang Tingkok menetap di Pecinan di kota-kota seperti San Francisco, dan mengambil pekerjaan dengan upah rendah, seperti pekerja restoran dan pembersihan. Selama ekonomi pasca Perang Saudara menurun pada tahun 1870-an, permusuhan anti-Tingkok dipolitisir oleh pemimpin buruh Denis Kearney dan partainya, juga oleh gubernur California John Bigler. Keduanya menyalahkan kuli Tingkok atas tingkat upah yang rendah. Dalam pembatasan signifikan pertama mengenai imigrasi bebas dalam sejarah AS., Kongres mengeluarkan Undang-Undang Eksklusi Tionghoa pada tanggal 6 Mei 1882, setelah revisi yang dibuat pada tahun 1880 hingga Perjanjian Burlingame. Revisi tersebut memungkinkan Amerika Serikat untuk menangguhkan imigrasi, dan Kongres bertindak cepat untuk menerapkan penghentian imigrasi Tingkok; serta penangguhan pekerja terampil dan tidak terampil dari Tingkok yang memasuki negara tersebut selama 10 tahun, dengan hukuman penjara dan deportasi. Larangan itu diperbaharui beberapa kali, yang berlangsung selama lebih dari 60 tahun. Mencari pasar TiongkokPerusahaan Pengembangan Amerika-Tiongkok, yang didirikan pada tahun 1895 oleh J.P. Morgan dan Andrew Carnegie, berusaha menyediakan modal dan pengelolaan Amerika Serikat yang menghasilkan industrialisasi yang pesat di Tingkok. Seperti mulai dibangunnya jalur kerete api Hankow-Canton, untuk menghubungkan Tiongkok di bagian tengah dan selatan. Namun hanya selesai hingga 30 mil. Amerika menjadi kecewa, dan menjadikan kelompok dagang Belgia sebagai saingan.[32] Secara keseluruhan, impian Amerika untuk berinvestasi ratusan juta di Tiongkok hampir selalu gagal. Standard Oil berhasil menjual minyak tanah mereka ke pasar Tingkok, tetapi hanya sedikit yang menghasilkan keuntungan.[33] Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok.
Catatan kaki
|