HegelianismeHegelianisme adalah gerakan filasafat yang berkembang pada abad ke 19 dan dicetus oleh Georg Wilhelm Friedrich Hegel.[1] Pemikiran ini berpusat kepada sejarah dan logika dan mengutamakan realita daripada hal-hal dialektik untuk menguasai ide absolut mengenai suatu fenomena.[2] Hegelianisme dari Masa ke MasaTerbentuknya hegelianisme ditandai dengan pembentukan sekolah filsafat yang terbentuk sekitar 30 tahun yang memperkuat arah filsafat Jerman.[1] Hegelenisme berarah maju dan diarahkan untuk memprovokasi reaksi-reaksi besar dan merupakan pemikiran yang berorientasi kepada perlawanan.[1] Terdapat empat tahap pembentukan dari Hegelianisme.[1][3] Pertama, terjadi di salah satu sekolah Hegelian di Jerman pada periode tahun 1827-1850. Karena sering terlibat polemik terhadap lawan-lawan pemikirannya,[1] sekolah ini kemudian terbagi menjadi 3 kelompok.[1] Kelompok kanan yang melibatkan murid-murid asli dari Hegel, memiliki pemikiran untuk mempertahankan pemikiran aslinya yakni menentang bahwa pemikiran ini bersifat liberal dan pantaestik (berpusat kepada ketuhanan).[1] Kelompok kiri yang berisi pemikir-pemikir muda Hegelianisme yang memiliki pemikiran bahwa pendekatan dialektik merupakan dasar dari sebuah pergerakan pemikiran dan memandang bahwa perbandingan Hegel mengenai apa yang merupakan rational dan realitas sebagai sebuah perintah untuk memajukan realitas budaya dan politik.[1] Maka, para Hegelian muda mengiterpretasi dengan sentukan revolusiner bahwa Hegelianisme memiliki unsur pantaestik, ateistik dan liberal.[1] Kelompok tengah adalah kelompok yang lebih mementingkan keasilian dari Hegelianisme dan sistemnya yang signifikan dengan ketertarikan khusus terhadap permasalahan logika.[1] Tahap kedua (1850-1904) Hegelianisme tersebar di negara-negara lain, munculah gerakan yang bernama neo-hegelianisme yang berpusat kepada logika dan reformasi dialektika.[1] Di sisi lain, pada awal abad ke 20 muncul sebuah gerakan berbeda di Jerman setelah Wilhelm, seorang pemikir pendekatan kritis kepada imu sejarah dan humanistik, menemukan catatan-catatan Hegel pada masa muda yang tida diterbitkan.[1] Ini menandai tahap ketiga yang disebut sebagai renaisans Hegel dan dicirikan dengan ketertarika terhadap Pitologil dari terbitan catatan-catatan dan dari penelitian sejarah, pemikiran ini menjangkau sebuah rekonstruksi dari kejadia menurut pemikiran Hegel yang sarat akan unsur kebudayaan, terutama Pencerahan (Enlightment) dan Romantisme yang menimbukan sikap irasionalistik dan eksistensialist dalam filsafat.[1] Dalam tahap keempat, setelah periode perang dunia kedua, pembahuruan dalam ilmu-ilmu marksisme di Eropa menimbulkan sebuah relasi pemikiran antara Hegel dan Karl Marx dan tentang nilai-nilai dari ide Hegel yang mempengaruhi Marksisme yang secara khusus berpusat kepada masalah-masalah sosial dan politik. [1][4] Tahap keempat dari sejarah Hegelianisme ini juga mempelajari ulang pemikiran-pemikiran dasar dari helegianisme pada tahap pertama.[1][5] Rujukan
|