Hak kodrati dan hak ikhtiyari

Hak kodrati adalah hak yang dianggap tidak bergantung kepada hukum atau adat istiadat di suatu masyarakat, negara, atau peradaban manapun, serta bersifat umum (melekat pada setiap diri manusia tanpa memandang asal usul mereka) dan mutlak (tidak dapat dicabut ataupun dibatasi oleh hukum manusia). Konsep ini berlawanan dengan hak ikhtiyari, karena hak semacam itu diberikan kepada seseorang oleh suatu sistem hukum, sehingga dapat diubah, dicabut, atau dibatasi oleh hukum manusia.

Konsep hukum kodrat sangat terkait dengan hak kodrati. Hukum kodrat pertama kali muncul dalam tradisi filsafat Yunani Kuno.[1] Pada Abad Pencerahan, konsep hukum kodrat dicetuskan untuk menentang hak ilahi raja-raja, dan juga menjadi justifikasi untuk membentuk kontrak sosial, hukum positif, dan pemerintahan, walaupun ada juga yang memakai konsep ini untuk menentang hal-hal tersebut.[2]

Gagasan hak asasi manusia juga sangat berhubungan dengan konsep hak kodrati. Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia tahun 1948 dianggap menuangkan konsep hak kodrati ke dalam suatu instrumen yang tergolong sebagai soft law dalam hukum internasional. Namun, terdapat pula pandangan bahwa hak asasi manusia itu pada dasarnya bersifat fungsional, atau dalam kata lain semua manusia dari berbagai latar belakang memiliki kebutuhan perlindungan dari penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah, sehingga mereka pun mengakui keberadaan hak-hak asasi untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut.[3]

Sejarah Hak Kodrati

Awalnya, hak kodrati tumbuh sebagai bagian dari kontrak sosial dalam pengertian bahwa manusia telah merelakan sebagian dari kebebasannya secara eksplisit maupun implisit kepada pihak yang berkuasa. Penyerahan kebebasan ini merupakan bentuk syarat perlindungan hak lain dari individu tersebut.[2]Konsep hak kodrati diawali oleh Thomas Hobbes dan John Locke, dan dikembangkan seterusnya oleh John Lilburne, Francis Hutcheson, Georg Hegel, dan Thomas Paine.

Konsep hak kodrati dari Hobbes berasal dari konsepsi manusia di keadaan alamiah. Dasar dari hak kodrati ialah menggunakan kemampuan diri sendiri tanpa paksaan untuk menjaga alamnya (kehidupannya sendiri). Menurut Hobbes, kehidupan manusia sepenuhnya berisi kebebasan dan sama sekali bukan hukum.

Locke menerangkan bahwa hak kodrati merupakan keadilan, kebebasan, dan hak untuk hidup dengan layak. Hak ini berasal dari hukum alam yang bertumpu pada keamanan bersama, sebagai mana setiap manusia adalah sama dengan hak yang sama dan tidak dapat dicabut oleh siapapun.

Universalitas Hak Kodrati

Hak kodrati dianggap universal karena sifatnya yang pasti dimiliki oleh setiap manusia. Namun, sifat universal ini menjadi perdebatan diantara akademik karena perbedaan pengartian universalitas itu sendiri. Perbedaan pemahaman ini dalam bentuk konsep universalitas (misalnya, penerimaan filosofi oleh semua orang) dan dasar atau syarat konsep universalitas dengan arti lain (misalnya, penerapan secara menyeluruh dalam lingkup hukum).[3]

Catatan kaki

  1. ^ Rommen, Heinrich A., The Natural Law: A Study in Legal and Social Philosophy trans. Thomas R. Hanley, O.S.B., Ph.D. (B. Herder Book Co., 1947 [reprinted 1959] ), hlm. 5
  2. ^ a b "Natural Rights | History of Western Civilization II". courses.lumenlearning.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-10-17. Diakses tanggal 2021-11-02. 
  3. ^ a b Brems, Eva (2001). Human Rights: Universality and Diversity. Den Haag: Martinus Nijhoff. hlm. 3. ISBN 9789041116185. 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 5

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Trying to get property of non-object

Filename: wikipedia/wikipediareadmore.php

Line Number: 70

 

A PHP Error was encountered

Severity: Notice

Message: Undefined index: HTTP_REFERER

Filename: controllers/ensiklopedia.php

Line Number: 41