Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria[1] adalah nama resmi gereja Kristen terbesar di Mesir dan Timur Tengah. Gereja ini termasuk ke dalam keluarga Gereja Ortodoks Oriental.
Gereja ini merupakan bagian dari keluarga Gereja Ortodoks Oriental, yang telah menjadi tubuh gereja yang berbeda sejak Konsili Khalsedon pada tahun 451, ketika mengambil posisi yang berbeda selama teologi Kristologis dari Gereja Ortodoks Timur. Perbedaan mazhab yang tepat dalam teologi menyebabkan perpecahan dengan Kristen Koptik masih diperdebatkan, sangat teknis, dan terutama berkaitan dengan sifat Kristus. Akar dasar Gereja berbasis di Mesir, tetapi memiliki pengikut seluruh dunia.
Menurut tradisi, gereja didirikan oleh Santo Markus, rasul dan penginjil, di tengah-tengah abad ke-1 (sekitar tahun 42 M).[2] Kepala gereja dan Tahta Aleksandria adalah Paus Aleksandria dan Patriark dari seluruh Afrika pada Takhta Suci Santo Markus.
Pada 2012, sekitar 10% dari penduduk Mesir merupakan penganut "Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria".[3]
Sejarah
Dasar apostolik
Mesir diidentifikasi dalam Alkitab sebagai tempat berlindung dari "Keluarga Kudus" yang melarikan diri dari Yudea:
Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana sampai kematian Herodes Agung, bahwa itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi, dari Mesir Kupanggil Anak-Ku". (Matius 2:12–23)[4]
Gereja Mesir, yang berusia lebih dari 1.900 tahun, menganggap dirinya sebagai subjek dari banyak nubuat dalam Perjanjian Lama. Nabi Yesaya, dalam pasal 19, ayat 19 mengatakan "Pada hari itu akan ada mezbah bagi Tuhan di tengah-tengah tanah Mesir dan tugu peringatan bagi Tuhan pada perbatasannya."
Orang-orang Kristen pertama di Mesir adalah orang-orang yang biasa berbicara dalam bahasa Koptik.[5] Ada juga orang Yahudi Aleksandria seperti Teofilus, yang menurut tradisi disebut namanya oleh Santo Lukas dalam ayat pembuka Injil Lukas. Ketika gereja didirikan oleh Santo Markus pada masa pemerintahan kaisar Romawi Nero, banyak orang-orang besar di Mesir asli (kontras dengan orang Yunani atau Yahudi) memeluk iman Kristen.[5][6]
Kekristenan menyebar di seluruh Mesir dalam setengah abad setelah Santo Markus tiba di Aleksandria, sebagaimana jelas dari tulisan-tulisan naskah Perjanjian Baru kuno yang ditemukan di Bahnasa, di Mesir Tengah, yang bertarikh sekitar tahun 200 M, dan sebuah fragmen dari Injil Yohanes, yang ditulis dalam bahasa Koptik, yang ditemukan di Mesir Hulu dan diyakini bertarikh pada paruh pertama abad ke-2. Pada abad ke-2 itu, Kekristenan mulai menyebar ke daerah-daerah pedesaan, dan kitab suci yang diterjemahkan ke dalam bahasa lokal, yaitu bahasa Koptik.[7]
Dari Khalsedon sampai ke penaklukan Arab Mesir
Gereja Koptik menderita penganiayaan di bawah kekuasaan Kekaisaran Bizantium. Leluhur Melkite, ditunjuk oleh kaisar baik sebagai pemimpin spiritual dan gubernur sipil, membantai penduduk Mesir yang mereka anggap sesat. Banyak orang Mesir disiksa dan martir untuk menerima persyaratan Khalsedon, namun jemaat gereja di Mesir tetap setia kepada iman nenek moyang mereka dan pandangan KristologiCyrillian. Salah satu orang kudus Mesir yang paling terkenal dari periode itu adalah Santo Samuel Konfesor.[7]
Penaklukan Muslim Mesir
Invasi Muslim ke Mesir terjadi pada tahun 639. Meskipun terjadi pergolakan politik, mayoritas penduduk Mesir masih Kristen. Namun, konversi bertahap kepada Islam terjadi selama berabad-abad yang berubah Mesir dari negara dengan mayoritas Kristen ke negara mayoritas dengan mayoritas Muslim pada akhir abad ke-12.[7] penguasa Umayyah Mesir menerapkan pajak bagi orang Kristen pada tingkat yang lebih tinggi sebagai non-Muslim, mengatur pedagang berhaluan Islam dan merusak basis ekonomi dari Gereja Koptik.[8] Meskipun Gereja Koptik tidak hilang, kebijakan pajak Umayyah membuat sulit bagi gereja untuk mempertahankan elaksibilitasnya.[8]
Dari abad ke-19 sampai revolusi tahun 1952
Posisi Koptik mulai membaik di awal abad ke-19 di bawah stabilitas dan toleransi Dinasti Muhammad Ali. Masyarakat Koptik tidak lagi dianggap oleh negara sebagai unit administratif non-Muslim. Pada tahun 1855 pajak jizyah dihapuskan. Tak lama kemudian, orang-orang Koptik mulai melayani di tentara Mesir.[9]
Menjelang akhir abad ke-19, Gereja Koptik mengalami fase perkembangan baru. Pada tahun 1853, Paus Cyril IV mendirikan sekolah Kubti modern pertama, termasuk sekolah Mesir pertama untuk anak perempuan. Ia juga mendirikan sebuah percetakan, yang merupakan pers nasional kedua di negeri ini. Paus Cyril IV menjalin hubungan yang sangat baik dengan denominasi lain, contohnya ketika Patriark Yunani di Mesir harus absen untuk jangka waktu yang panjang di luar negeri, ia meninggalkan Gereja-Nya di bawah bimbingan Patriark Koptik.[9]
Sekolah Tinggi Teologi ("The Theological College") dari Sekolah Aleksandria dibangun kembali pada tahun 1893. Ini memulai suatu sejarah baru dengan lima mahasiswa, salah satunya kemudian menjadi dekan. Sekarang sekolah tinggi ini mempunyai kampus di Aleksandria, Kairo, dan berbagai keuskupan di seluruh Mesir, maupun di luar Mesir, di New Jersey, Los Angeles, Sydney, Melbourne dan London, di mana pendeta potensial baik laki-laki maupun perempuan yang memenuhi syarat diajari banyak hal, di antaranya adalah teologi, sejarah gereja, studi misionaris, dan bahasa Koptik.[9]
Zaman Modern
Pada tanggal 4 November 2012, Uskup Tawadros terpilih sebagai Paus ke 118 Aleksandria dan Patriark Seluruh Afrika pada Takhta Suci Santo Markus. Pendahulunya adalah Paus Shenouda III, yang meninggal pada tanggal 17 Maret 2012.
Tercatat ada sekitar 18 juta orang Kristen Ortodoks Koptik di seluruh dunia. Sekitar 10 sampai 14 juta di antaranya berdiam di Mesir di bawah yurisdiksi Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria.[10][11][12][13][14][15][16][17][18][19][20] Ada juga jumlah yang signifikan dalam diaspora di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Prancis, Jerman, dan Sudan. Jumlah umat Kristen Ortodoks Koptik di diaspora kira-kira 4 juta.[21] Selain itu, terdapat antara 350.000 dan 400.000 penganut asli di Afrika Timur, Tengah dan Afrika Selatan. Meskipun di bawah yurisdiksi Gereja Ortodoks Koptik, penganut ini tidak dianggap jemaat gereja Koptik, karena mereka bukan dari etnik Mesir. Beberapa catatan menganggap orang Etiopia yang merupkan anggota dari Gereja Ortodoks Tewahedo (sekitar 45 juta),[22] serta penganut Gereja Ortodoks Tewahedo dari Eritrea (sekitar 2,5 juta), sebagai anggota Gereja Ortodoks Koptik. Namun hal ini adalah sebuah ironi, karena kedua gereja Etiopia dan Eritrea tersebut, meskipun awalnya adalah cabang dari Gereja Aleksandria, saat ini gereja statusnya adalah berdiri sendiri (otosefalus). Pada tahun 1959, Gereja Ortodoks Tewahedo Etiopia mendapatkan Patriark pertama sendiri dari Paus Cyril VI. Selanjutnya, Gereja Ortodoks Tewahedo Eritrea juga menjadi independen dari Gereja Tewahedo Etiopia pada tahun 1994, ketika empat uskup ditahbiskan oleh Paus Shenouda III dari Aleksandria untuk membentuk dasar dari sebuah Sinode Kudus dari Gereja lokal Eritrea. Pada tahun 1998, Gereja Eritrea memperoleh status berdiri sendiri (autocephelacy) dari Gereja Ortodoks Koptik ketika Patriark pertama dinobatkan oleh Paus Shenouda III dari Aleksandria.
Pada musim panas 2001, Patriarkat Ortodoks Koptik Ortodoks dan Yunani dari Aleksandria setuju [23] untuk saling mengakui pembaptisan yang dilakukan di gereja-gereja masing-masing, membuat baptisan ulang tidak perlu lagi, serta untuk mengakui sakramen pernikahan yang ditetapkan oleh masing-masing gereja. Sebelumnya, jika jemaat Ortodoks Koptik dan Yunani ingin menikah, pernikahan harus dilakukan dua kali, sekali dalam setiap gereja, untuk itu harus diakui oleh keduanya. Sekarang itu bisa dilakukan hanya dalam satu gereja dan diakui oleh keduanya.
Menurut Tradisi Kristen dan Hukum Kanonik, Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria hanya menahbiskan pria untuk jabata imamat dan keuskupan, dan jika mereka ingin menikah, mereka harus menikah sebelum mereka ditahbiskan. Dalam hal ini mereka mengikuti praktik yang sama seperti halnya Gereja Ortodoks Timur.
Secara tradisional, bahasa Koptik digunakan dalam pelayanan gereja, dan kitab suci yang ditulis dalam abjad Koptik. Namun, karena proses Arabisasi di Mesir, pelayanan di gereja mulai mengalami peningkatan penggunaan bahasa Arab, sementara khotbah dilakukan sepenuhnya dalam bahasa Arab. Bahasa asli hanya digunakan, dalam hubungannya dengan gereja Koptik, selama ibadah di luar Mesir.
Gereja Kristen Ortodoks Koptik merayakan Natal pada tanggal 7 Januari (Kalender Gregorius), yang bertepatan dengan tanggal 25 Desember menurut kalender Julius. Gereja Ortodoks Koptik menggunakan Kalender Julius sebagai Kalender gerejawi (Ecclesiastical), yang dikenal sebagai "kalender Koptik" atau "Kalender Aleksandria". Kalender ini asalnya didasarkan pada kalender Mesir kuno. Dengan demikian Gereja Ortodoks Koptik dianggap sebagai "Gereja Kalendris Lama". Hari Natal menurut kalender Koptik diadopsi sebagai hari libur resmi nasional di Mesir sejak tahun 2002.
^Bahasa Koptik: Ϯⲉⲕ̀ⲕⲗⲏⲥⲓⲁ ̀ⲛⲣⲉⲙ̀ⲛⲭⲏⲙⲓ ̀ⲛⲟⲣⲑⲟⲇⲟⲝⲟⲥti.eklyseya en.remenkimi en.orthodoxos, secara harfiah berarti: "Gereja Ortodoks Mesir".
^Eusebius dari Kaisarea, pengarang Sejarah Gereja pada abad ke-4 M, menyatakan bahwa Santo Markus datang ke Mesir pada tahun pertama dan ketiga pemerintahan Kaisar Claudius, yaitu tahun 41 atau 43 M. "Two Thousand years of Coptic Christianity" Otto F. A. Meinardus halaman 28.
^[1]Diarsipkan 2009-11-28 di Wayback Machine.. The Washington Post. "Perkiraan jumlah penduduk Kristen Mesir bervariasi dari angka terendah yang dimiliki oleh pemerintah Mesir, 6 sampai 7 juta, sampai 12 juta yang dilaporkan oleh para pemimpin Kristen. Jumlah sebenarnya dapat berkisar 11 sampai 13 juta jiwa, dari seluruh penduduk Mesir yang berjumlah lebih dari 85 juta." Diakses 10 Oktober 2008.
The Chronicle of John, Bishop of Nikiu: Translated from Zotenberg's Ethiopic Text. R. H. Charles (translator). Evolution Publishing. 28 February 2007. ISBN978-1-889758-87-9.
Wolfgang Kosack, Novum Testamentum Coptice. Neues Testament, Bohairisch, ediert von Wolfgang Kosack. Novum Testamentum, Bohairice, curavit Wolfgang Kosack. / Wolfgang Kosack. neue Ausgabe, Christoph Brunner, Basel 2014. ISBN 978-3-906206-04-2.