Geografi fisik adalah salah satu bagian utama ilmu geografi.[1] Geografi fisik adalah bagian ilmu geografi yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan studi tentang proses dan pola dalam lingkungan alam di muka bumi. Ruang lingkup geografi fisik meliputi semua gejala alam yang terjadi di antroposfer, atmosfer, biosfer, hidrosfer, pedosfer (lapisan tanah), dan litosfer.[2] Perhatian utama geografi fisik adalah lapisan hidup dari lingkungan fisik, yaitu zona tipis dari daratan dan lautan yang di dalamnya terdapat sebagian besar fenomena kehidupan.[3] Dengan demikian, geografi fisik merupakan pelengkap geografi manusia.
Memahami geografi fisik suatu daerah adalah hal penting ketika merencanakan suatu kelangsungan hidup bumi. Kelangsungan hidup tidak hanya bergantung pada ketersediaan air dan makanan, tapi juga bergantung pada faktor yang dapat menurunkan daya dukung tanah seperti polusi dan perusakan lingkungan. Tujuan utama dari geografi fisik adalah mengevaluasi pengaruh manusia pada lingkungan alam.[4]
Sub bagian
Geomorfologi: sebuah studi ilmiah terhadap permukaan Bumi dan proses yang terjadi terhadapnya. Secara luas, berhubungan dengan landform (bentuk lahan) tererosi dari batuan yang keras, namun bentuk konstruksinya dibentuk oleh runtuhan batuan, dan terkadang oleh perilaku organisme di tempat mereka hidup.
Hidrografi : cabang ilmu geografi fisik yang berhubungan dengan penelitian dan pemetaan air di permukaan bumi.[3]
Glasiologi: ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat fisika dan kimia dari es dan salju (gletser), pembentukan formasi, pergerakan dan juga evolusinya.
Biogeografi: ilmu yang mempelajari tentang keaneka ragaman hayati berdasarkan ruang dan waktu.
Klimatologi: ilmu yang mempelajari iklim dan distribusi spasialnya,[4] ilmiah didefinisikan sebagai kondisi cuaca rata-rata selama periode waktu tertentu, dan merupakan cabang dari ilmu atmosfer.
Astronomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit di luar atmosfer.
Pedologi: ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologitanah. Di dalamnya ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis), morfologi tanah (sifat dan ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah.[5]
Paleogeografi: Mempelajari dan menganalisis bentuk permukaan Bumi pada masa lalu dengan bukti fisik dari lapisan Bumi.
Geografi pesisir: Mempelajari hubungan dinamis antara daratan dengan lautan.
Oseanografi: ilmu bumi yang mempelajari samudra atau lautan. Ilmu ini mencakup berbagai topik seperti organisme laut dan dinamika ekosistem; arus samudra, gelombang, dan dinamika cairan geofisika; tektonik lempeng dan geologi dasar laut, dan arus berbagai zat kimia dan fisika di dalam lautan dan perbatasannya.
Ilmu kuater: ilmu yang berfokus pada penelitian periode kuarter.
Geomatik: mempelajari pengumpulan, penyimpanan informasi, pengolahan, dan penyampaian informasi geografis, atau spasial.
Pengelolaan lingkungan: menganalisis aspek-aspek dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
Sejarah Geografi Fisik
Periode 1850 - 1950
Mary Somerville menulis sebuah buku berjudul "Physical geography" di tahun 1848, yang merupakan salah satu buku pertama danpaling berpengaruh di bidang geografi fisik dan memberikannya definisi yang jelas. Pandangan Somerville tentang geografi fisik memiliki kesamaan dengan Arnold Guyot (1850), di mana keduanya melihat dimensi manusia di dalam geografi fisik. Emmanuel de Martonne (1909) di Prancis, mempelajari empat komponen utama geografi fisik, yaitu klimatologi, hidrografi, geomorfologi, dan biogeografi, serta juga mempertimbangkan pengaruh lingkungan.[6]
Pada periode tahun 1850 hingga 1950, ilmu geografi fisik dipengaruhi oleh sejumlah ide atau gagasan sebagai berikut ini:[4]
Uniformitarianism - menangkal bahwa kondisi bumi sesaat adalah akibat kekuatan alam yang dahsyat. Teori ini mengatakan bahwa kegiatan manusia dan alam dari masa lalu dan masa sekarang akan memengaruhi bumi di kemudian hari.
Evolution - Charles Darwin's Origin of Species (1859) mengatakan bahwa seleksi alam akan menentukan individu mana yang akan bertahan hingga masa depan, dan bahwa setiap individu akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup.
Exploration and Survey - pada tahun 1900-an bidang geografi fisik banyak ditunjang dengan pengumpulan data dari hasil eksplorasi dan survei bumi. Data yang dikumpulkan termasuk data ketinggian, klasifikasi dan deskripsi lahan, pengukuran volume aliran sungai, pengukuran berbagai fenomena terkait dengan iklim dan cuaca, klasifikasi tanah, organisme, komunitas biologi, dan ekosistem.
Conservation - pada tahun 1850-an mulai digiatkan upaya perlindungan alam menyusull terjadinya banyak perusakan alam akibat kegiatan manusia. Hal ini antara lain tercetus oleh George Perkins Marsh (1864) dalam bukunya Man in Nature atau Physical Geography as Modified by Human Action.
Periode paska 1950
Bertentangan dengan pemikiran Guyot, Somervile, dan de Martonne, geografi fisik cenderung semakin mengabaikan pengaruh manusia dan lingkungan. Sebagai contoh, Pierre Birot (1966) memandang geografi fisik sebagai studi tentang permukaan bentang alam yang terlihat sebagaimana hal itu akan tampak di mata pengamat yang menjelajahi dunia sebelum interaksi umat manusia. Di dekade baru-baru ini, geografi fisik menjadi lebih merisaukan integrasi berbagai elemennya dan telah menghidupkan kembali kekhawatirannya dengan isu-isu manusia.[6]
Ilmu geografi fisik setelah tahun 1950 dipengaruhi oleh dua kekuatan utama, yaitu:[4]
The Quantitative Revolution - pengukuran menjadi fokus utama dalam penelitian geografi fisik, terutama untuk uji coba suatu hipotesis. Pengukuran ini melibatkan pemetaan, modeling, statistik, matematika, dan uji coba hipotesis. Para ilmuwan kini cenderung mempelajari proses terjadinya suatu fenomena alam ketimbang hanya mendeskripsikannya.
The Study of Human/Land Relationships - pengaruh dari kegiatan manusia terhadap lingkungan menjadi lebih tampak setelah tahun 1950. Sebagai respon, para ilmuwan geografi fisik mulai mempelajari bagaimana pengaruh dari kegiatan manusia terhadap lingkungan. Penelitian yang banyak dilakukan menyangkut degradasi lingkungan dan penggunaan sumber daya alam, bencana alam, asesmen dampak lingkungan, dan efek dari urbanisasi dan perubahan lahan terhadap lingkungan alaminya.
Tema utama geografi fisik modern adalah perubahan lingkungan alam. Para ilmuwan mengkhawatirkan dampak antropogenik pada lingkungan, dan disaat yang bersamaan juga semakin sadar tentang frekuensi, magnitude, dan konsekuensi dari perubahan lingkungan alam yang terjadi pada jangkauan skala waktu yang luas seperti kejadian yang singkat, sampai dengan kejadian yang berskala dekade dan ratusan tahun atau lebih. Kekhawatiran tersebut muncul karena perkembangan teknologi baru di empat dekade terakhir untuk rekonstruksi penanggalan dan lingkungan, termasuk pengambilan sampel dasar laut, danau, dan lapisan es. Pengelolaan lingkungan menjadi bidang utama di banyak cabang geografi fisik, termasuk di dalamnya ialah pengelolaan sumber daya air, polusi air, dan pesisir. Para ahli geografi fisik dalam beberapa tahun terakhir telah banyak berkontribusi dalam studi kebahayaan, bencana dan disaat yang sama mempertimbangkan aspek peristiwa geomorfologi, hidrologi, atau iklim. Para ahli juga berpendapat bahwa komitmen untuk memahami hubungan manusia-lingkungan sangat penting untuk keberlanjutan planet bumi dan harus menjadi mandate untuk geografi fisik di abad ke-21.[6]
^sugiyanto (2020). Mengkaji Ilmu Geografi. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. hlm. 21. ISBN9786023208296.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)