Filsafat fisika
Alasan mengapa ditinggalkannya pandangan klasik dalam kajian filsafat fisika, adalah sifat ilmu fisika yang sangat bergantung kepada hasil pengamatan dan eksperimen. Suatu teori fisika akan ditinggalkan saat ada pengamatan atau eksperimen yang mengindikasikan suatu hasil yang berbeda sehingga dibutuhkan teori baru sebagai penjelasan. Untuk bahasan yang cenderung aplikatif, hal ini tidak begitu berpengaruh ; hukum gerak Newton masih umum digunakan dalam bidang keteknikan ataupun kehidupan sehari-hari, tetapi untuk kajian yang lebih mendalam secara konseptual, teori relativitas Einstein akan memberikan sudut pandang baru terhadap ruang, waktu serta materi,[1] dan tentunya cocok terhadap hasil pengamatan dan eksperimen. Filsafat fisika memberikan perhatian terhadap seluruh aspek fisis dari realitas. Aspek ini berupa aspek spasial (berkaitan dengan ruang) dan aspek temporal (berkaitan dengan waktu), sehingga dalam filsafat fisika, eksistensi dan sifat alami dari ruang-waktu menjadi bahasan utama.[2] Selain itu materi juga menjadi bahasan penting, karena dunia yang dapat kita lihat dan rasakan tersusun dari "tak hingga" materi. Namun materi dalam bahasan filsafat fisika tidak hanya yang memiliki wujud fisis, medan dan gelombang contohnya termasuk dalam bahasan,[2] karena medan dan gelombang merupakan penyusun dari entitas berwujud fisis dalam realitas. Sejarah awal filsafat fisikaPermulaan, dan peradaban Yunani kunoManusia sejak awal kemunculannya merupakan makhluk hidup dengan rasa penasaran yang tinggi terhadap fenomena alam yang terjadi di sekelilingnya, seperti: seperti terbit tenggelamnya matahari, kemunculan gerhana, pergantian musim, pola yang dibentuk rasi bintang dan lain-lain.[3] Pengamatan terhadap suatu fenomena alam yang terjadi dapat memudahkan aktivitas manusia sendiri. Seperti memilih waktu untuk bercocok tanam yang tepat, navigasi pelayaran, migrasi hewan buruan dan masih banyak lagi. Dengan segala keterbatasannya pada zaman tersebut manusia mencoba menjelaskan mengapa fenomena tersebut terjadi. Penjelasan yang berkaitan dengan hal-hal mistis pun bermunculan. Seperti pada zaman Yunani kuno misalnya, fenomena alam seperti petir dikaitkan dengan Zeus sang dewa petir.[3] Penjelasan yang berkaitan dengan hal-hal mistis mudah diterima oleh kalangan awam, tetapi hampir tidak memiliki aspek aplikatif terkecuali mengandalkan kebetulan. Sains secara umum menawarkan penjelasan rasional terhadap keteraturan alam semesta.[3] Pun, perkembangan ilmu pengetahuan pada peradaban manusia terjadi tidak secara serempak, misalnya suku Maya di Meksiko telah mengembangkan pengertian angka desimal dan nol (0) sebelum banga Eropa mengenalnya.[4] Pencarian penjelasan rasional terhadap fenomena alam di eropa dimulai pada abad ke-6 SM. Diperakarsai filsuf-filsuf Yunani seperti Pythagoras dengan teorema geometri dan teori musiknya,[5][6] atau Leucippus (~440 SM.), Democritus (~420 SM.) dan Epicurus (342-270 SM.) yang mengemukakan hipotesis bahwa setiap materi tersusun dari atom yang tidak dapat terbagi lagi.[3][7] Aristoteles (~384 - 322 SM) dan Empedocles (~490-430 SM) mengemukakan lima elemen penyusun yakni: air, api, udara, tanah dan aether.[8][9] Aristoteles juga mengemukakan hipotesis tentang gerak dan bumi sebagai pusat alam semesta[10] Zaman pertengahanPada awal zaman pertengahan, ilmu pengetahuan secara umum termasuk fisika dan kajian filsafatnya mengalami perlambatan perkembangan di Eropa[11] alih-alih sains mencapai kejayaanya diluar eropa yakni pada zaman keemasan Islam di Timur Tengah.[12][13] Filsuf sekaligus ilmuwan terkemuka Islam banyak bermunculan pada periode ini seperti diantaranya: Ibnu Sina, Omar Khayyam, Abū Rayḥān al-Bīrūnī, Al-Farabi dan lain-lain. Ibnu Sina misalnya menentang gagasan tentang gerak yang diajukan oleh Aristoteles ; menurut Aristoteles keadaan alami benda adalah diam, sehingga benda yang bergerak akan menjadi diam pada suatu saat, sementara Ibnu Sina percaya benda yang bergerak menjadi diam akibat adanya suatu agen eksternal yang melawan gerak benda seperti gesekan udara.[14][15] Sementara itu Abū Rayḥān al-Bīrūnī menyatakan bahwa perubahan gerak diakibatkan oleh percepatan atau perlambatan.[16] Abu'l-Barakāt al-Baghdādī Diarsipkan 2022-05-17 di Wayback Machine. menentang teori Aristoteles yang menyatakan bahwa gaya mengakibatkan gerakan dengan kecepatan konstan. Al-Baghdādī memandang bahwa kecepatan dan percepatan adalah yang berbeda, dan besar suatu gaya berbanding lurus terhadap besar percepatan yang dihasilkan alih-alih terhadap kecepatan.[17] Zaman Renaisans dan pengembangan metode ilmiahZaman ini dipandang sebagai kelahiran kembali (renaisans) dari ilmu pengetahuan serta kajiannya di Eropa.[3] Penemuan kembali literatur pembelajaran sains yang dikembangkan oleh peradaban Islam dan Yunani kuno mempengaruhi masyarakat Eropa pada masanya, sekaligus menjadi fondasi dari perkembangan sains pada masa renaisans di Eropa.[18] Melalui teori heliosentris, Copernicus mendobrak pemikiran masyarakat tentang pertanyaan akan eksistensi manusia di alam semesta. Sebelumnya pada model Ptolemaeus, bumi dan manusia ditempatkan spesial yang mana menjadi pusat dari alam semesta itu sendiri.[19] Pada model Copernicus, bumi merupakan bagian dari tujuh planet yang telah diketahui yang mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk lingkaran. Meskipun mendapat penolakan[20][21] gagasan dari Copernicus menginspirasi ilmuwan-ilmuwan pada masanya seperti Tycho Brahe dan Johaness Kepler untuk melakukan observasi dan perhitungan lebih lanjut. Nantinya, Kepler akan menemukan bahwa lintasan planet berbentuk elips alih-alih berbentuk lingkaran.[22] Karya Copernicus juga dianggap sebagai tonggak lahirnya revolusi ilmiah di Eropa.[23] Selain Copernicus, Galileo Galilei juga merupakan tokoh penting dari revolusi ilmiah. Galileo menekankan pentingnya matematika dalam pengkajian suatu fenomena alam.[24] Galileo juga menciptakan teleskop dengan 30x pembesaran yang mana akan menjadi instrumen utama dalam pengamatan satelit atau bulan Jupiter.[25][26] Pengamatan bulan Jupiter oleh galileo mengakibatkan revolusi di bidang astronomi. Pendapat lama dimana bumi sebagai pusat alam semesta dimana seluruh benda-benda langit mengelilingi bumi mulai diragukan akibat ada benda langit (yaitu bulan Jupiter) yang pusat revolusinya tidak terhadap bumi.[27] Galileo berkontribusi pada mekanika dengan percobaan geraknya dan menyimpulkan bahwa massa tidak mempengaruhi kecepatan benda seperti pendapat lama Aristoteles. Serta tanpa suatu gaya hambat, suatu benda akan terus menerus bergerak lurus. Kemudian hasil percobaan Galileo dikembangkan dan dirumuskan secara matematis oleh Isaac Newton dalam hukum Geraknya. Hasil pengamatan Galileo dan Kepler tentang benda langit dijelaskan oleh Isaac Newton dengan hukum gravitasinya. Newton juga kemudian memberikan pandangan tentang konsep ruang dan waktu mutlak.[28] Filsafat ruang (dan) waktuSeperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ruang dan waktu merupakan bahasan sentral dalam filsafat fisika. Pembahasan ruang dan waktu pun terus berkembang dari masa ke masa. Mulai dari kajian yang bersifat metafisika hingga yang dibahas langsung secara matematis dan empiris. DescartesMenurut Rene Descartes ruang dan materi adalah suatu kesatuan dan tak terbatas adanya. Ukuran dan bentuk merupakan persyaratan utama bagaimana suatu materi didefinisikan atau dibayangkan. Sehingga ruang merupakan implikasi dari aspek spasial yang dimiliki oleh materi. Implikasi langsung dari pendapat Descartes adalah tidak akan mungkin terdapat suatu ruang yang vakum, karena vakum tidak memiliki dimensi atau aspek spasial. Jika setiap daerah dari ruang merupakan perwujudan aspek spasial dari materi, maka tanpa materi tidak akan ada ruang.[1] Untuk menjelaskan gerakan suatu benda, Descartes berpendapat bahwa tidak terdapat ruang mutlak ; artinya jika suatu materi bergerak atau berpindah maka seluruh ruang yang dibentuk oleh materi lainnya akan bergerak relatif terhadap materi tersebut sebagi kompensasi dari perpindahannya.[29] Hukum gerak Descartes dapat dirumuskan menjadi tiga poin sebagai berikut:[30]
NewtonBerlawanan dengan René Descartes, Isaac Newton berpendapat bahwa ruang vakum, waktu mutlak dan ruang mutlak merupakan suatu entitas yang nyata di alam semesta. Ruang mutlak menurut Newton selalu sama dan tidak bisa dipindahkan.[31] Begitu pula dengan waktu ; menurut Newton waktu berjalan sama (mutlak) disetiap titik di alam semesta dan tidak dipengaruhi aspek fisis eksternal (gaya, masa, kecepatan dan lain-lain).[31] Newton juga menyatakan bahwa posisi yang ditempati suatu benda adalah suatu besaran dalam ruang yang ditempatinya alih-alih menurut Descartes, ruang merupakan implikasi dari aspek spasial benda. Karakterisasi dari ruang dan waktu menurut Newton dapat dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:[28]
Ruang mutlak menurut Newton dapat dibuktikan menggunakan percobaan ember berisi air yang dirotasikan terhadap suatu titik. Setiap titik di alam semesta dapat melihat gerakan dari ember berisi air ini karena kecekungan permukaan air saat berotasi. Ini adalah contoh dari gerak mutlak terhadap kerangka acuan mutlak menurut newton. Selain gerak mutlak, Newton juga mendefinisikan gerak relatif, yakni gerakan suatu benda relatif terhadap suatu kerangka acuan Inersia. Kerangka acuan inersia atau kerangka acuan relatif yang dimaksud adalah kerangka acuan yang diam atau bergerak dengan kecepatan konstan dan kerangka acuan ini berada di dalam kerangka acuan mutlak Newton. Pada kerangka acuan ini berlaku hukum gerak Newton. Selain itu yang hal lainnya yang membedakan konsep Newton dan Descartes adalah pandangannya terhadap momentum, Newton berpendapat bahwa momentum dari suatu benda hanya bergantung dan berbanding lurus dengan kecepatan dan massanya.[32] LeibnizGotffried von Leibniz menentang Newton dengan menyatakan bahwa ruang sepenuhnya adalah entitas yang relatif terhadap kerangka acuan.[33] Leibniz juga mengemukakan teori gerak baru yang menghubungkan gerak suatu benda dengan energi kinetik dan potensial yang dimilikinya.[2] Selain konsep ruang yang relatif, Leibniz dalam korespondensinya dengan Samuel Clarke juga menganggap waktu merupakan konsep yang relatif.[34][35] Relativitas EinsteinDalam konsep fisika klasik, dipercaya bahwa gelombang cahaya atau elektromagnetik merambat melalui suatu zat yang dinamakan ether,[36] zat ini dipercaya juga bersifat elastis dan memenuhi ruang alam semesta. Albert Michelson selama enam tahun dari tahun 1881 hingga 1887, dengan instrumen percobaanya mencoba menemukan ether namun selalu gagal.[37][38] Sementara beberapa ilmuwan juga telah mulai skeptis dengan konsep ruang dan waktu mutlak yang dikemukakan oleh Newton.[39][40][41] Kemudian pada tanggal 26 September 1905, Albert Einstein mempublikasikan karyanya tentang relativitas khusus. Dalam naskahnya, Einstein berargumen bahwa aether tidak harus ada jika kita meninggalkan konsep ruang dan waktu mutlak Newton. Basis yang mendasari relativitas khusus einstein adalah dua postulat sebagai berikut:[42]
Implikasi dari kedua postulat Einstein ini ialah hal yang tak lazim pada masanya seperti dilatasi waktu, kontraksi panjang dan pertambahan masa relativistik.[43] Kemudian dilanjutkan dengan relativitas umum Einstein menunjukan bahwa percepatan akibat medan gravitasi sama halnya dengan percepatan pada kerangka inersia yang dipercepat, yang mana akan berimplikasi terhadap pelengkungan lintasan cahaya dan perlambatan waktu pada suatu ruang dengan medan gravitasi tertentu.[42] Teori relativitas umum Einstein membahas bahwa ruang-waktu dapat dilengkungkan dan pada kasus khusus berimplikasi pada dimungkinkannya perjalanan antar waktu.[42] Namun banyak ilmuwan berpendapat bahwa perjalanan antar waktu yang mungkin hanyalah ke masa depan karena perjalanan ke masa lalu akan bertentangan dengan prinsip kausalitas.[44] Seperti contoh paradoks yang muncul saat seseorang kembali ke masa lalu dan membunuh leluhurnya. Filsafat dalam mekanika kuantumMekanika kuantum merupakan fondasi dari fisika modern dan perkembangan teknologi digital. Interpretasi konseptual dari mekanika kuantum bertentangan dengan fisika klasik. Energi partikel yang terkuantisasi serta dualisme partikel-gelombang merupakan konsep yang tidak dikenal dalam fisika klasik, sehingga memberikan gambaran baru bagaimana alam semesta bekerja. Keterikatan, aspek tak terlokalisasi dari partikelKeterikatan dalam mekanika kuantum didefinisikan sebagai suatu fenomena yang terjadi antar partikel atau sekelompok partikel, dimana antar partikel tersebut saling mempengaruhi keadaan kuantum satu sama lain walaupun terpisah secara spasial( misalkan milyaran kilometer ) dan tidak ada interaksi fisis apapun yang terjadi antar partikel.[45] Interpretasi dari keterikatan kuantum sering kali disalah artikan sebagai pengiriman informasi antar partikel secara instan (melebihi kecepatan cahaya). Keterikatan kuantum bergantung pada dua sifat dasar yang dimiliki materi yaitu nonlocality (tak terlokalisasi) dan nonseparability (tak terpisah).[46] Sifat tak terlokalisasi merupakan sifat gelombang yang dimiliki oleh suatu partikel. Dalam bahasan klasik, partikel merupakan entitas yang terlokalisasi yaitu memiliki kepastian posisi tiap satuan waktu, tetapi pengamatan pada partikel elementer seperti elektron mengindikasikan bahwa partikel pada dasarnya tidak terlokalisasi ; elektron dapat berada dimanapun dalam suatu wilayah tiap satuan waktu dan posisinya tidak dapat dihitung secara pasti, melainkan dalam bentuk probabilitas yang didefinisikan dalam suatu fungsi gelombang.[47] Sementara itu sifat non-separability, menyatakan fungsi gelombang dari sistem yang terdiri dari dua partikel tidak dapat dipisahkan. Artinya kedua partikel walaupun telah dikatakan "terpisah" sebenarnya kedua partikel tersebut tidak pernah betul-betul terpisah dan tetap saling mempengaruhi hingga dilakukannya pengukuran untuk mengukur posisi tiap partikel.[48][49][50] Sifat keterikatan partikel memunculkan pertanyaan metafisika tentang hubungan antara materi di seluruh alam semesta.[45] Masalah ketidakpastian dalam pengukuranDalam mekanika kuantum dikenal prinsip ketidakpastian. Prinsip ini menyatakan jika makin teliti suatu posisi suatu benda dapat diketahui atau diukur, maka momentumnya akan semakin tidak pasti, begitu pula sebaliknya. Fenomena ini sering disalah artikan[51][52] dengan keterbatasan instrumen pengukur yang mempengaruhi hasil pengukuran, alih-alih ketidakpastian dalam mekanika kuantum merupakan aspek intrinsik partikel yang selama ini dalam pandangan klasik dapat ditentukan posisi dan kecepatannya dengan pasti.[53][54] Ketidakpastian dalam mekanika kuantum sering kali dipertentangkan dengan konsep determinisme dalam filsafat.[55] Filsafat dalam termodinamika dan mekanika statistikaTermodinamika adalah cabang dari fisika yang mempelajari energi dan kerja pada (dari) suatu sistem.[56] Sementara mekanika statistika mempelajari "sifat" atau karakteristik rata-rata dari suatu sistem menggunakan teori probabilitas.[57][58] Termodinamika mempunyai hubungan langsung terhadap mekanika statistika karena mekanika statistika memberikan gambaran akan pergerakan materi atau partikel dalam sistem akibat energi dan kerja yang diberikan atau diambil. Termodinamika dan mekanika statistika erat kaitannya dengan entropi atau derajat kekacauan dari suatu sistem. Entropi memberikan intrepertasi matematis dari "keteraturan" di alam semesta. Selain itu mekanika statistika memberikan pandangan dalam tidak simetrisnya waktu dari suatu proses fisis (Irreversibilitas).[57] IrreversibilitasPrinsip termodinamika mengharuskan bahwa dunia yang didalamnya terjadi suatu proses fisis asimetris terhadap waktu. Contoh: suatu vas bunga terbuat dari keramik jatuh ke lantai dan kemudian pecah, proses sebaliknya, yakni pecahan keramik yang membentuk vas bunga dan kembali ke atas tidak akan pernah terjadi meskipun energi yang dibutuhkan untuk kedua proses sama besar. Implikasi langsung dari irreversibilitas adalah waktu yang mempunyai arah.[59] Proses irreversibel harus disertai bertambahnya entropi pada suatu sistem dan entropi semesta tidak pernah menurun.[60] Sehingga arah dari waktu mengikuti proses ini ; yakni alam semesta dulunya harus lebih teratur dari saat ini dan secara fisika akan lebih kacau di masa depan (entropinya bertambah). Filsafat kosmologiKosmologi merupakan suatu ilmu yang berurusan dengan alam semesta pada skala yang besar.[61] Kosmologi berkaitan dengan bentuk serta proses terjadinya alam semesta itu sendiri. Teori kosmologi terus berkembang dari zaman ke zaman mulai dari teori geosentris Ptolemaeus, hingga model standar yang mencangkup teori ledakan besar. Teori kosmologi erat kaitannya dengan aspek metafisika dalam bahasan filsafat, tetapi seiring perkembangan teknologi dan melimpahnya data pengamatan, kosmologi saat ini sepenuhnya masuk dalam kajian ilmu alam atau sains.[61] Asal mula alam semestaMenurut masyarakat Boshongo di Afrika Tengah, pada masa permulaan terciptanya alam semesta hanya terdapat kegelapan, air, dan dewa Bumba yang agung. Pada suatu hari, Bumba mengalami sakit perut dan memuntahkan Matahari, pulau-pulau, bulan, bintang, dan segala jenis binatang termasuk manusia.[62] Sementara menurut uskup Ussher, penciptaan alam semesta terjadi 4004 tahun sebelum masehi.[62][63] Tidak semua orang setuju bahwa alam semesta memiliki suatu awal. Aristoteles misalnya menganggap bahwa alam semesta telah ada dari waktu yang lampau, dan akan terus ada sampai waktu tak hingga.[62][64] Kosmologi modern berbasis pada teori sains dan data hasil pengamatan. Pengamatan Edwin Hubble yang kemudian dipadukan dengan teori relativitas umum mengindikasikan bahwa alam semesta itu terbatas dan memiliki awal. Kesimpulan ini dirangkum dalam teori ledakan besar yang menyatakan bahwa pada awalnya yaitu 13,8 miliar tahun lalu, alam semesta merupakan suatu titik dengan kerapatan yang sangat tinggi dan kemudian meledak atau berkespansi hingga seperti sekarang. Hingga saat ini teori ledakan besar masih konsisten dengan pengamatan.[65][66] Baca juga
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|