Filsafat Jepang

Filsafat jepang merupakan cara pandang yang secara kreatif menggabungkan tradisi filosofis dan agama asli untuk mencari jawaban atas pertanyaan tentang pengetahuan (epistemologi), tindakan moral (etika), hubungan antara seni dan keindahan (estetika), dan hakikat realitas (metafisika) .[1]

Asal

Filsafat jepang dimulai sekitar empat belas abad yang lalu. Pemikiran Konfusianisme masuk ke jepang sekitar abad kelima masehi.[2]

Filsafat sebagai pengetahuan

Filsuf jepang melibatkan keterlibatan pribadi daripada pelepasan impersonal dan mencoba memahami realitas dengan bekerja di dalamnya daripada orang yang mencoba memahaminya dengan berdiri terpisah darinya. [3]

Estetika jepang

Filsafat estetika Jepang mencakup konsep-konsep seperti wabi-sabi, mono no aware, dan yūgen. Wabi-sabi menekankan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kefanaan, sementara mono no aware merujuk pada apresiasi kesedihan yang melekat pada perubahan dan kefanaan hidup. Yūgen mengacu pada kehalusan dan kedalaman yang misterius dalam seni dan alam. [4]

Referensi

  1. ^ "Japanese philosophy | Zen, Shinto & Buddhism | Britannica". www.britannica.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-13. 
  2. ^ "Japanese philosophy - Routledge Encyclopedia of Philosophy". www.rep.routledge.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-21. 
  3. ^ Kasulis, Thomas (2022). Zalta, Edward N.; Nodelman, Uri, ed. Japanese Philosophy (edisi ke-Winter 2022). Metaphysics Research Lab, Stanford University. 
  4. ^ KEMPTON, Beth; (2018). Wabi Sabi: Seni menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan (dalam bahasa INDONESIA). Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-602-06-2998-8.