Energi terbarukan di Uni Eropa Penguranggan penggunaan bahan bakar fosil dengan Energi terperbaharukan dilakukan Uni Eropa sebagai langkah awal mengurangi emisi gas rumah kaca. Uni Eropa telah membuat sendiri target energi terbarukan mereka, dimulai dari 10% oleh negara Malta sampai ke 49% oleh Swedia. Pada tanggal 17 Januari 2018, Parlemen Eropa melakukan pemungutan suara tentang perubahan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive atau RED). Pemungutan suara oleh Parlemen Eropa tidak berarti bahwa Uni Eropa telah mengadopsi sebuah keputusan yang bersifat final. Pemungutan suara merupakan salah satu langkah dalam prosedur legislatif yang kompleks. Parlemen Eropa telah menentukan bahwa minyak sawit berdampak besar terhadap emisi rumah kaca. Akan tetap diupayakan untuk mencapai kesepakatan yang bersifat non-diskriminatif terhadap berbagai jenis BBN, sebagaimana yang disusulkan oleh Komisi Eropa dan didukung oleh Dewan Menteri Uni Eropa.
Pemungutan suara di Parlemen Eropa tidak merupakan sikap Uni Eropa yang final. Pasar Uni Eropa tetap terbuka terhadap minyak sawit sebagaimana terbukti dari peningkatan perdagangan bilateral kita sebesar lebih dari 30% pada tahun 2017[1].
Apabila UE tidak melakukan perubahan dan menambah produksi energi alternatif – termasuk biofuel, salah satu pilihan yang sudah lama diabaikan UE – sekitar 95% minyak yang dikonsumsi pada tahun 2030 akan diperoleh dari sumber-sumber asing, menurut Badan Energi Internasional (IEA).
Kebijakan Energi Terbaharu Uni Eropa
Uni Eropa menyatakan setuju dengan kebijakan energi pada bulan Maret 2007. Rencana aksi energi Eropa mencakup komitmen untuk memasok 20% energi Eropa dari sumber yang terbarukan pada tahun 2020 (meliputi listrik, panas, dan kendaraan) dan pengurangan 20-30% emisi gas rumah kaca tergantung pada upaya-upaya internasional. Rencana aksi ini juga mewajibkan 10% target biofuel pada tahun 2020, mensyaratkan agrofuel dari 'sumber yang lestari' dan tersedianya biofuel generasi kedua. Biofuel Directive (peraturan mengenai biofuel) yang dikeluarkan pada tahun 2003 akan direvisi.
Kebijakan Target
Eropa bisa terpacu untuk mencapai target 20-20-20 walaupun tidak ada sanksi karena dipicu oleh kenaikan suhu bumi dan perubahan iklim sehingga setiap negara berjuang keras untuk mengatasi hal tersebut dimana salah satunya adalah mengurangi emisi yang dihasilkan dari pembangkit listrik berbahan bakar fossil.
Ditambahkan juga bahwa target 27% untuk 2030 dibuat sebagai perjanjian yang tidak mengikat dan bahwa Belanda, Inggris dan Prancis bisa jadi meleset dari target negara mereka masing-masing.[2]
Kamajuan Negara Uni Eropa dalam Energi terbaharukan
Sebagai salah satu negara anggota Uni Eropa, kebijakan energi Belanda juga dipengaruhi oleh kebijakan bersama yang berlaku di antara negara-negara Uni Eropa yang terkenal dengan slogan EU 20-20-20 yaitu pengurangan 20% emisi rumah kaca, peningkatan efisiensi energi 20%, dan sumber energi 20% berasal dari energi terbarukan pada tahun 2020. Belanda sendiri saat ini memiliki target nasional penggunaan energi terbarukan sebesar 5-6% dimana target yang ingin dipenuhi adalah sebesar 14% pada tahun 2020 (awalnya 16%) dengan skenario optimis sebesar 12%[1]
Setelah Pertemuan Tingkat Tinggi, acara publik dengan semua tiga bagian dari Forum Industri Energi Bersih akan diselenggarakan selama Hari Industri Uni Eropa pada 22-23 Februari 2018. Ini juga akan berfungsi sebagai pegas untuk menegaskan kepemimpinan industri Uni Eropa di rendah teknologi energi karbon yang akan ditampilkan dalam Pertemuan Menteri Energi Bersih ke-9 dan pertemuan Inovasi Misi ke-3 di Malmö dan Kopenhagen pada minggu 22-25 Mei 2018.[3]
Referensi