Elang Mulia Lesmana
Elang Mulia Lesmana (5 Juli 1978 – 12 Mei 1998) adalah seorang mahasiswa Fakultas Arsitektur, Universitas Trisakti angkatan 1996 yang meninggal karena tertembak dalam Tragedi Trisakti.[1][2] Pada tragedi ini beberapa mahasiswa gugur ketika menyampaikan aspirasi untuk memperjuangkan reformasi.[3] KematianKesaksian dari teman dekat LesmanaKronologi meninggalnya Lesmana diingat jelas oleh Arfianda Bachtiar (Frankie), lulusan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Industri, Universitas Trisakti angkatan 1996, yang merupakan sahabat karib Lesmana. Satu hari sebelum peristiwa, Frankie dan Lesmana berniat mengerjakan tugas kelompok yang harus dikumpulkan esok hari. Frankie kerap menginap di rumah Lesmana untuk belajar bersama dalam rangka mempersiapkan ujian tengah semester (UTS). Saat hujan deras mereka berboncengan menuju rumah Lesmana di Ciputat, Tangerang. Pada malam itu Lesmana mengalami perubahan sikap, seperti menjadi banyak melamun, sehingga Frankie harus menegurnya.[4] Esok harinya pada pukul 09.00 WIB, mereka pun pergi ke kampus. Ibu Lesmana berpesan supaya berhati-hati. Namun Lesmana membalasnya dengan candaan, "Mami jangan ngomong gitu dong ke Frankie, Elang kan jadi malu." UTS dibatalkan karena akan digelar demonstrasi, sehingga keduanya pun ikut demonstrasi. Frankie segera mengenakan jas almamater, tetapi Lesmana lupa membawa jas almamater.[4] Keduanya sempat meninjau proyek indekos milik orang tua Frankie yang tengah dibangun di seberang kampus. Mereka menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam di lokasi proyek. Saat akan menuju kampus, seorang tukang bangunan memanggil Frankie dan memberikan pensil milik Lesmana yang jatuh. Begitu melewati halte bus di salah satu sudut Jalan Letjend S. Parman, mendadak ada perempuan yang menangis di dekat Lesmana. Ketika orasi berlangsung di halaman parkir kampus, Frankie juga menemukan perempuan lain yang menangis di dekat Lesmana.[4] Menjelang sore, para mahasiswa bergerak menuju Kompleks Parlemen/DPR. Sontak mereka dihadang aparat keamanan dan negosiasi semakin alot selama hampir 3 jam. Sejumlah demonstran sempat melaksanakan foto bersama, termasuk Frankie dan Lesmana. Aparat keamanan memaksa mahasiswa kembali ke kampus. Dalam kondisi tidak terkendali, Frankie, Lesmana, dan Adny melaksanakan janjian berkumpul di pos satpam di depan pintu masuk kampus.[4] PenembakanSemakin tidak terkendali, aparat keamanan menyerang demonstran dengan gas air mata dan peluru karet, juga dengan tembakan peringatan. Mahasiswa serentak berlari masuk kampus melalui gerbang di Jalan S. Parman. Frankie dan Lesmana berada pada posisi yang sangat dekat dengan petugas kepolisian dan merasa tak ada lagi harapan untuk memasukinya. Mereka pun memanjat gerbang kampus yang saat itu terkunci. Frankie merasa kepanasan pada bagian perut dan rupanya ia telah terkena peluru karet yang meleset dan mengenai kancing celananya. Frankie mencoba kembali ke kampus dengan memanjat dinding pembatas antara kampus Universitas Tarumanegara dan Universitas Trisakti. Sesuai janji, ia akan bertemu dengan Lesmana dan Adny di pos satpam, tetapi ia hanya mendapati dirinya sendiri, tanpa Lesmana maupun Adny.[4] Frankie mendengar kabar bahwa Lesmana tertembak pada jantungnya. Ia bergegas menuju Rumah Sakit Sumber Waras, tempat korban kerusuhan dirawat. Ia menemui sahabatnya itu telah terbaring di kamar jenazah. Terdapat bekas luka tembak peluru tajam pada jantung dan punggungnya.[4] Di dalam tas ransel yang Lesmana bawa terdapat botol parfum yang pecah terkena peluru, yang merupakan hadiah ulang tahun untuk teman wanita Lesmana yang belum diberikan.[4] PenghargaanPresiden Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Senin pagi tanggal 15 Agustus 2005 memberikan Bintang Jasa Pratama kepada 4 orang mahasiswa Trisakti yang tewas dalam kerusuhan massa Mei 1998 lalu yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hertanto, dan Hendriawan Sie.[5] Pemberian penghargaan kehormatan dilakukan di Istana Negara dalam suatu upacara penghormatan.[5] Mereka dianggap berjasa sebagai pejuang reformasi karena pengorbanan jiwa mereka dapat mendorong terjadinya perubahan besar dalam kehidupan bernegara.[5] Rujukan
|