Persebaya DU / PT. Mitra Muda Inti Berlian (PT. MMIB)
Hasil
8 Februari 2017, Persebaya dibawah PT. PI akhirnya kembali diakui oleh PSSI.[2]
Putusan
21 September 2015, Kemenkumham putuskan PT. PI berhak atas hak kekayaan intelektual Persebaya.[3]
30 Juni 2016, PT. PI menangkan gugatan melawan PT. MMIB[4]
Dualisme Persebaya Surabaya adalah peristiwa dualisme klub sepak bola Persebaya Surabaya yang terjadi antara tahun 2010 hingga 2017.
Pengantar
Gejolak dan gonjang-ganjing kepengurusan klub sepak bola Persebaya sebenarnya sudah dimulai ketika Persebaya dipimpin oleh Bambang DH dengan Manajernya Saleh Ismail Mukadar. Pada kompetisi musim 2005, Persebaya menyatakan mundur dari babak 8 besar Divisi Utama 2005(saat itu Divisi Utama merupakan kompetisi level tertinggi liga di Indonesia) yang mengakibatkan Persebaya dihukum degradasi ke divisi satu (level kedua), sedangkan kedua pengurusnya yaitu Bambang DH selaku Ketua Umum Persebaya diskorsing 10 tahun dan manajer Persebaya Saleh Ismail Mukadar diskorsing 2 tahun.[butuh rujukan]
Ketika terjadi kekosongan kepengurusan di Persebaya, Arif Afandi tampil menjadi Ketua Umum Persebaya untuk menjalani kompetisi di Divisi Satu. Dan pada 2006, Persebaya berhasil menjadi Juara Divisi Satu, dan Promosi ke Divisi Utama 2007
Tetapi pada kompetisi Divisi Utama 2007, Persebaya berada di posisi ke-14 klasemen akhir Wilayah Timur, sehingga tidak lolos ke Liga Super 2008 (kompetisi yang diproyeksikan sebagai pengganti kompetisi Divisi Utama sebagai kompetisi level tertinggi di Indonesia), dan harus kembali lagi di Divisi Utama 2008.
Setelah kegagalan Persebaya di Divisi Utama 2007, Arif Afandi didesak untuk mundur dan akhirnya digantikan kembali oleh Saleh Ismail Mukadar yang telah selesai menjalani hukuman skorsing 2 tahun.
Untuk mengikuti ISL, dalam statuta PSSI, klub peserta disyaratkan berbadan hukum dan tidak menerima APBD. Oleh karena itu, Persebaya di bawah Saleh Ismail Mukadar, mendirikan sebuah perusahaan sebagai badan hukum untuk Persebaya Surabaya yang bernama PT. Persebaya Indonesia.
Dengan komposisi saham, 80 persen perorangan (yang terdiri dari Saleh Ismail Mukadar 55% dan Cholid Goromah 25%), sisanya 20 persen milik Koperasi Mitra Surya Abadi, di mana sahamnya dipercayakan kepada Suprastowo.
Kemudian terdaftarlah Persebaya di bawah PT. Persebaya Indonesia di Badan Liga Indonesia sebagai klub profesional peserta kompetisi Liga Super Indonesia (ISL).
Saat itu pula Saleh Ismail Mukadar menerima dana hibah Rp 11 miliar lebih dari APBD Kota Surabaya untuk mengelola klub ini.[butuh rujukan]
Meski telah digelontor uang APBD belasan miliar pada kompetisi musim 2009, Persebaya kembali terdegradasi ke Divisi Utama 2010. Saleh Ismail Mukadar saat itu berdalih, bahwa hasil yang diterima Persebaya adalah akibat kesewenang-wenangan dan kezaliman pengurus PSSI Pusat terhadap Persebaya.
Drama pertandingan terakhir ISL 2009-2010
Pertandingan terakhir antara Persik Kediri vs Persebaya Surabaya di ISL 2009 adalah sebuah drama kontroversi yang tak bisa dipisahkan dari dualisme Persebaya Surabaya, saat itu ada ada tiga tim yang berada didasar klasemen selain Persitara Jakarta Utara, adalah
Dan ketiga tim tersebut sama-sama berjuang menghindari degradasi ke Divisi Utama, caranya harus berada diperingkat 15 klasemen akhir untuk mendapatkan tiket play-off dan harus menang melawan peringkat 4 Divisi Utama 2009 yakni Persiram Raja Ampat. Persebaya Surabaya berpeluang mendapatkan tiket play-off tersebut karena masih menyisakan 1 pertandingan akhir melawan Persik Kediri, sedangkan Pelita Jaya FC telah memainkan seluruh pertandingannya. Dan jika Persebaya Surabaya menang melawan Persik Kediri maka poinnya akan sama dengan poin milik Pelita Jaya FC namun Persebaya akan unggul dengan selisih gol.
Bagan dibawah menunjukkan klasemen akhir ISL 2009 setelah Persebaya dinyatakan kalah WO melawan Persik Kediri.
Pertandingan terakhir Persik Kediri vs Persebaya Surabaya sejatinya akan dilaksanakan pada tanggal 5 Agustus 2010, namun karena khawatir dengan serbuan kelompok suporter Persebaya (Bonek) ke Kediri untuk menyaksikan pertandingan tersebut akhirnya Kapolresta Kediri mengeluarkan surat keputusan tertanggal 3 Agustus 2010 yang meminta pertandingan dilaksanakan di luar Jawa Timur. Namun pihak PT Liga Indonesia selaku operator ISL tetap mengizinkan pertandingan tersebut dilaksanakan akan tetapi pihak Persebaya keberatan melakukan pertandingan karena berpegangan kepada SK Kapolresta Kediri yang melarang pertandingan tersebut dilaksanakan di Kediri.
Akhirnya pertandingan tersebut gagal terlaksana dan sesuai peraturan seharusnya Persebaya mendapatkan menang WO (walk out) karena tim tuan rumah (Persik Kediri) gagal menyelenggarakan pertandingan. Namun sesuai dengan keputusan PT Liga Indonesia pada waktu itu pertandingan tetap akan digelar dengan jadwal menyusul kemudian.[5]
Drama di Yogyakarta
Laga tunda kedua pertandingan home terakhir ISL 2009 Persik Kediri yang sedianya dilaksanakan di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta pada 29 April 2010 akhirnya gagal terlaksana untuk kali kedua karena tidak adanya izin dari pihak kepolisian. Padahal seluruh pemain dan ofisial Persebaya telah berada di stadion dan bersiap untuk melakukan pertandingan.[6]
Dengan gagalnya pertandingan tersebut kubu Persebaya mendapat kemenangan WO 3-0 sesuai keputusan dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI pada 7 Mei 2010, karena Persik dianggap tak bisa menggelar pertandingan yang seharusnya diadakan pada 29 April 2010 di Yogyakarta.
Persik lalu naik banding dan mereka mendapatkannya. Mereka diberi kesempatan lagi untuk menggelar pertandingan ulang pada 5 Agustus 2010 di Kediri, tetapi lagi-lagi Persik Kediri juga gagal menggelar pertandingan di tanggal tersebut, tapi PT Liga Indonesia memutuskan menundanya, sampai kemudian mengambil keputusan menjadwalkannya ulang di Palembang.
Drama di Palembang
Setelah merasa dipermainkan oleh PT Liga Indonesia karena keputusannya yang berubah-ubah maka Persebaya memutuskan tidak akan datang untuk melaksanakan pertandingan ulang melawan Persik Kediri yang sedianya dijadwalkan tanggal 8 Agustus 2010 di Stadion Jaka Baring, Palembang.
Dengan menolak bertanding tersebut akhirnya Persebaya dinyatakan kalah WO 3-0, dan akibatnya kedua tim (Persik dan Persebaya) terdegradasi ke Divisi Utama dan keputusan akhirnya adalah Pelita Jaya yang berhak mengikuti play-off ISL 2010 karena menang angka atas keduanya dan pertandingan play-off melawan Persiram Raja Ampat tersebut juga dilaksanakan di Palembang pada hari yang sama.[7]
Dengan keputusan degradasi ke Divisi Utama, kubu Persebaya merasa PSSI telah menzalimi dan berbuat sewenang-wenang terhadap Persebaya dan akhirnya Persebaya menyatakan menolak mengikuti seluruh kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI sekalipun ancamannya adalah dikeluarkan dari keanggotaan PSSI.
Awal dualisme
Sejak drama pertandingan ulang di Palembang, ketua umum Persebaya Saleh Ismail Mukadar menegaskan tidak akan mengikuti kompetisi di bawah naungan PSSI musim 2010/11. Penolakan untuk mengikuti kompetisi PSSI dapat dianggap sebagai pelanggaran Statuta PSSI, mengingat dalam statuta jelas disebutkan bahwa kewajiban anggota PSSI (dalam hal ini klub) adalah mengikuti kompetisi yang digelar PSSI.
Akibat penolakan Saleh Ismail Mukadar untuk mengikuti kompetisi PSSI tahun 2010, maka status Persebaya yang terdaftar melalui PT. Persebaya Indonesia pada 2009, sebagai klub anggota PSSI Pusat terancam dikeluarkan dari keanggotaan. Hal ini seperti yang terjadi pada Persema Malang dan Persibo Bojonegoro yang memilih tidak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti kompetisi di luar PSSI atau breakaway league, yang saat itu bernama Liga Primer Indonesia (LPI).
Menyusul penolakan tersebut, Saleh Ismail Mukadar yang juga Ketua Pengurus Cabang PSSI Kota Surabaya mendapat sanksi dari Komisi Disiplin Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur berupa pembekuan Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Kota Surabaya. Caretaker Pengcab PSSI Kota Surabaya akhirnya memilih Wisnu Wardhana sebagai Ketua Pengcab PSSI Kota Surabaya pada musyawarah cabang luar biasa (muscablub) pada 7 Juni 2010.
Setelah terpilih, Wisnu diminta untuk menyelamatkan Persebaya dari ancaman pencoretan keanggotaan dari PSSI. Inilah awalnya sehingga muncul apa yang disebut dualisme Persebaya Surabaya. Wisnu yang mencoba untuk menyelamatkan Persebaya akhirnya dengan restu PSSI membentuk tim Persebaya tandingan di bawah PT. Mitra Muda Inti Berlian sebagai badan hukum dan didaftarkan ke PSSI pada April 2010. Atas hal itu, Persebaya terselamatkan dari sanksi pemecatan dari keanggotaan PSSI, seperti diberikan kepada klub Persema Malang dan Persibo Bojonegoro, yang nyata-nyata menolak mengikuti kompetisi PSSI dan memilih mengikuti kompetisi LPI yang berada di luar PSSI.
Sedangkan Saleh Ismail Mukadar sebagai ketua umum Persebaya di bawah PT. Persebaya Indonesia tetap berusaha eksis dengan berencana mengikuti kompetisi LPI yang digagas oleh usahawan Arifin Panigoro.[8] Setelah keluar dari PSSI, PT. Persebaya Indonesia tak bisa lagi memakai nama Persebaya Surabaya karena tidak mendapatkan izin dari kepolisian, pihak kepolisian beralasan tidak boleh ada dua klub sepak bola mempunyai nama yang sama.
Saleh Ismail Mukadar bersama Cholid Goromah mengusung semua pemain dan ofisial tim Persebaya Surabaya yang tidak diakui oleh PSSI ke dalam nama baru yaitu Persebaya 1927 untuk mengikuti kompetisi LPI. Sedangkan Persebaya Surabaya di bawah Wishnu Wardhana mengikuti kompetisi Divisi Utama 2010 dan untuk mengisi kekosongan ofisial maupun pemain, Wisnu Wardhana mendatangkan dalam satu paket semua pemain dan ofisial milik tim Persikubar Kutai Barat atas bantuan Vigit Waluyo, pengelola klub Persikubar.[9]
Penolakan dan perlawanan suporter
Setelah terjadinya dualisme ini kelompok suporter Persebaya Surabaya yang dikenal dengan sebutan Bonek menyatakan sikap dengan tegas menolak keberadaan Persebaya Surabaya di bawah kendali Wisnu Wardana dan tetap berdiri mendukung Persebaya 1927 yang diketuai oleh Saleh Ismail Mukadar.[10] Sejak saat itu selama rentang waktu dualisme Persebaya, Bonek tak henti-hentinya melakukan perlawanan terhadap apa yang mereka anggap "penzaliman" terhadap tim kebanggaan mereka.
Aksi 18 April 2015
Aksi tersebut digelar bersamaan dengan dilaksanakannya Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI 2015 di Hotel JW Marriott, Surabaya. Dalam aksi tersebut ribuan Bonek mengepung hotel tempat berlangsungnya KLB dan berorasi sambil membentangkan spanduk serta menyalakan flare atau kembang api. Di antara tuntutan yang disampaikan adalah mendukung Presiden Indonesia melawan mafia FIFA demi kedaulatan Indonesia, mendukung Menpora dan BOPI tegas terhadap PSSI dan PT Liga Indonesia, serta mengembalikan hak-hak PT Persebaya Indonesia.[11]
Aksi Parade Bela Persebaya
Pada hari Senin, 26 Desember 2016 ribuan Bonek menggelar kegiatan aksi Parade Bela Persebaya dengan berjalan kaki dari Tugu Pahlawan menuju Balai Kota Surabaya. Rute yang dilewati dari Jalan Pahlawan-Kramat Gantung-Gemblongan-Tunjungan-Gubernur Suryo-Yos Sudarso-Wali Kota Mustajab-hingga finis di Balai Kota Surabaya.[12]
Kegiatan parade tersebut merupakan satu dari serangkaian perjuangan Bonek untuk mendukung tim Persebaya kembali diakui PSSI dan kembali ke kancah persepakbolaan nasional.
Bermain di kompetisi Divisi Utama 2010 sehingga lebih dikenal dengan nama Persebaya DU (Divisi Utama).
2015
Banding ditolak, PT. MMIB kalah dalam gugatan melawan PT. PI.
Karena kalah di pengadilan PT. MMIB tak boleh gunakan nama Persebaya Surabaya.
Untuk bisa mengikuti Piala Presiden 2015 terpaksa ganti nama Persebaya United.
Di pertengahan jalan Piala Presiden 2015, karena kalah di pengadilan Persebaya United dilarang memakai embel-embel nama Persebaya. Akhirnya mengubah nama lagi menjadi Bonek FC hingga Piala Presiden 2015 berakhir.
Di turnamen Piala Jenderal Sudirman 2015, Bonek FC kembali berganti nama menjadi Surabaya United, karena tuntutan Bonek yang mengecam pencatutan nama mereka menjadi nama sebuah klub sepak bola.
2016
Surabaya United melakukan merger dengan PS POLRI. Kemudian berganti nama lagi menjadi Bhayangkara Surabaya United.
2017
Setelah seluruh sahamnya diakuisisi oleh POLRI nama Bhayangkara Surabaya United pun akhirnya berubah lagi menjadi Bhayangkara FC untuk mengikuti kompetisi Liga 1 hingga akhirnya terdegradasi ke Liga 2 pada musim 2024-2025.