DeforestasiPenggundulan hutan, penebangan hutan, atau deforestasi adalah kegiatan menebang hutan atau tegakan pohon sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan nonhutan,[1] seperti pertanian dan perkebunan, peternakan, atau permukiman. Di antara 15–18 juta hektare hutan, tanah seluas Bangladesh, dimusnahkan setiap tahun. Rata-rata 2.400 pohon ditebang setiap menit.[2] Istilah penebangan hutan sering disalahartikan untuk menggambarkan kegiatan penebangan yang semua pohonnya di suatu daerah ditebang habis. Namun, di daerah beriklim sedang yang cukup lengas, penebangan semua pohon—sesuai dengan langkah-langkah pelaksanaan kehutanan yang berkelanjutan—tepatnya disebut sebagai 'panen permudaan'.[3] Di daerah tersebut, permudaan alami oleh tegakan hutan biasanya tidak akan terjadi tanpa gangguan, baik secara alami maupun akibat manusia.[4] Selain itu, akibat dari panen permudaan sering kali mirip dengan gangguan alami, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati setelah perusakan hutan hujan yang terjadi secara alami.[5][6] Penggundulan hutan dapat terjadi karena pelbagai alasan: pohon atau arang yang diperoleh dari hutan dapat digunakan atau dijual untuk bahan bakar atau sebagai kayu saja, sedangkan lahannya dapat dialihgunakan sebagai padang rumput untuk ternak, perkebunan untuk barang dagangan, atau untuk permukiman. Penebangan pohon tanpa penghutanan kembali yang cukup dapat merusak lingkungan tinggal (habitat), hilangnya keanekaragaman hayati, dan kegersangan. Penebangan juga berdampak buruk terhadap penyitaan hayati (biosekuestrasi) karbon dioksida dari udara. Daerah-daerah yang telah ditebang habis biasanya mengalami pengikisan tanah yang parah dan sering menjadi gurun. Pengabaian atau ketidaktahuan nilai hakiki atau intrinsik, kurangnya nilai yang terwariskan, kelengahan dalam pengelolaan hutan, dan hukum lingkungan yang kurang memadai merupakan beberapa alasan yang memungkinkan terjadinya penggundulan hutan secara besar-besaran. Banyak negara di dunia mengalami penggundulan hutan terus-menerus, baik secara alami maupun akibat manusia. Penggundulan hutan dapat menyebabkan kepunahan, perubahan iklim, penggurunan, dan ketersingkiran penduduk semula. Perubahan tersebut juga pernah terjadi pada masa lalu dan dapat dibuktikan melalui penelitian rekaman fosil.[5] Akan tetapi, angka penggundulan hutan bersih sudah tidak lagi meningkat di antara negara-negara dengan PDB per kapita yang sedikitnya AS$4.600.[7][8] PenyebabBanyak penggundulan hutan pada masa kini terjadi karena penyelewengan kuasa pemerintahan di kalangan lembaga pemerintah,[9][10] ketidakadilan dalam pembagian kekayaan dan kekuasaan,[11] pertumbuhan penduduk[12] dan ledakan penduduk,[13][14] maupun urbanisasi.[15] Globalisasi sering kali dipandang sebagai akar penyebab lain yang mengakibatkan penggundulan hutan,[16][17] meskipun ada pula dampak baik dari globalisasi (datangnya tenaga kerja, modal, barang dagangan dan gagasan baru) yang telah menggalakkan pemulihan hutan setempat.[18] Pada tahun 2000, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menemukan bahwa "peran dinamika penduduk dalam keadaan setempat dapat berubah-ubah dari sangat berpengaruh hingga tidak berpengaruh sama sekali," dan penggundulan hutan dapat terjadi karena "tekanan penduduk dan kemandekan keadaan ekonomi, masyarakat maupun teknologi."[12] Terjadinya kemerosotan ekosistem hutan juga dapat berakar dari dorongan-dorongan ekonomi yang menonjolkan keuntungan pengalihgunaan hutan dibandingkan pelestarian hutan.[19] Banyak kegunaan hutan yang penting yang tidak memiliki pasar sehingga tidak ada nilai ekonomi yang bermanfaat bagi para pemilik hutan atau masyarakat yang bergantung pada hutan untuk kesejahteraan mereka.[19] Dari sudut pandang negara berkembang, hilangnya manfaat hutan (sebagai penyerap karbon atau cagar keanekaragaman hayati), ketika sebagian besar sisa pohonnya dikirim ke negara-negara maju, merupakan hal yang tidak adil karena tidak ada imbalan yang cukup untuk jasa tersebut. Negara-negara berkembang merasa beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, telah mendapatkan banyak manfaat dengan menebang hutannya sendiri berabad-abad yang lalu, dan dinilai tidak pantas apabila negara-negara maju tidak membiarkan negara-negara berkembang memiliki kesempatan yang sama: bahwa negara miskin tidak harus menanggung biaya pelestarian karena negara kayalah yang telah menciptakan masalahnya.[20] Para pakar tidak sepakat bahwa pembalakan besar-besaran bagi perdagangan memainkan peran penting bagi penggundulan hutan global.[21][22] Beberapa pakar berpendapat bahwa orang miskin lebih cenderung menebangi hutan karena mereka tidak punya jalan keluar yang lain. Ada juga yang berpendapat bahwa masyarakat miskin tidak mampu membayar bahan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk menebang hutan.[21] Hasil dari salah satu pengkajian penggundulan hutan menyatakan bahwa hanya 8% penebangan hutan beriklim panas terjadi karena peningkatan jumlah penduduk oleh angka kesuburan yang tinggi.[23] Lihat pulaRujukan
|