Dayah Bustanul Huda merupakan salah satu dayah tua di pesisir barat selatan Aceh. Dayah ini didirikan oleh Abuya Tgk. Syekh Teuku Mahmud bin Teuku Ahmad pada tahun 1928 berlokasi di Masjid Jami' Baitul 'Adhim, Gampong Kuta Tuha, Blangpidie. Pada tahun 1983, Abu Syam memindahkan dayah ini ke Jl. Cot Seutui, Gampong Kedai Siblah, Blangpidie.
Sebelum Abu Syekh Mud mendirikan Dayah Bustanul Huda, sudah terdapat aktivitas belajar mengajar di Masjid Jamik. Pengajian ini dinamakan Jamiatul Muslimin yang awalnya dipimpin oleh Tgk. Syekh Ismail. Selanjutnya pengajian ini dipimpin oleh Tgk. Muhammad Yunus seorang ulama dari Lhoong, Aceh Besar. Ketika terjadi pergolakan pasukan Tgk. Peukan di Blangpidie yang menyebabkan Tgk. Peukan syahid, Tgk. Yunus Lhoong menguburkan Tgk. Peukan di halaman Masjid Jamik Blangpidie. Sikap ini menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menilai Tgk. Yunus Lhoong berpihak kepada pemberontakan Tgk. Peukan. Sehingga Tgk. Yunus Lhoong tidak diizinkan memimpin pengajian Jamiatul Muslimin.
Sepeninggal Tgk. Yunus Lhoong maka dengan sendirinya aktivitas pengajian terhenti. Teuku Sabi (cucu Teuku Ben Mahmud), uleebalang Blangpidie pada tahun 1927 meminta kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendatangkan seorang pengajar dan ulama lain ke Masjid Jamik Blangpidie. Pemerintah Hindia Belanda saat itu mengirimkan seorang ulama dari Mukim Lampuuk, Lhoknga, Aceh Besar; alumni Madrasah Irsyadiah Yan, Kedah, Malaysia dan termasuk keturunan uleebalang yaitu Abuya Syaikh Tgk. H. Teuku Mahmud Ahmad atau yang kerap disebut Abu Syaikh Mud ke Blangpidie.
Setahun setelah tiba di Blangpidie, Abu Syekh Mud mendirikan pesantren salaf bernama Dayah Bustanul Huda di Masjid Jami' pada tahun 1928. Ia memimpin dayah tersebut hingga tahun 1966. Murid-murid Abu Syekh Mud banyak yang berhasil menjadi ulama besar di Aceh. Diantaranya Syaikhul Islam Tgk. H. Muhammad Waly Al-Khalidy gelar Abuya Muda Waly (Pendiri Dayah Darussalam Labuhan Haji), Abuya Syaikh Tgk. H. Adnan Mahmud Bakongan (Pendiri Dayah Ashabul Yamin Bakongan), Abuya Syaikh Tgk. H. Ja’far Lailon (Pendiri Dayah Darul Halim Kuala Batee), Abuya Syaikh Tgk. H. Jailani Musa (Pendiri Dayah Darussa’adah Kota Fajar), Abuya Syaikh Tgk.H. Muhammad Bilal Yatim (Pendiri Dayah Darul Ulumudiniyah Suak Setia), Abuya Syaikh Tgk. H. Imam Syamsuddin (Pendiri Dayah Darul Aman atau Dayah Babussalam Sangkalan), Abuya Syaikh Tgk. H. Abdul Hamid Kamal (Pendiri Dayah Raudhatul Ulum Kuala Batee), Abuya Syaikh Tgk. H. Muhammad Arsyad Lamno (Pendiri Meunasah Abu Tuha Calang), Teungku Din Affany (Pendiri Dayah Darul Huda Samatiga), Abuya Syaikh Tgk. H. Abdul Ghafar (Imum Chik Masjid Lhoknga), Tgk. Salim Mahmud Samadua, Abu IbrahimWoyla (seorang ulama sufi), dan lain-lain.
Setelah Abu Syekh Mud meninggal pada tahun 1966, kepemimpinan Dayah Bustanul Huda dilanjutkan oleh menantu beliau yaitu Abuya Syaikh Tgk. H. Abdul Hamid Kamal (AHKAM) atau yang akrab disapa Abu Haji Hamid. Abu Hamid pada saat itu juga sudah mendirikan dayah di Kuala Batee yaitu Dayah Raudhatul Ulum, Alue Pisang serta Dayah Mimbariyah, Krueng Batee. Sehingga Abu Hamid saat itu otomatis memimpin dua dayah besar yaitu Dayah Bustanul Huda Blangpidie dan Dayah Raudhatul Ulum Kuala Batee. Murid Abu Haji Hamid banyak yang berhasil menjadi ulama diantaranya Tgk. H. Abdul Manaf (Pimpinan Dayah di Ujong Fatihah Nagan Raya/Mantan Ketua MPUNagan Raya), Tgk. Baharuddin Aron Tunggai (Pimpinan Dayah di Aron Tunggai, Meukek) dan masih banyak lagi. Pada tahun 1980, Abu Haji Hamid meninggal dunia di Blangpidie. Karenanya keluarga Abu Haji Hamid dan tokoh masyarakat pada saat itu meminta kesediaan Abuya Tgk. Syaikh H. Muhammad Syam Marfaly atau akrab disapa Abu Syam untuk memimpin Dayah Bustanul Huda.
Pada tanggal 14 Juni 1983 karena lokasinya tidak memungkinkan untuk mengembangkan pendidikan, Abu Syam memindahkan Dayah Bustanul Huda ke Desa Kedai Siblah yaitu di lokasi sekarang. Di lokasi baru tersebut, perkembangan Dayah mulai pesat. Santri yang berdatangan untuk menetap di Dayah Bustanul Huda tidak hanya berasal dari wilayah Blangpidie dan wilayah Aceh lainnya. Namun juga ada dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Pada tahun 1989, Abu Syam mulai menerima santri putri untuk menetap dan belajar di Dayah Bustanul Huda Blangpidie.
Beberapa santri Abu Syam yang berhasil mendirikan dayah lainnya di berbagai daerah diantaranya adalah Tgk. Hajad pimpinan Dayah Nurul Muhsinin Beureunun, Pidie; Tgk. Abubakar Yusuf, pimpinan Dayah Bustanul Huda Mutiara Timur, Pidie; Tgk. M. Husen pimpinan Dayah Teungku Chik Fadil Diriwat Kembang Tanjung, Pidie; Tgk. Lukmanul Hakim pimpinan Dayah Bustanul Huda Muara Tebo, Jambi; Tgk. Azhar Syam pimpinan Dayah Darul Wasi’ah Pekanbaru, Riau; Tgk. Mahyuddin pimpinan Dayah di Padang, Sumatera Barat; Tgk. M. Tulot pimpinan Dayah Darul Huda Babah Rot; Tgk. Marah Hitam pimpinan Dayah di Kuala Batee; Tgk. H. Ja’far Amja pimpinan Dayah Sirajul Ibad Meukek, Aceh Selatan; Tgk. Junaidi Al Firdaus pimpinan Dayah Bustanul Fata Aron, Kuta Baro, Pidie; Tgk. Ramli pimpinan Dayah Babul Hidayatul Muslim Lhung Baro, Nagan Raya, Tgk. Syamsul Bahari pimpinan Dayah Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah Meuraxa, Kota Lhokseumawe dan lain-lain.
Setelah Abu Syam meninggal pada tahun 2009, kepemimpinan dayah ini diteruskan oleh putra Abu Syam bernama Tgk. H. Muhammad Qudusi Syam Marfaly. Saat ini Dayah Bustanul Huda terus dikembangkan menuju sistem pesantren terpadu. Sistem dayah salafiyah (tradisional) tetap dipertahankan dengan difokuskan di lokasi dayah di Jl. Cot Seutui, Keude Siblah. Namun, saat ini juga turut dibangun lokasi kedua dayah untuk dipersiapkan sebagai dayah terpadu dengan nama Dayah Bustanul Huda Tsani di Jl. Iskandar Muda, Keude Paya, Blangpidie.[4] Selain itu juga turut dibangun Dayah Bustanul Huda Tsalis di Seunaloh, Blangpidie.[5]