Patung-patung Buddha Kofukuji merupakan hasil karya seni Buddha atau Buddharupa yang dimiliki oleh komplek Kuil Kofukuji di Nara, Jepang. Sebagian besar adalah hasil karya zaman kuno yang dilindungi pemerintah Jepang sebagai properti budaya ataupun pusaka nasional.
Patung ini merupakan representasi Shakyamuni yang telah mendapat pencerahan.[1] Shaka Nyorai merupakan tokoh terpenting di komplek Kofukuji.[1]
Postur patung ini terdiri dari tangan kanan yang diangkat sementara telapak mengarah ke depan, posisi ini dinamakan semui-in (mudra yang mengusir rasa takut), sementara tangan kiri dalam posisi diletakkan (yogan-in;mudra yang mengabulkan harapan). Secara bersamaan, postur kedua tangan ini melambangkan rasa pengasih sang Buddha. Patung ini merupakan tiruan dari patung generasi awal (tahun 645).[1]
Yakuo Bosatsu dan Yakujo Bosatsu
Tanggal pembuatan (Yakuo) = 1202
Periode = Kamakura
Bahan= Kayu
Tinggi = 362 cm
Pembuat = -
Status = Properti Budaya Penting
Tanggal pembuatan (Yakujo) = 1202
Periode = Kamakura
Bahan= Kayu
Tinggi = 360 cm
Pembuat = -
Status = Properti Budaya Penting
Dua bodhisatwa Yakuo (Bhaisajyaraja/Raja Pengobatan) dan Yakujo (Bhaisajyasamudgata/Empunya Penyembuhan) sebagai pendamping Sakyamuni, merupakan dua bersaudara yang bersama-sama membagikan obat-obatan kepada orang-orang yang miskin. Walaupun Buddha Sakyamuni lebih sering didampingi oleh bodhisatwa Monju (Manjusri) dan Fugen (Samantabhadra), pengelompokan seperti ini diduga merupakan metode kuno yang juga dapat dilihat di Balairung Emas Horyuji.
Kedua patung ini diukir dengan dana yang disumbangkan oleh para umat kaum wanita, yang menginginkan kebangkitan rohani di antara mereka. Jadi disimpulkan juga bahwa patung yang tampak langsing ditambah raut wajah yang lembut mewakili karakter feminin.
Empat Raja Langit (Shitenno) adalah tokoh-tokoh dari mitologi India yang mendapat tempat dalam Buddhisme sebagai pelindung ajaran Buddha. Keempat tokoh bertugas sebagai pelindung di berbagai arah mata angin. Jikokuten (Dhrtarastra), pelindung di sebelah barat. Zojoten (Virudhaka), pelindung di selatan, Komokuten (Virupaksa) pelindung sebelah barat, Tamonten (Vaisravana) pelindung utara.
Daikokuten
Tanggal pembuatan = 1185-1333
Periode = Kamakura
Bahan= Kayu
Tinggi = 93,8 cm
Pembuat =
Status = Properti Budaya Penting
Daikokuten adalah nama Jepang untuk Mahakaladeva ("Dewa Hitam Besar"), merupakan dewa kekayaan dan kemakmuran, biasanya digambarkan sebagai dewa yang membawa karung dan palu ajaib, berdiri di atas bundelan beras. Di India dan Tibet ia digambarkan sebagai perwujudan kemarahan Maheswara.
Patung Daikokuten Kofukuji memiliki ciri memakai baju yang longgar, celana pendek, sepatu, dan penutup kepala dari kain. Kakinya terpaut seakan hendak berjalan. Tangan kiri menggenggam karung, tangan kanan dikepalkan. Wajah dilapisi pernis, semetara bagian tubuhnya dicat, yang kini sudah luntur.
Kisshoten (Laksmi)
Tanggal pembuatan = 1340
Periode = Nanbokucho
Bahan= Kayu
Tinggi = 64,3
Pembuat = Kankei di bawah pengawasan Keien (biksu Todaiji)
Status = Properti Budaya Penting
Kisshoten mewakili wujud Laksmi, dewi kecantikan dan keberuntungan Hindu yang mendapat tempat di Buddhisme.[1] Sebelum Balairung Tengah hancur pada tahun 1717, pada tahun baru selalu dilaksanakan Ritual Laksmi / Kisshoe untuk memohon kedamaian dan kemakmuran.[1]
Ukiran ini duduk pada tahta dan mengenakan jubah berwarna dan mahkota permata, memegang "permata pengabul harapan" dalam telapak tangan sebelah kiri, sementara telapak tangan kanan menghadap depan.
Patung Yakushi Nyorai / Bhaisajyaguru di Balairung Timur duduk pada seroja dengan jubah bagian bawah yang menutupi ujung tahta. Tangan kiri diletakkan pada lutut memegang guci obat, sementara telapak tangan kanan diangkat menghadap ke depan. Patung generasi sekarang terbuat dari campuran tembaga, meniru patung terdahulu yang aslinya dari periode Nara yang hancur karena kebakaran tahun 1411.[2] Patung ini ditempatkan di altara pada tahun 1415.[2]
Nikko dan Gakko Bosatsu
Tanggal pembuatan (Nikko) = akhir abad ke-7
Periode = Hakuho
Bahan= campuran tembaga
Tinggi = 300 cm
Pembuat =
Status = Properti Budaya Penting
Tanggal pembuatan (Gakko) = akhir abad ke-7
Periode = Hakuho
Bahan= campuran tembaga
Tinggi = 298 cm
Pembuat =
Status = Properti Budaya Penting
Patung Bodhisatwa Nikko (Suryaprabha) dan Gakko (Candraprabha) ditempatkan sebagai pendamping Yakushi Nyorai. Nikko Bosatsu di sebelah kanan dan Gakko di sebelah kiri. Kedua patung ini awalnya berada di Yamadadera lalu dipindahkan ke Balai Timur pada tahun 1187.
Patung Yuima/Vimalakirti digambarkan sebagai pria tua lemah dan penyakitan namun berhasil mendapatkan pencerahan. Ia duduk bersila di atas tahta yang berukir singa dan bunga botan. Yuima mengenakan tutup kepala dan jubah. Tangan kiri digenggam sambil diletakkan di dada, sementara tangan kanan diletakkan di atas lutut dengan telapak tangan menghadap ke atas. Menurut informasi yang diukir di balik patung, patung ini diukir pada tahun 1196 dalam waktu 53 hari oleh Jokei, selanjutnya diwarnai oleh pelukis bernama Koen.
Monju/Manjusri melambangkan kebijaksanaan dan pelindung kitab suci. Patung ini duduk pada tahta seroja dengan seekor singa. Tangan kiri diletakkan pada atas lutut dengan telapak tangan terbuka ke atas, sementara tangan kanan digenggam di depan tubuh. Jubah diperkirakan meniru gaya periode Heian, namun keseluruhan penampilannya dibuat dengan meniru patung Dinasti Sung.
Empat Raja Langit
Tanggal pembuatan = abad ke-9
Periode = Heian
Bahan= kayu
Tinggi =153–164 cm
Pembuat =
Status = pusaka nasional
Keempat patung Empat Raja Langit (Shitenno) diukir dari kayu cypress / hinoki utuh bergaya ichiboku zukuri.
Dua Belas Jendral Langit
Tanggal pembuatan = awal abad ke-13
Periode = Kamakura
Bahan= kayu
Tinggi =113-126,3 cm
Pembuat = (beberapa orang tak dikenal), juga ada kemungkinan Jokei
Status = pusaka nasional
Berdasarkan inskripsi yang ditemukan di salah satu patung (Haira), sekelompok patung penjaga ini berangka tahun 1207.[2] Walau identitas pengukir tak diketahui, kemungkinan besar berasal adalah anggota dari pabrik yang dikelola Jokei.[2] Keduabelas ukiran memiliki gaya dan teknik yang berbeda antara satu sama lain, dipercaya masing-masing diukir oleh seorang pengrajin yang berbeda. Kepala tiap jenderal dihiasi dengan salah satu dari dua belas shio.