Sejak tamat Sekolah Rakyat, dia melanjutkan pendidikannya di Pesantren Lambicabbi, Gapura, Semenep. Kumpulan sajaknya Bulan Tertusuk Ilallang mengilhami Sutradara Garin Nugroho untuk membuat film layar perak Bulan Tertusuk Ilallang. Kumpulan sajaknya Nenek Moyangku Airmata terpilih sebagai buku puisi terbaik dengan mendapat hadiah Yayasan Buku Utama pada 1985.
Pada 1990 kumpulan sajak Celurit Emas dan Nenek Moyangku Airmata terpilih menjadi buku puisi di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Juara pertama sayembara menulis puisi AN-teve dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-50 pada 1995. Beberapa sajaknya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, Belanda dan Bulgaria.[2]
Zawawi Imron merupakan Anggota Dewan Pengasuh Pesantren Ilmu Giri (Yogyakarta). D. Zawawi Imron banyak berceramah Agama sekaligus membacakan sajaknya, di Yogyakarta, ITS. Surakarta, UNHAS Makasar, IKIP Malang dan Balai Sidang Senayan Jakarta. Juara pertama menulis puisi di AN-teve. Pembicara Seminar Majelis Bahasa Brunei Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia Tenggara (MASTERA) Brunei Darussalam (Maret 2002). Selain itu Dia juga dikenal sebagai Budayawan Madura.
Pada Juli 2012 Zawawi meluncurkan buku puisinya yang berjudul "Mata Badik Mata Puisi" di Makassar, kumpulan puisinya ini berisi tentang Bugis dan Makassar.[3]
Hingga kini, Zawawi Imron masih setia tinggal di Batang-batang, Madura, tanah kelahiran sekaligus sumber inspirasi bagi puisi-puisinya.
Beberapa puisinya telah digubah menjadi musik untuk vokal klasik dan piano oleh komponis dan pianis Ananda Sukarlan yang dianggap dunia musik klasik sebagai tokoh paling utama genre Tembang Puitik di Indonesia.
Nenek Moyangku Airmata (1985; mendapat hadiah Yayasan Pada tahun 2012 dia menerima penghargaan "The S.E.A Write Award" di Bangkok Thailand, The S.E.A. Write Award adalah penghargaan yang diberikan keluarga kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN. Utama Departemen P & K, 1985)
Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
Lautmu Tak Habis Gelombang (1996)
Madura Akulah Darahmu (1999)
Lautmu Tak Habis Gelombang (2000)
Sate Rohani dari Madura: Kisah-kisah Religius Orang Jelata (2001)
Soto Sufi dari Madura: Perspektif Spiritualitas Masyarakat Desa (2002)
Jalan Hati Jalan Samudra (2010)
Mata Badik Mata Puisi (2012)
Penghargaan
Pada 2012 dia menerima penghargaan "The S.E.A Write Award" di Bangkok Thailand, The S.E.A. Write Award adalah penghargaan yang diberikan keluarga kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN.
Pada 2018 menerima penghargaan sebagai tokoh yang berjasa di bidang kebudayaan dalam acara Kongres Kebudayaan Indonesia, Kemendikbud.[5] Penghargaan ini diserahkan oleh Presiden Joko Widodo. Tokoh lain yang menerima penghargaan adalah Ismiyoto (tenaga ahli konservasi Candi Borobudur 1973-1983), Hubertus Sadirin, dan sastrawan Putu Wijaya.[5][6]