Karier pemerintahannya dimulai sebagai staf di Kantor Camat Mandor, Camat Menyuke (Darit), dan kemudian menjadi BupatiLandak selama dua periode, yakni 2001–2006 dan 2006–2008.[3] Setelah menjadi Gubernur Kalimantan Barat, posisinya sebagai Bupati Landak digantikan oleh Adrianus Asia Sidot.
Ia masih berkerabat dengan Panglima Sidong, seorang tokoh masyarakat di Sanggau. Sepupunya, Frans Anes menceritakan bahwa ayahnya tidak ikut disungkup oleh Jepang karena seorang pendiam dan cengeng. Sebaliknya, Panglima Sidong merupakan orang yang melawan Jepang. Karena dianggap berbahaya, ia disungkup dan di bokongnya dikenai besi panas dikarenakan Panglima seorang yang punya kanuragan yang tinggi. Frans Anes selanjutnya merekomendasikan supaya Alif Sidong menjadi narasumber tentang Peristiwa Mandor karena dia tahu banyak tentang kejadian itu.[butuh rujukan]
Karena ayahnya seorang polisi, masa kecil Cornelis hidup berpindah-pindah tempat. Ia mulai mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR) di Sukadana pada tahun 1960. Pada tahun 1966, tahun terakhirnya di SR, ia pindah ke Ngabang mengikuti ayahnya dan menamatkan SR di Ngabang. Kemudian Cornelis melanjutkan pendidikan di SMP Gotong Royong di Senakin hingga tahun 1969. Setelah SMP, Cornelis melanjutkan pendidikan di Kota Pontianak. Awalnya, ia bersekolah di SMA Santu Petrus, namun karena keterbatasan biaya, Cornelis pindah ke SMA Kapuas yang iuran sekolahnya lebih murah.[4]
Tamat SMA pada tahun 1972, Cornelis melanjutkan pendidikan tinggi di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN). Usai menyelesaikan pendidikan di APDN pada tahun 1978, Cornelis meniti karier sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dimulai dari staf di pemerintahan di tingkat desa.[4]
Seiring berjalannya waktu, karier Cornelis sebagai PNS kian menanjak dan membawanya menduduki jabatan Camat Menjalin pada tahun 1989–1995 dan Camat Menyuke pada 1995–1999. Pada tahun 1999, Cornelis dipercaya menduduki jabatan di tingkat provinsi, yakni sebagai Kepala Sub Dinas Pengawasan di Dinas Pertambangan dan Energi. Pada tahun 2001 ia mendapatkan gelar Magiter Hukum dari Universitas Brawijaya.[4]
Keluarga
Semasa bersekolah di APDN, Cornelis bertemu dengan banyak pejabat pemerintahan daerah yang membawanya berkenalan dengan Frederika, putri dari seorang camat. Ia kemudian menikahi Frederika pada 20 April1980. Pernikahannya dengan Frederika dikaruniai dua orang putri yang masing-masing diberi nama Karolin Margret Natasa dan Angelina Fremanco.[4]
Pada 19 Juli2001, melalui pemilihan oleh DPRD, Cornelis terpilih sebagai Bupati Landak dengan Nicodemus Nehen, S.Pd. sebagai wakilnya, yang kemudian resmi dilantik oleh Gubernur Usman Ja'far pada 6 September2001. Cornelis menjadi bupati kedua sekaligus bupati definitif pertama di Kabupaten Landak, menggantikan Pj. Bupati Drs. H. Agus Salim, M.M.. Kabupaten Landak sendiri merupakan kabupaten baru yang dibentuk pada tahun 1999, hasil pemekaran dari Kabupaten Pontianak.[7]
Semasa menjadi Bupati Landak, Cornelis fokus di pembangunan infrastruktur, terutama jalan. Jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan diaspal dan diberi penerangan. Cornelis juga mengundang perusahaan telekomunikasi untuk membangun menara telekomunikasi di Kabupaten Landak, sehingga sinyal telepon seluler bisa menjangkau wilayah kabupaten. Pembangunan paling fenomenal pada era Bupati Cornelis adalah Gedung Kantor Bupati Landak yang disebut sebagai kantor bupati termegah di Kalimantan Barat, bahkan kemegahannya dianggap setara dengan Kantor Gubernur Kalimantan Barat.[4]
Di saat masih bupati, Cornelis mendekatkan diri ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Dalam kapasitasnya sebagai bupati, ia menjadi pembina DPC PDI-P Kabupaten Landak karena undang-undang pada saat itu mengamanahkan bupati sebagai pembina ormas dan parpol. Kedekatan Cornelis dengan PDI-P menjadikannya bergabung sebagai kader PDI-P dan kemudian terpilih sebagai Ketua DPD PDI-P Kalimantan Barat pada Desember 2003.[4]
Pada tahun 2006, Cornelis memenangkan Pilkada Landak, kali ini berpasangan dengan Drs. Adrianus Asia Sidot, M.Si.. Namun di periode keduanya, Cornelis hanya menjabat selama satu tahun karena pada tahun 2007, ia memenangkan Pemilihan Gubernur, dan kemudian dilantik sebagai Gubernur Kalimantan Barat pada Januari 2008.[4]
Gubernur Kalimantan Barat
Pada November 2007, melalui usungan dari PDI Perjuangan Cornelis yang berpasangan dengan Christiandy Sanjaya memenangkan pilkada dengan perolehan 43,7% suara, mengungguli tiga pasang kandidat lainnya, termasuk calon petahana Usman Ja'far dan L.H. Kadir. Keduanya kemudian dilantik pada 14 Januari 2008 oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto.[2][8]
Menuju periode kedua, Cornelis dan Christiandy Sanjaya tetap berpasangan dan terpilih kembali melalui Pemilukada 2012. Kali ini, keduanya diusung koalisi PDI Perjuangan, Partai Demokrat, PDS, Partai PIB, dan PKB; dan memenangkan pemilukada dengan perolehan 52,1% suara, mengalahkan tiga pasang kandidat lainnya. Keduanya kemudian dilantik untuk masa jabatannya yang kedua pada 14 Januari 2013 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.[9]
Pencaplokan Camar Bulan oleh Malaysia
Nama Camar Bulan mencuat pada pemberitaan di media Indonesia pada bulan Oktober 2011 mengenai saling klaim wilayah, dimana pihak Indonesia mengklaim jika seluruh wilayah Dusun Camar Bulan adalah milik Indonesia, dan sebaliknya, pihak Malaysia mengklaim ada sebagian kecil wilayah di Dusun Camar Bulan yang menjadi hak mereka.[10] Gubernur Kalimantan Barat Cornelis M.H mengatakan bahwa ada 1.440 hektare wilayah Indonesia masuk ke Malaysia karena patok yang bergeser di titik tapal batas A88 - A156 Camar Bulan ke dalam wilayah Sarawak, Malaysia.[11]
^ abcdefghAju; Iskandar, Nur (2012). Jejak Langkah Sang Orator (dalam bahasa Indonesia). Pontianak: PT Borneo Tribune Press. ISBN978-602-9299-07-6.Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
^"Sejarah". Pemkab Landak. Organisasi & Tata Laksana Setda Kab. Landak. 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-03. Diakses tanggal 6 Mei 2016.