Sejak 2019, ia mendirikan dan memimpin Pusat Studi Air Power Indonesia atau ICAP (Indonesia Center for Air Power Studies).
Kehidupan awal
Masa Kecil
Chappy lahir dengan nama Chappy Hakim di rumah keluarganya di Yogyakarta, dan dibesarkan di Jakarta, tepatnya di Gang Poll, Jalan Segara 4, nomor 4 Paviliun, pada tanggal 17 Desember 1947. Ia adalah anak kedua dari tujuh bersaudara, pasangan dari ayah Abdul Hakim dan ibu Zubainar ( Berasal dari Nagari Simawang Tanah Datar ). [3]
Bangunan-bangunan rumah di Jalan Segara 4, pada umumnya merupakan bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda, dan ada beberapa rumah yang masih dihuni oleh mereka, salah satunya adalah tetangga terdekatnya, Meneer (Bapak) dan Mevrouw (Ibu) Weeneer, beserta kedua anaknya, Roy dan Dieneke. Selain itu juga ada rumah yang dihuni oleh ReporterSepak bola terkenal pada tahun 1950 - 1960-an, Soeparto. Karena berdekatan sekali dengan Istana Presiden, maka beberapa kali mereka menyaksikan kedatangan helikopter kepresidenan yang membawa Presiden Soekarno.[4]
Chappy kecil dan anak-anak yang tinggal di sekitar Jalan Segara 4, anak-anak pelayan istana dan anak-anak Presiden Indonesia, berkesempatan untuk bersekolah di Taman kanak-kanak yang berada di halaman Istana, di lapangan antara Istana Negara dan Istana Merdeka. Di area tersebut terdapat kupel kecil yang dimanfaatkan sebagai TK. Saat itu, di bagian belakang Istana yang menghadap ke Jalan Segara, ada beberapa rumah yang merupakan tempat tinggal dari para pelayan Istana.[3]
Chappy sekelas dengan Megawati Soekarnoputri, di TK yang dipimpin oleh Ibu Tuti. Di tempat yang sama pula, nantinya, pada 17 Agustus 2003, Chappy berada kembali di area tersebut dalam pelantikannya sebagai KASAU, dan dilantik, oleh Presiden Indonesia, saat itu, Ibu Megawati Soekarnoputri. Megawati, kembali duduk di kupel yang sama ketika ia menjadi murid Ibu Tuti di TK. Kupel itu sendiri sekarang sudah dipercantik dan berubah menjadi tempat Presiden dan keluarganya duduk setelah menerima ucapan selamat dari tamu-tamu Korps diplomatik dan pejabata lainnya.[5]
Kehidupan masa kecilnya dihabiskan di seputaran Jalan Segara 4 bersama anak-anak lainnya dengan bermain, mencoba mencuri mangga tetangga dan ia pernah mengalami kecelakaan sebelum melakukan cukur rambut. Ketika itu, ia dan Ibunya sedang naik becak dan tertabrak mobil hingga terguling. Untuk meyakinkan kondisinya, Chappy dibawa ke Centraal Burgerlijke Ziekeninrichting (CBZ), dan dilakukan beberapa test untuk meyakinkan bahwasanya, ia tidak mengalami gegar otak.[6]
Chappy sangat sering diajak oleh ayahnya, Abdul Hakim, jalan mempergunakan sepeda atau sesekali dengan scooter Vespa ke Bandara Kemayoran. Sejak itu mulai tumbuh kekagumannya akan pesawat terbang. Di masa itu, ia sempat berfoto dengan ayah dan kakaknya di depan pesawat Dakota dan PBY Catalina. Kelak di kemudian hari, pesawat Dakota menjadi pesawat yang dinaiki sepanjang hidupnya namun tanpa mendarat kembali bersamanya. Hal ini dikarenakan, pesawat itu dinaikinya untuk latihan terjung payung sebagai karbol tingkat 2 di Pangkalan Udara Margahayu, Bandung.
Sembilan tahun kemudian, sekitar tahun 1978, Chappy menerbangkan pesawat Dakota sebagai Captain Pilot, setelah menyelesaikan Sekolah Penerbang TNI AU dan Latihan Transisi ke pesawat Dakota. Pesawat ini banyak memberikan kenangan, hingga nantinya ia menerbangkan pesawat yang lebih besar lagi, Vickers Viscount dan Hercules C-130. Kebiasaannya jalan-jalan ke Bandara menjadi salah satu pencetus minatnya untuk mencintai dunia Dirgantara. Selain itu, jika pada 17 Desember 1903, Wright Bersaudara menerbangkan pesawat bermesin pertama di dunia, dan 44 tahun kemudian Chappy lahir ke dunia, yang bisa jadi ini adalah suratan tangannya untuk mencintai dunia Dirgantara.[7]
Setelah menamatkan TK, Chappy meneruskan ke Sekolah Rakyat (SR) Negeri 47 yang terletak di Jalan Taman Petojo Jaga Monyet, cukup dekat jaraknya dari Jalan Segara 4, yang memiliki jarak cukup jauh, namun karena adanya jalan pintas maka jaraknya menjadi singkat. Di masa itu, guru wanita mendapatkan panggilan "Encik", sedangkan guru pria, dengan "Bapak". Gurunya di kelas satu adalah Encik Nina yang bisa memimpin kelasnya dengan tertib dan teratur. Gurunya di kelas empat dan lima adalah Bapak Muchtar dan Bapak Gani. Ketika itu, ia bersekolah memakai sabak dan menulis memakai gerip. Semasa di Sekolah Rakyat (SR) Negeri 47, Chappy pernah mendapatkan vonis sebagai anak kurang gizi oleh tim yang dikirim Dinas Kesehatan DKI Jakarta.[8]
Chappy bersama-sama anak "kurang gizi" lainnya dikirimkan ke Yayasan Putra Bahagia di Cimacan selama dua minggu. Selama disana, mereka mendapatkan jadwal harian yang tertata rapi, dengan rutin belajar di pagi dan siang hari. Di waktu sore, ada pelajaran olahraga bersama. Sebelum kembali tidur, mereka diperintahkan untuk selalu belajar bersama. Setiap anak mendapatkan tempat tidur dengan ruangan yang luas dan mendapatkan satu meja belajar per anak. Makanan yang disediakan juga diatur dengan pola Empat sehat lima sempurna. Pada hari Minggu, mereka bertamasya ke Taman Rekreasi Cibodas. Selama disini, Chappy cukup merasa sedih, karena ini adalah pengalaman pertamanya jauh dari kakaknya Bachrul maupun kedua orang tuanya. Ketika akan naik kelas enam, keluarganya pindah ke rumah yang beralamatkan Bendungan Hilir 9 Nomor 5.[9]
Masa remaja
Chappy mengawali sekolah SMP-nya di SMP Sumbangsih, Setiabudi yang memiliki jarak cukup dekat dari rumahnya yang baru. Ketika kelas 1 SMP, ia berkesempatan menjadi bintang film dengan judul Band Tjilik, produksi dari Anom Pictures dengan sutradara Ling Inata. Para pemain lainnya antara lain adalah Wolly Sutinah, Atmonadi, Soes DA, dan Mangapul Panggabean. Proses seleksinya untuk menjadi bintang film cukup unik karena pemilik Rumah Produksinya tertarik dengan postur dan gayanya saat itu yang memang dibutuhkan untuk film tersebut. Pengambilan adegannya banyak dilakukan di Studio Sanggabuana di Kebayoran Lama. Setelah film pertama, sebenarnya sudah disiapkan beberapa film lainnya untuk diperankan Chappy. Namun setelah berkonsultasi dengan Rachmat Nasution, akhirnya ayahnya meminta Chappy untuk fokus ke sekolah dan bukan berkarir di film. Ketika naik kelas dua, ayahnya dipromosikan ke Kuala Lumpur, untuk membuka cabang baru Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Oleh karenanya ia dan kakaknya, Bachrul Hakim kost berdua di Jakarta sementara orang tua dan adik-adiknya ikut pindah ke Kuala Lumpur. Dan karena kakaknya sudah bersekolah di SMP Negeri 4 di jalan Perwira, maka Chappy dipindahkan ke sekolah tersebut dan menyelesaikan pendidikannya disana.[10]
Kakak Chappy bernama Bachrul Hakim, sedangkan adik-adiknya bernama Rusman Julius Hakim, Alan Hakim, Thursana Hakim, Budiman Hakim dan Nurmayulies Hakim. Chappy dan Bachrul, dilahirkan di Yogyakarta, sedangkan anak-anak lainnya dilahirkan di Jakarta. Berdua bersama kedua orang tuanya, mereka pernah ikut berjalan kaki dan naik kereta api dari Yogyakarta ke ibukota Jakarta, pada peristiwa penyerahan kedaulatan RI tahun 1949. Bahrul dan Chappy memiliki beda usia yang tidak terlampau jauh, sehingga mereka cukup dekat dan memiliki nama panggilan "Aol" dan "Capi".[11]
Pendidikan
Militer
Akademi Angkatan Udara (1971)
Sekolah Penerbang (1973)
Sekolah Instruktur Penerbang (1982)
Sesko TNI AU (1987)
Sesko ABRI (1997)
Lemhanas RI (1998)
Sarjana Universitas Terbuka (UT)
Luar Negeri
Flight Test and Aircraft Development Course, BAE Brough England/UK.;
Instructor Course C-130 Simulator di Lockheed Georgia USA
Joint Exercise Planning Staff ADF, Australia.
Observe Training Course USAFA Colorado Spring, USA.
Short Course On Aerodynamic Cranfield Institute of Technology, United Kingdom
Karier
Gubernur AAU 1997–1999
Chappy ditunjuk sebagai Gubernur Akademi Angkatan Udara sejak 12 Agustus 1997 sampai dengan 27 April 1999 dengan pangkat Marsekal Muda. Ia adalah gubernur yang memiliki beberapa ciri khusus, seperti selalu menanyakan pelbagai hal dan harus dengan penjelasan logis, walaupun hal itu sudah menjadi tradisi turun temurun di AAU. Ciri khas lainnya, ia mewajibkan setiap karbol untuk membaca minimal dua buku per minggu dan membuat ringkasan mengenai keduanya. Tujuan ia melakukan itu antara lain agar para karbol, bisa memiliki pengetahuan yang luas, ketika nantinya menjadi pemimpin paham dan mengerti apa yang harus dilakukan dan tidak hanya sekedar melaksanakan perintah saja. Dengan memahami maknanya, maka itu akan tertanam secara mendalam di setiap insan TNI AU, dan tidak akan pernah melupakannya. Semasa menjadi Gubernur, ia juga selalu mendorong para karbol untuk mencari ilmu sebanyak-banyak sehingga nanti bisa bermanfaat untuk karier dan masa depan mereka.[12]
Dalam pertemuan di udara tersebut, sempat terjadi perang elektronika antara keduanya. Dua dari lima HornetAL AS mengambil sikap bermusuhan (hostile) dan melakukan aksi "jamming" terhadap F-16TNI AU. Perang ECM (Eletronic Counter Measure) dilawan dengan menghidupkan perangkat anti-jamming, sehingga usaha untuk menutup "mata" pesawat-pesawat TNI AU gagal. Kelima HornetAL AS terpantau dengan jelas di radar kedua Falcon TNI AU, dan mereka bisa saja melepaskan rudal AIM-9 Sidewinder. Sikap bermusuhan Hornet, baru mereda ketika Falcon 1, melakukan manuver rocking-the-wing, yang menandakan bahwa Falcon 2 tidak mengancam mereka.[14]
Pada saat komunikasi keduanya berhasil dibuka, diketahui bahwa pesawat-pesawat AL AS merasa bahwa mereka masih berlayar di wilayah perairan internasional dan meminta agar kedua pesawat TNI AU untuk menjauh. Namun disampaikan oleh pesawat TNI AU bahwa mereka, pesawat-pesawat AL AS berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia sesuai dengan Deklarasi Djuanda. Falcon Flight meminta mereka untuk segera mengontak ke ATC setempat, Bali Control, yang hingga saat itu tidak mengetahui keberadaan mereka. Mengetahui adanya itu, pesawat-pesawat AL AS itu kemudian terbang menjauh, dan mematuhi anjuran untuk melaporkan pergerakan mereka ke ATC. Dalam aturan internasional, jalur penerbangan komersial, tidak bisa dipakai untuk melakukan manuver-manuver provikatif, apalagi sampai membahayakan pesawat lainnya yang ada di jalur itu. Ketika mereka berada di wilayah kedaulatan Indonesia, semuanya harus dilaporkan ke Menara ATC terdekat.[14][17]
^Dudi, Sudibyo (04 Juli 2003). "Lima Pesawat F-18 AS Bermanuver di Bawean". KOMPAS.Periksa nilai tanggal di: |access-date=, |date= (bantuan); Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
^Dudi, Sudibyo (07 Juli 2003). "Perang Elektronika di Kawasan Bawean: Beberapa manuver dalam perang elektronika antara F-16 TNI AU dengan F-18 Hornet AL AS". KOMPAS.Periksa nilai tanggal di: |access-date=, |date= (bantuan); Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)
Bachtiar, Imelda (2018). Dari Capung Sampai Hercules, 70 Tuturan Tentang Chappy Hakim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN978-602-412-343-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)