Busana tradisional Batak terdiri dari beraneka ragam jenis pakaian yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat Batak di Sumatera Utara. Salah satu catatan penting dalam sejarah pakaian tradisional Batak adalah laporan perjalanan John Anderson pada tahun 1823 di daerah pantai timur Sumatra. Pada masa itu, pakaian masyarakat Batak di daerah pantai timur Sumatra telah berakulturasi dengan bentuk pakaian masyarakat Melayu, kecuali kelompok masyarakat Batak Karo yang berasal dari Tongging. Berdasarkan ilustrasi oleh juru gambar Anderson, kelompok masyarakat Batak Karo itu masih menggunakan bentuk pakaian tradisional Batak yang belum berakulturasi.[1] Anderson juga mencatat jenis-jenis kain tradisional Batak yang dijual di berbagai daerah di pantai timur Sumatra: Langkat, Deli, dan Asahan. Menurut catatan Anderson, kain-kain tradisional Batak yang diperdagangkan di Langkat adalah Junjong[a], Ragi Padang[b], Ragi Tubba[c], Katmanga[d], dan Surisuri[e]. Kain-kain tradisional Batak yang diperdagangkan di Deli adalah Ragi Tiga, Ragi Surisuri[f], Junjong, Ragi Seantar[g]. Sedangkan di daerah Asahan, kain-kain tradisional Batak yang diperdagangkan adalah Mergum Sisi[h], Guru Gundang, Surusuru[i], Rinjap[j].
Catatan
^Ulos Jungjung, kain tenun Batak mirip syal dengan warna belang merah yang berasal dari daerah Sitoluhuta.
^Kain dengan warna belang biru yang digunakan oleh pria dan wanita tua di Simalungun.
^Uis Teba, kain tenun Batak bewarna nila yang digunakan di panggul dan berasal dari daerah Karo.
^Dikenal di daerah Karo, Simalungun, dan Sitoluhuta sebagai Hati Rongga, Gaci Ronga atau Gaci Renga.
^Ulos Surisuri yang berasal dari daerah Toba dan dikenakan pula oleh orang-orang Batak di Karo, Simalungun, dan Pakpak.
^Ulos Runjat, kain tenun Batak Toba yang berasal dari daerah selatan Danau Toba. Menurut Meint Joustra, ulos ini berasal dari daerah Tano Hurung dan Bila Atas.