Barifola merupakan suatu istilah dalam Bahasa Tidore, yang terdiri dari dua kata yaitu Bari dan Fola. Bari artinya gotong royong, dan Fola artinya rumah. Barifola adalah bergotong royong membangun rumah. Membangun rumah di sini adalah rumah masyarakat yang akan di bangun yang dimulai dari mempersiapkan bahan-bahan material hingga proses membantu membangun rumah bersama-sama dengan anggota masyarakat lainnya hingga rumah tersebut siap dihuni.[1] Barifola merupakan kegiatan sosial yang menjadi ikon institusi paguyuban Ikatan Keluarga Tidore (IKT). IKT adalah wadah berhimpun warga asal Tidore yang berdomisili di Kota Ternate. Ide tentang Barifola mulai digulirkan dan dimatangkan pada awal Maret 2007.
Pembangunan Barifola merupakan gerakan kemanusiaan, aksi sosial yang dilaksanakan oleh Ikatan Keluarga Tidore (IKT) dalam rangka membangun rumah yang tidak layak huni dari orang-orang yang tidak mampu. Ketua IKT adalah Bapak Dr. Hi. Burhan Abdurahman, SH., MM., beliau juga merupakan Bapak Wali Kota, Kota Ternate sekarang periode 2015-2020.
Barifola sepintas mirip dengan program Bedah Rumah pada salah satu program TV Swasta Indonesia. Bedah rumah umumnya hanya merenovasi dan mengganti, menambah dan mempercantik perabotannya, tetapi berbeda dengan Barifola yang membangun rumah dari 0% sampai lengkap dan layak huni.[1]
Sasaran aksi sosial ini utamanya kepada keluarga yang sepantasnya untuk dibantu yakni keluarga yang belum memiliki rumah dan kemampuannya secara ekonomi tidak memungkinkan membangun rumah sendiri atau keluarga yang memiliki rumah, namun kondisinya tidak layak huni, baik secara sosial ekonomi maupun lingkungan dan sanitasi (kesehatan).[1]
Tahapan penerima bantuan Barifola
Sasaran penentuan keluarga prioritas dalam aksi kemanusiaan ini adalah keluarga yang berpendapatan minimal perbulan di bawah Rp.500.000,-; single parents (janda/duda) dan manula; memiliki tanggungan keluarga yang besar (anak-anak usia sekolah); tidak memilik sanak keluarga atau kerabat yang dapat dijadikan tulang punggung perekonomian keluarga bersangkutan, dan lain-lain.[1]
Untuk menghindari subyektifitas dalam menentukan prioritas, maka dibentuklah Tim Penilai, semacam tim verifikasi sekaligus sebagai tim supervisi. Setelah mendapat masukan berupa informasi awal melalui setiap koordinator, ataupun sumber-sumber terpercaya dari satu kelurahan/lingkungan tentang kondisi rumah keluarga yang pantas dibantu. Tim akan melakukan observasi lokasi, memverifikasi kondisi keluarga dan lingkungannya, berkoordinasi dengan Lurah, Ketua RT/RW dan tokoh masyarakat setempat tentang keberadaan keluarga bersangkutan.[1]
Kemudian penentuan keluarga yang menerima bantuan Barifola dimulai dengan rapat antar pemuka desa. Dalam rapat tersebut, mereka memutuskan rumah keluarga yang akan diperbaiki atau dibangun sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Keputusan itu kemudian diumumkan setelah shalat Magrib di masjid. ’’Masyarakat Tidore memang kental dengan budaya Islam sehingga semua aktivitas sosial bermula dari masjid,’’ [2]
Jika sudah ditentukan penerima bantuan, maka akan ditentukan waktu atau kapan Barifola dilakukan. Pada waktu yang telah disepakati, maka warga sedesa akan keluar rumah dan membawa bantuan untuk pembangunan rumah tersebut dengan cara bergotong royong. Tugas para pria bekerja membangun rumah, sedangkan kaum perempuan memasak untuk kebutuhan makan warga yang bekerja membangun rumah tersebut. Khusus di Ternate, barifola semakin aktif sejak 2008, seiring penunjukan Haji Bur sebagai ketua IKT. Meski berasal dari Tidore, gerakan tersebut tidak dikhususkan untuk masyarakat di wilayah itu saja. Dalam perkembangannya, barifola juga menyasar rumah-rumah warga tidak mampu di daerah-daerah lain di seluruh penjuru Maluku Utara, di antaranya, Ternate, Halmahera, Obi, dan Bacan.[2]
Referensi
- ^ a b c d e Sunya, Jusuf dan Herman Oesman. 2015. Barifola: Spirit Sosial Kemanusiaan. Kota Ternate, Lembaga Penerbitan UMMU Press, Garasi Genta, Barifola Institute.
- ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-05.