Aksara Rikasara Cirebon gaya Gamel pada proposal dewan adat Gamel, dibagian atas tertulis dengan Rikasara Cirebon gaya Gamel yang bertuliskan "waringin rungkad".
Artikel ini menggunakan peta yang dihasilkan dari OpenStreetMap dan juga jejaring peta (mapframe) yang dibuat oleh kontributor Wikipedia. Apabila Anda menemukan kesalahan informasi, galat, maupun kendala teknis lainnya dalam data peta, silahkan laporkan di sini. Apabila Anda tertarik dalam pengembangan proyek pemetaan bahasa, silakan bergabung ke ProyekWiki kami. Proyek ini sudah menghasilkan sebanyak 394 artikel bahasa dengan peta interaktif yang dapat diakses dan digunakan oleh para pembaca.
Cari artikel bahasaCari berdasarkan kode ISO 639 (Uji coba)Kolom pencarian ini hanya didukung oleh beberapa antarmuka
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11 bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.[6] Pengembangan bahasa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).
Pengaruh
Bahasa Cirebon sebagian besar kosakatanya dipengaruhi oleh bahasa Jawa Sansekerta, yaitu sekitar 80% sehingga bahasa Cirebon disebut sebagai bahasa Sanskerta kontemporer, kosakata serapan bahasa Sanskerta diantaranya adalah ingsun (saya) dan cemera (anjing)[15]
Pada abad ke-15-17 M, bahasa Cirebon telah digunakan dalam tuturan warga pesisir utara Pulau Jawa bagian barat, di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten dan Kota Cirebon, yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan utama di Pulau Jawa. Bahasa Cirebon dipengaruhi oleh bahasa Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan kebudayaan Sunda, khususnya kebudayaan Sunda di Kuningan dan di Majalengka, bahasa Cirebon juga menyerap kosakata dari bahasa-bahasa asal Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa. Contoh kosakata serapannya antara lain: taocang ('kuncir') dari bahasa Tionghoa, bakda ('setelah') dari bahasa Arab, dan sonder ('tanpa')[11] dari bahasa Belanda. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno seperti ingsun (saya) dan sira (kamu) dalam bahasa sehari-hari.
Pada masa Amangkurat II berkuasa di Mataram, bahasa Cirebon menurut Nurdin Noer tidak dipengaruhi oleh bahasa Jawa[15]. Pada masa itu kosakata dari bahasa Sanskerta masih dipergunakan untuk percakapan sehari-hari masyarakat Cirebon[15].
Sastra Cirebonan merupakan bagian dari Sastra Pesisiran yang berkembang di sepanjang pantai utara pulau Jawa. Beberapa ahli[siapa?] percaya bahwa Sastra Cirebonan dalam bentuk tulisan telah ada sejak zaman Hindu Awal, dan telah mempengaruhi kebudayaan masyarakat di Jawa[butuh rujukan]. Sebagai pengaruh budaya Hindu, dapat ditemui dua macam karya Sastra Cirebonan, yang disebut tembang gedhé dan tembang tengahan. Setelah Cirebon menjadi pusat penyebaran agama Islam oleh walisanga sekitar abad ke-14-15 M, muncul tembang cilik, yang oleh kebanyakan orang disebut tembang macapat. Setelah beberapa hasil karya sastra telah selesai ditulis, banyak cerita sejarah atau legenda menyebar ke masyarakat melalui komunikasi (tatap muka).[16]
Pada masa lalu, di kota Cirebon padatnya aktivitas pelabuhan menarik banyaknya urbanisasi kelompok masyarakat dari wilayah sekitarnya termasuk dari Indramayu, Losari dan Brebes yang notabene sebagiannya merupakan wilayah suku Sunda dan suku Jawa selain itu di sekitar pelabuhan Cirebon juga dapat ditemukan kelompok-kelompok masyarakat suku Bugis, suku Madura, pendatang China dan warga keturunan Arab yang pada akhirnya telah menjadikan wilayah ini beragam secara adat maupun bahasa, pada pola kehidupan di sekitar pelabuhan, bahasa Cirebon telah menjadi bahasa ater-ater (bahasa Indonesia: bahasa pengantar) pada pergaulan di berbagai kalangan masyarakatnya, bahkan ketika terjadi penurunan aktivitas pelabuhan Cirebon pada era modern dengan tidak lagi berhentinya kapal Pelni di pelabuhan Cirebon dan pelabuhan hanya dijadikan tempat bongkar batubara dari Kalimantan saja yang notabene menurunkan tingkat interaksi berbagai kelompok masyarakat yang ada, bahasa Cirebon tetap dan telah menjadi bahasa ater-ater yang dominan pada wilayah tersebut.[17]
Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, bahasa Cirebon dituturkan oleh 3.086.721 jiwa penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas. Ia menduduki peringkat ke-11[6],[18] bahasa yang paling banyak dituturkan oleh penduduk Indonesia setelah bahasa Indonesia, bahasa Jawa umum, bahasa Sunda, bahasa Melayu, bahasa Madura, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa Batak.[6] Pengembangan bahasa Jawa Cirebon dilakukan oleh Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC).
Proses penyebaran
Bahasa Cirebon dalam proses penyebarannya ada yang melalui kegiatan belajar-mengajar di pesantren, hal tersebut dikarenakan pada masa lalu penyebaran agama Islam di wilayah Pasundan dipercaya dibawa dari wilayah kesultanan Cirebon sehingga untuk menghormati sejarah penyebaran Islam yang dibawa dari Cirebon inilah para ulama utamanya di wilayah Kuningan dan Majalengka ketika mengkaji ilmu agama selalu menggunakan bahasa Cirebon ketika menyampaikan arti dari makna kata (hafsahan) yang sedang diajarkan ketimbang bahasa Sunda[19]
Pada proses penyebaran seperti yang terjadi di pesantren Darul Hikmah yang berlokasi di Tanjungkerta, kabupaten Sumedang. Pesantren yang didirikan pada tahun 1927 oleh kyai Nahrowi ini menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Cirebon (pada masa itu masih disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon) sebagai bahasa pengantarnya[20], hal tersebut dikarenakan pada masa lalu kyai Nahrowi pernah menjadi santri di Cirebon tepatnya di pesantren Babakan Ciwaringin, sehingga mempengaruhi cara pengajaran ia yang menggunakan dua bahasa (bahasa Sunda dan bahasa Cirebon)[20].
Proses penyebaran bahasa Cirebon lainnya adalah melalui jalur kesenian, berbagai kesenian seperti Reog cirebonan (sebuah bentuk kesenian yang dimainkan oleh empat orang pria yang membawa dogdog (kendang yang hanya ditutup satu sisinya) dan diisi oleh komedi atau lawak), Ogel (Reog cirebonan yang dimainkan oleh wanita), Longser (teater rakyat yang berisi tarian dan komedi dengan diiringi oleh gamelan), Gonjring (pertunjukan akrobat), wayang kulit dan wayang menak dipertunjukan dengan menggunakan bahasa Cirebon[21]
Penyebaran bebasan Cirebon
Pada masa DI/TII para anggotanya yang berasal dari Cirebon menggunakan bahasa Cirebon Bagongan yang biasa digunakan sehari-hari untuk membedakan mereka dengan penduduk Cirebon yang bukan anggota DI/TII, mengetahui kejadian ini seorang tokoh Cirebon berinisiatif untuk menyebarluaskan Bebasan Cirebon kepada masyarakat dengan tujuan tidak terjadi salah faham di masyarakat[15]
Upaya perlindungan
Proses perlindungan penggunaan bahasa Cirebon telah diupayakan sejak dahulu termasuk pada masa awal kemerdekaan. Pada kongres Jawa Barat yang ketiga, tepatnya di Kota Bandung tanggal 23 Februari 1948[22] (namun menurut Dayat Suryana dalam bukunya yang berjudul Provinsi-Provinsi di Indonesia, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 28 Februari 1948).[23] Salah satu perwakilan warga Jawa Barat dari suku Sunda yaitu bapak Soeria Kartalegawa yang juga ketua Partai Rakyat Pasundan (PRP) mengusulkan supaya pembicaraan dalam rapat badan perwakilan tersebut (Kongres Jawa Barat) dibolehkan mempergunakan bahasa Sunda, namun belakang usulan tersebut segera disanggah oleh perwakilan masyarakat Jawa Barat lainnya dari suku Cirebon yaitu bapak Soekardi, bapak Soekardi mencetuskan;
“Djika dibolehkan berbitjara dalam bahasa Soenda, orang-orang yang berhasrat memakai bahasa daerah lainnya poen haroes diizinkan, oempamanja bahasa daerah Tjirebon.”[22]
Klasifikasi
Bahasa Cirebon sebagai sebuah dialek dari bahasa Jawa
Penelitian menggunakan angket sebagai indikator pembanding kosakata anggota tubuh dan budaya dasar ("makan", "minum", dan sebagainya) berlandaskan metode Guiter menunjukkan perbedaan kosa kata Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 75%, sementara perbedaannya dengan dialek di Jawa Timur mencapai 76%.[24],[25] Untuk diakui sebagai sebuah bahasa tersendiri, suatu bahasa setidaknya membutuhkan sekitar 80% perbedaan dengan bahasa terdekatnya.[24],[25]
Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon ”hanyalah” dialek (karena penelitian Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari bahasa terdekatnya), namun sampai saat ini Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 masih tetap mengakui Cirebon sebagai bahasa dan bukan sebagai sebuah dialek. Dengan kata lain, belum ada revisi terhadap Perda tersebut. Menurut Kepala Balai Bahasa Bandung, Muh. Abdul Khak, hal itu sah-sah saja karena Perda adalah kajian politik[26]. Dalam dunia kebahasaan menurutnya, satu bahasa bisa diakui atas dasar tiga hal. Pertama, bahasa atas dasar pengakuan oleh penuturnya; kedua, atas dasar politik; dan ketiga, atas dasar linguistik.
Bahasa atas dasar politik, contoh lainnya bisa dilihat dari sejarah Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang sebenarnya berakar dari Bahasa Melayu, seharusnya dinamakan bahasa Melayu dialek Indonesia. Namun, atas dasar kepentingan politik, akhirnya bahasa Melayu yang berkembang di negara Indonesia –oleh pemerintah Indonesia– dinamakan dan diklaim sebagai bahasa Indonesia. Selain alasan politik, pengakuan Cirebon sebagai bahasa juga bisa ditinjau dari batasan wilayah geografis dalam perda itu. Abdul Khak mengatakan, Cirebon disebut sebagai dialek jika dilihat secara nasional dengan melibatkan bahasa Jawa.
Artinya, ketika Perda dibuat hanya dalam lingkup wilayah Jabar, Cirebon tidak memiliki pembanding kuat yaitu bahasa Jawa. Apalagi, dibandingkan dengan bahasa Melayu Betawi dan Sunda, Cirebon memang berbeda.[26]
Bahasa Cirebon sebagai bahasa mandiri
Revisi Perda, sebenarnya memungkinkan dengan berbagai argumen linguistik. Namun, kepentingan terbesar yang dipertimbangkan dari sisi politik bisa jadi adalah penutur bahasa Cirebon, yang tidak mau disebut orang Jawa maupun orang Sunda[26][27]. Ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon Nurdin M. Noer mengatakan, bahasa Cirebon adalah persilangan bahasa Jawa dan Sunda. Meskipun dalam percakapan orang Cirebon masih bisa memahami sebagian bahasa Jawa, dia mengatakan kosakata bahasa Cirebon terus berkembang tidak hanya ”mengandalkan” kosa kata dari bahasa Jawa maupun Sunda.
”Selain itu, bahasa Cirebon sudah punya banyak dialek. Contohnya saja dialek Plered, Jaware, dan Dermayon,” ujarnya.
Pakar Linguistik Chaedar Al Wasilah pun menilai, dengan melihat kondisi penutur yang demikian kuat, revisi tidak harus dilakukan. justru yang perlu dilakukan adalah melindungi bahasa Cirebon dari kepunahan.[26]
Observasi Penutur
Pada masa lalu bahasa Cirebon sering disebut sebagai bahasa Jawa Cirebon atau bahasa Jawa dialek Cirebon di mana menurut Ayatrohaedi hal tersebut merupakan sebuah kesalahan dikarenakan dalam observasinya ketika dua orang Cirebon sedang berbicara, kawannya yang merupakan orang Jawa hanya terbengong karena tidak memahami apa yang sedang dikatakan[28]
Pada sebuah observasi yang dilakukan oleh Idik Saeful Bahri dengan menyandingkan penutur bahasa Cirebon dengan penutur bahasa Jawa yang asli dari Yogyakarta di mana keduanya diperkenankan untuk berbicara dengan bahasa daerahnya masing-masing ditemukan fakta bahwa keduanya tidak saling memahami tentang apa yang sedang dibicarakan oleh lawan bicaranya dan percakapan yang sedang dilakukan menjadi tidak jelas[19]
Pendekatan Lauder dalam dialektometri
Selama ini bahasa Cirebon dianggap sebagai dialek dari bahasa Jawa dikarenakan beberapa pihak yang menginginkan Cirebon tetap menjadi bagian dari budaya Jawa hanya berpegang pada penelitian model Guiter saja yang mengharuskan perbedaan antar kedua subjek bahasa sebesar 80%, namun jika menggunakan pendekatan Lauder, pendekatan ini mengkritisi jumlah persentase yang diajukan guiter yaitu sebesar 80% karena menurut Lauder, cukup 70% saja dalam kajian dialektometri bagi sesuatu untuk dikatakan sebagai "bahasa" yang Mandiri.[29]
Lauder, sudah menggunakan metode yang lazim dan umum dilakukan dalam kajian dialektologi terhadap bahasa-bahasa di Indonesia, yaitu metode dialektometri, hanya yang menarik dari pandangannya itu ialah usulannya tentang modifikasi kategori persentase perbedaan unsur kebahasaan untuk menyebutkan suatu isolek sebagai bahasa atau dialek yang diajukan oleh Guiter, Guiter menitik beratkan perbedaan kebahasaan harus sekitar 80%[30][31]. Menurutnya, persentase untuk dianggap beberapa isolek sebagai bahasa yang berbeda, jika perbedaannya di atas 80% terlalu tinggi untuk bahasa-bahasa di Indonesia. Karena kategori kajian guiter itu dibangun di atas data bahasa-bahasa Barat (eropa dan sejenisnya), karena itu perlu dimodifikasi. Kenyatan lain, menurutnya, ialah berdasarkan hasil penelitian berbagai bahasa daerah di Indonesia memperlihatkan perbedaan antara bahasa yang satu dengan yang lainnya hanya sekitar 65%–70% saja, di mana perbedaan kosakata antara Bahasa Cirebon dengan Bahasa Jawa adalah 75-76% yang dalam pendekatan Lauder dianggap sempurna menjadi sebuah bahasa mandiri dikarenakan menurut Lauder hanya butuh 70%[29] perbedaan saja.
Bahasa Cirebon dalam perjalanannya menggunakan aksara yang dikenal dengan nama Rikasara, Carakan Cirebon, aksara Arab Pegon serta aksara Jawi[32]. Aksara Carakan Cirebon sendiri merupakan aksara Carakan yang terpengaruh Carakam Jawa, hal ini dapat terlihat dari surat yang ditulis oleh Sultan Sepuh Djoharuddin dalam menyambut kedatangan Raffles di Cirebon. Sementara Rikasara Cirebon[33] merupakan jenis aksara yang digunakan sebelum tahun 1650-an (abad 17) di mana para ahli berpendapat bahwa Rikasara tersebut memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa.
Aksara Rikasara Cirebon
Rikasara Cirebon yang oleh para ahli dikatakan memiliki keterkaitan dengan aksara Palawa[33] memiliki tiga cara penulisan dan beberapa gaya tulis (Samengan)
Sasandisara (cara menulis rahasia), tujuan cara penulisan ini adalah agar tulisannya tidak bisa diketahui oleh khalayak ramai, contoh cara penulisan ini dapat ditemui pada surat yang dibawa ke Banten untuk membantu pangeran Hasanuddin
Angarasara (cara menulis umum), cara penulisan yang biasa dilakukan oleh para Ajengan (kyai atau orang terhormat) dan bersifat umum (tidak rahasia) sehingga bisa dibaca oleh siapa saja, pada Angarasara gaya tulis atau Samengan secara garis besar dibagi menjadi beberapa yaitu, Kawatu, Layus dan Halif
Bandasara (cara menulis rahasia dengan membalutnya dengan doa), tujuan penulisan ini sebenarnya sama dengan Sasandisara yaitu untuk hal-hal yang bersifat rahasia, hanya saja karena dibalut dengan doa pembawanya tidak sadar kalau dia sedang membawa surat penting, contohnya adalah surat yang dibawa oleh Anom Talibrata, banyak syarat-syarat yang dibalut dengan pembacaan ayat suci al-qur'an ketika membuat tulisan dengan cara Bandasara, rumitnya Polah Hikmah (aturan-aturan hikmah) yang diterapkan dalam penulisan Bandasara membuat tidak sembaragan orang dipercaya untuk menuliskannya.
Rikasara Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon Alih aksara dan bahasa oleh Dodie Yulianto (filolog Cirebon), koreksi oleh Guntur Samudra (masyarakat Gamel) Mar(a) Hadi Ngawas (dekati dengan pengawasan sungguh) angmung ngewalen... (hanya mengerjakan walen (bahasa Indonesia: atap)) 1625 Jawa = 1113 Hijriah = 1701 Masehi
Rikasara Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon Alih aksara oleh Guntur Samudra (Gamel) Dina Ahad Jumadil ahir (pada hari minggu bulan Jumadil Akhir) Tahun Jem Akir // 82 \\ (tahun Jim Akhir 28)
Rikasara Cirebon pada Masjid Nur Karomah (sir budi rahsa), desa Gamel, kecamatan Plered, kabupaten Cirebon Papan 2a-1 (sebelah kiri) Bengiye Madepis Papan 2a (kiri dan kanan bagian atas) Bengiye Madepis Adinata Walen Pada Malam Hari menemui masyarakat (sultan) menjelaskan cara Menata (membuat) Atap
Carakan Cirebon mencapai masa keemasannya pada periodisasi sastra sekitar abad ke-16 (tahun 1500-an). Kala itu sastra pesisiran berkembang pesat, seiring berpindahnya kekuasaan politik dari Majapahit ke kesultanan-kesultanan Muslim seperti Cirebon dan Demak pasca banyaknya ningrat-ningrat, sastrawan dan seniman Majapahit yang menyingkir ke Bali. Sastra Pesisiran yang berkembang pada periodisasi keemasan tersebut berusaha membalutkan nilai-nilai keislaman dengan elemen-elemen kuno dari kebudayaan Majapahit[34] Sastra Pesisiran yang turut membawa carakan Cirebon pada masa keemasannya dimulai ketika pengaruh Islam mulai memasuki pulau Jawa termasuk di wilayah Kesultanan Cirebon. ada setidaknya tiga pusat utama perkembangan sastra pesisiran yaitu di Gresik, Demak dan di wilayah kesultanan Cirebon yang meliputi Cirebon hingga Banten pada masa itu. Berbeda dengan Demak yang pada masa itu menjadi rujukan bagi daerah pedalaman sekitarnya yang mayoritas dihuni oleh suku Jawa(cikal bakal daerah Mataram), perkembangan Carakan dan sastra pesisiran di wilayah kesultanan Cirebon tidak sehomogen dengan apa yang terjadi di Demak, heterogenitas antara pesisir Cirebon yang multi-etnis ditambah dengan pedalaman Cirebon yang juga dihuni oleh suku Sunda yang berbeda bahasa dan pola tulisan membuat Carakan dan sastra Cirebon mengakomodir pola-pola ucap dan kebiasaan-kebiasaan sastra dari wilayah sekitarnya sehingga menyebabkan teks-teks sastra yang berasal dari wilayah kesultanan Cirebon walau ditulis dengan pola aksara carakan yang tidak jauh berbeda (Cirebon menerapkan pola aksara carakan dengan gaya satu tembok sementara Jawa menerapkan pola carakan dengan gaya dua tembok) namun teks-teks tersebut tidak dimengerti oleh pembaca dari wilayah Jawa bagian tengah[34].
Carakan Cirebon menurut TD Sudjana pada awalnya berasal dari Pallawa yang menyebar di Nusantara, para aristokrat yang menggunakan Pallawa sebagai aksara ini kemudian mengembangkan pola-pola aksara di wilayah yang diperintahnya, dan kemudian menjadi aksara daerahnya masing seperti aksara Carakan Jawa, Sunda dan Aksara Carakan Cirebon, oleh karena itu Carakan Cirebon oleh budayawan Cirebon TD Sudjana dikiaskan sebagai sesuatu hal yang memiliki makna budi luhur sebagai penunjang tegaknya akhlak bangsa dan kepribadian bangsa.[34]
Aksara Sunda Kuno
Aksara Sunda Kuno pernah dipakai untuk menuliskan bahasa Cirebon yang pada saat itu digunakan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda[8]. Hal ini dapat dilihat pada penggunaannya dalam beberapa naskah di bawah ini;
Hilangnya aksara Sunda dan Rikasara Cirebon
Pada tanggal 3 November 1705, Belanda mengeluarkan sebuah surat ketetapan agar digunakan aksara carakan Jawa sebagai aksara tulis, ketetapan ini menurut sebagian peneliti dikarenakan berkurangnya penggunaan aksara Sunda pada masyarakat setempat[35]. Pada wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon surat ketetapan Belanda resmi berlaku setelah dikeluarkannya surat yang meratifikasi ketetapan Belanda tersebut oleh para penguasa Cirebon pada 9 Februari 1706[35], secara perlahan aksara Sunda dan juga Rikasara Cirebon digantikan oleh carakan Jawa, dalam sebuah naskah dari desa adat Gamel-Sarabahu di Cirebon dijelaskan bahwa hilangnya Rikasara Cirebon secara berangsur-angsur setelah dikeluarkannya surat ratifikasi kesultanan-kesultanan di Cirebon menemui titik puncaknya yang waktunya bertepatan dengan dikaburkannya sejarah Cirebon oleh Belanda yang dalam naskah peristiwa itu disebut
"... Kalpariksa jatining cirebon, Lebon pepeteng ... 8461//22//09"
Pada tahun 1869, hasil penelitian yang dilakukan oleh Karel Frederik Holle seorang pemerhati budaya dan sastra[37] yang dikemudian hari diangkat menjadi seorang penasihat (Honorary Advisor for Domestic Affair) untuk pemerintahan Hindia Belanda diterbitkan dengan pengawasan redaktural oleh W. Stortenbeker (doktoral di bidang ilmu hukum dan sastra) dan J.J Van Limburg Brouwer (doktoral di bidang ilmu filsafat)[38] dalam penelitian tersebut Karel Frederik Holle menjelaskan tentang sebuah babad yang berasal dari sekitar tahun 1788 - 1820 yang diperoleh dari bupati Sumedang, babad tersebut dijelaskan diperoleh oleh bupati Sumedang dari seorang Pangeran Cirebon. Babad kemudian berhasil diterjemahkan, dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan bahwa kosakata dalam babad tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon atau yang pada masa itu disebut sebagai Cheribonsch Javansch[38]
Sebagian besar kosa kata asli dari bahasa Cirebon memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa standar (Surakarta/Yogyakarta) baik secara morfologi maupun fonetik, memang bahasa Cirebon yang dipergunakan di Cirebon dengan di Indramayu itu meskipun oleh sebagian orang dikatakan sebagai bagian dari bahasa Jawa namun mempunyai perbedaan dengan “bahasa Jawa baku”, yaitu bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang berpegang kepada bahasa Jawa Solo. Dengan demikian, sebelum 1970-an, buku-buku pelajaran dari Solo tak dapat digunakan karena terlalu sukar bagi para murid (dan mungkin juga gurunya). Oleh karena itu, pada 1970-an, buku pelajaran itu diganti dengan buku pelajaran bahasa Sunda yang dianggap akan lebih mudah dimengerti karena para pemakai bahasa Sunda “lebih dekat”. Akan tetapi, ternyata kebijaksanaan itu pun tidak tepat sehingga muncul gerakan untuk menggantinya dengan buku dalam bahasa yang digunakan di wilayahnya, yaitu Bahasa Cirebon (pada era tahun 1970-an masih disebut sebagai bahasa Jawa dialek Cirebon).[39]
Bahasa Cirebon Kuno
Bahasa Cirebon Kuno[40] dipergunakan pada naskah naskah kuno yang ada di Cirebon dan sekitarnya, bahasa ini masih bisa dijumpai pada teks teks di periode awal terbaginya kesultanan Cirebon menjadi dua kesultanan atau sekitar pada tahun 1600-an, menurut Elang (bahasa Indonesia: pangeran) Yusuf Dendabrata salah satu kosakata yang berasal dari bahasa Cirebon Kuno adalah pelem (bahasa Indonesia: mangga). Pada budaya Cirebon sejak zaman dahulu, mangga merupakan manifestasi dari konsep gelem (hasrat/kemauan) dan mangga Cengkir adalah proyeksi dari konsep gelem kencenge pikir (bahasa Indonesia: mau kritis berfikir) di mana buah mangga Cengkir digantungkan pada lunjuk tempat penyiraman pada prosesi Siram Tawandari di ritual pernikahan adat Cirebon.
Berikut adalah kutipan bahasa Cirebon Kuno yang ditulis pada pustaka Negara Kertabumi[41]
mejahhi / pratibandḍa / hurip lobha / magawé kadustan mwang pāpakarma // haywa ta sirā nginum panamadya / athawékang magawé marganing patinta / suçīlā ta sira // haywa ta sira dumadi wira mati / mwang lumūda çatrewanung wus pinaribhawa / umangnacpati / yadyapin ya çatrusang salah warak samaken mwang inupaçra yan dénnira // haywa ta sira tuhagamana ring dharmmanya yéku agaméslam lawan kuran ikang wéda ning janapada sakala bhuwana / dwājilulloh dé nira kudu mapageh dé nyānggé gwa ninya // nityasa ta sira mangastung kara ring hyang tunggal
bunuh, bertentangan, hidup tamak, berbuat dusta serta berbuat nista. Janganlah engkau minum minuman yang memabukkan, atau yang menciptakan jalan kematianmu, sopan santunlah engkau, janganlah engkau menjadi wiramati. Dan menyerang lagi perkataan yang telah menghina, menyalahkan diri sendiri ke dalam kematian, meskipun musuh yang salah maafkanlah dan berilah pertolongan padanya. Janganlah ia terus-menerus melakukan perbuatannya itu. Agama Islam dan Qur’an itu pengetahuan untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia, dua kalimat Syahadat harus kau genggam erat dan pakailah (laksanakanlah) ia senantiasalah engkau berdoa kepada Tuhan yang Esa.
Angka dan kuantitas
Pada tahun 1926, hasil penelitian J N Smith (asisten residen Cirebon) diterbitkan, selain menjelaskan tentang ragam bahasa Cirebon dan perbedaanya dengan bahasa Jawa yang terdapat di wilayah Jawa Tengah dan Surakarta ia juga menjelaskan mengenai kosakata yang berkenaan dengan angka dan kuantitas[42], seperti
.
Bahasa Cirebon
Bahasa Indonesia
Sambang
Seribu
Sareal
Dua Rupiah
Saripis
Satu
Suku
Setengah
Seteng
Tiga setengah Sen
Telung Wang
Dua belas setengah Sen
Sabaru
Delapan setengah Sen
Rong Baru
Tujuh belas Sen
Telung Baru
Satu tali
Lima las Baru
Satu rupiah satu tali
Sapinda
Setengah
Kalipinda
Dua setengah
Sagantang
10 kati
Sakocel
5 kati
Kata Ganti (Purusa)
Kata Ganti Orang Pertama (Utama Purusa)
Sun (artinya Saya, jika ditambahkan awalan "re/ra" menjadi "resun" maka artinya "saya adalah orang yang terhormat")
Isun (artinya Saya, jika kata isun bertemu dengan kata kerja maka "isun" berubah menjadi "tak' atau "tek")
Ngwang (artinya Saya, jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sangwang" maka maknanya menjadi lebih terhormat dari kata "ngwang")
Pwanghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba)
Nghulun (artinya Saya adalah seorang Hamba, jika ditambahkan kata "Pinaka" menjadi "Pinaka nghulun" maka artinya "diperhamba" dan jika ditambahkan kata "sang" menjadi "sanghulun" maka maknanya menjadi terhormat daripada "nghulun")
Pinun (artinya Saya adalah milik Tuan)
Manehta (artinya Saya adalah hamba tuanku, khusus digunakan untuk perempuan)
Bujangga Mpu (artinya Saya adalah orang yang terpelajar dan alim, biasa digunakan oleh kaum agamawan)
Kata Ganti Orang Kedua (Madyatama Purusa)
Ko (artinya Anda)
Twa / Ta (artinya Anda)
Kamu (artinya Anda, bisa digunakan untuk menyatakan lebih dari satu orang)
Kita (artinya Anda atau Tuan. Kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
Ngcarira (artinya Anda (secara umum), kata ini lebih terhormat dibandingkan "Ko","Twa/Ta","Kamu")
Sira (artinya Anda, namun penggunaan kata ini ditujukan pada Sultan untuk Bawahan atau Pejabat untuk Bawahan yang makna tingkatannya lebih rendah)
Kanyu (artinya Anda, kata ini setara dengan "Ko")
Rahadyan Sanghulun (artinya anda adalah tuanku, dipergunakan oleh Pekerja kepada Majikannya)
Kata Ganti Orang Ketiga (Pratama Purusa)
Ya (artinya Dia)
Sira (artinya Dia, jika ditambahkan kata "hana" menjadi "hana sira" yang artinya "ada seseorang")
Rasiki (artinya Dia)
Kata Ganti Milik (Empunya)
Kata Ganti Milik Orang Pertama
Ku atau Ngku (artinya milik -ku)
Mami (artinya milik -kami)
i ngwang (artinya milik -ngwang)
i nghulun (artinya milik -nghulun)
i sanghulun (artinya milik -sanghulun)
Pinaka hulun (artinya milik -pinaka hulun)
Bujangga Mpu (artinya milik -bujangga mpu)→
Kata Ganti Milik Orang Kedua
Mu (artinya milik -kamu)
Nta / Ta (artinya milik -kita)
Nyu (artinya milik -kanyu)
Rahadian Sanghulun (artinya milik -rahadian sanghulun)
Kata Ganti Milik Orang Ketiga
Nya (artinya milik -ya)
Nira / ira (artinya milik -sira)
Rasika (artinya milik -rasiki)
Perbandingan bahasa Cirebon Bagongan (bahasa rakyat)
Berikut merupakan perbandingan antara bahasa Jawa Cirebon dengan Dialek lainnya yang dianggap serumpun, yaitu bahasa Jawa Banten,[43] Bahasa Jawa dialek Dermayon, dialek Tegal dan Pemalangan serta Bahasa Jawa Baku (dialek Surakarta - Yogyakarta) dalam level Bagongan atau Bahasa Rakyat.
Berikut adalah Kamus yang berisi kosakata bahasa Cirebon Bagongan, Bahasa Cirebon Bebasan dengan Bahasa Dermayon Ngoko (Indramayu) dan Bahasa Dermayon Krama (Indramayu) (Masyarakat Indramayu menyebut Bahasa Bagongan dengan sebutan Bagongan atau Ngoko dan Bebasan dengan sebutan Krama atau Besiken[44]) serta terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
(Ingsun sampun ngalih teng Kuningan = Saya sudah pindah ke Kuningan)
Knang
Amargi
Amerga
Amergi
Akibat
(amargi ingsun mboten uning kepripun pakemipun basa Bebasan Cirebon ingkang leres = akibatnya saya tidak tahu bagaimana peraturan bahasa Bebasan Cirebon yang benar)
Aig / Age
Aglis
Cepet / Gage / Gagian
Enggal
Segera
Amba
Wiwir
Amba
Wiyar
Luas
Ambir
Supadon
Ben / Ambisan
Ambisan
Biar
Amit /Permisi
?
Amit
Nuwun Sewu /nyuwun Sewu
Permisi
Ana
Wenten
Ana
Wonten
Ada
Angel
Susah
Angel
Sesaha
Susah
Angon
Angen
Angon
Angen
Gembala
Ngangon Kebo (Menggembala Kerbau)
Angot
?
Kumat
Kimat
Kambuh
Antarane
Antawise
Antarane
Antawise
Antaranya
Apa
Punapa
Apa
Punapa
Apa
Apik
Sae
Apik
Sae
Baik
Aran
Asmi
Aran / Jeneng
Nami / Asmi / Asma
Nama
Arep
Ajeng
Arep
Ajeng / Lajeng
Akan
Arep mendhi
Bade pundi
Arep ngêndhi / arep ngendhi
Bade pundi / Lajeng têng Pundhi
Mau ke mana?
Asli
?
Asli
Sesupe
Asli
Asu
?
Asu
Segawon
Anjing
Ati
Manah
Ati
Manah
Hati
Aturan
Pakem
Pakem
Aturan
Awan
Siyang
Awan
Rina / Siang
Siang
Awak
Selira / Badan
Awak
Selira / Badan
Badan
Ayam
Sawung
Ayam
Sawung
Ayam
Bae
Mawon
Bae
Mawon
Saja
Bagen
Sanggine
Bagen
Kêrsanipun
Biarkan
Bagus
Sae
Bagus/Apik
Sae
Bagus
Baka
Menawi
Yen/Baka
Menawa
Kalau
Balik
Wangsul
Balik
Wangsul
Pulang
Banyu
Toya
Banyu
Toya
Air
Bapak
Rama
Bapak
Rama
Bapak
Batur
Rencang
Kanca
Rencang
Kawan
Banyu
Toya
Banyu
Toya
Air
Bari
Kaliyan
Bari/Bareng
Sesarengan/Kaliyan
Bersama
Bawi
?
Celeng
Andhapan
Babi
Bebek
?
Bebek
Kambangan
Bebek
Belah
Palih
Belah
Palih
Sepalih (sebelah)
jambalang
Beli / Ora
boten
Belih/Ora
Mboten
Tidak
Bênêr
Lêrês
Bênêr
Lêrês
Benar
Bendrongan
?
Main Musik
(Main Musik Dengan Alat Seadanya disebut "Bendrongan"
Bêngên
Rumiyen
Bêngên
Rumiyin / Sengen
Dahulu
Bêngi
Dalu
Bêngi
Dalu
Malam
Beras
Uwos
Beras
Uwos
Beras
Bobad
?
Bobad
Bohong
Bocah / Anak
Lare
Anak
Lare
Anak
Bokat
?
Becik
Takut / Barangkali
"aja ning ngerep nok..!!, bokat ketendang!" (jangan di depan nak!! (perempuan), Takut tertendang!)
"isun arep ngulur batur-batur nang alun-alun, bokat bae ana mengkana" (saya hendak mencari anak-anak di alun-alun, barangkali saja ada di sana)
Bonggan
?
Awas!
Digunakan ketika kesal pada sesuatu atau Menantang
Brêsi
Rêsik
Bersih
Rêsik
Bersih
Bubar
Bibar
Bubar
Bibar
Bubar
Bulit
?
Licik
?
Curang
Buri
Wingking
Buri / Guri
Wingking
Belakang
Nang Buri, Teng Wingking (Di Belakang)
Buru-Buru
Kêsusu
Buru-Buru
Bujêng-bujêng
Tergesa-gesa
Buwang
Bucal
Buwang
Bucal
Buang / Melemparkan
Cangkêm
Lêsan
Cangkêm / Tutuk
Lêsan
Mulut
?
?
Caos
Seba
Menghadap / Menemui
Carita
?
Crita
Crios
Cerita
Cêg
?
Cêkêl
Ngasta
Cêgcêgan (Pegangan)
Cilik
Alit
Cilik
Alit
Kecil
Coba
Cobi
Coba
Cobi
Coba
Cungur / Irung
?
Irung
Grana
Hidung
Cukur
Paras
Cukur
Paras
Cukur
Dadi
Dados
Dadi
Dados
Jadi
Dagang
Sadean
Dagang
Sadean
Dagang
Dake
Gadah
Deke
Gadah
Punya (Dapat)
Dalan
Dêrmagi
Dalan
Marga
Jalan
Dandan
?
Dandan
Dandos
Berhias
Dawuk
?
Dewasa
Dêlêng
Ningali
Dêlêng
Ningali / Mirsani
Melihat
Dhadha
Jaja
Dhadha
Jaja
Dada
Damar
Pandhêm
Damar
Pandam
Lampu
Dêmên
Tresna
Dêmên
Tresna
Cinta
Dêmplon
?
Seksi
Dêngkul / Tur
?
Dêngkul
Jengku
Lutut
Dewek
Dewek
Piyambêk
Sendiri
Di
Di
Di
Dipun
Di (Imbuhan)
Cirebon Bebasan : "Dibarokahi", Bahasa Dermayon Krama : "Dipun Barokahi"
Dina
Dintên
Dina
Dintên
Hari
(Sedinten-dinten = Sehari-hari)
Dolan
?
Dolan
?
Main
Dom
Jarum
Dom
Jarum
Jarum
Doyan
Purun / Kersa
Doyan
Purun / Kersa
Suka / Mau
Duit
Yatra
Duit
Yatra
Uang
Dulung
Ndahari
Dulang
Ndahari
Suap (Makan)
Durung
Dêrêng
Durung
Dêrêng
Belum
Duwe
Gadah
Duwe
Gadah
Punya
Duwur
Inggil
Duwur
Inggil
Tinggi
êling
êmut
êling
êmut
Ingat
êmbah
êyang
êmbah
êyang
Kakek-Nenek
Embuh
Wikan
Embuh
Kirangan / Wikan
Tidak Tahu
?
?
Embun-embunan
Pasundulan
Embun-embun
Emong
Boten
Emong
Mboten
Tidak Mau
Enak
Eca
Enak
Eca
Enak
êndas
?
êndas
Sirah
Kepala
êndhêp
êndhap
êndhêp / Cindek
êndhap
Pendek
êndi
Pundi
êndi
Pundi
Mana
êndog
Tigan
êndog
Tigan
Telur
êngko
?
êngko
Ajeng
Nanti
ênom
ênêm
ênom
ênêm / timur
Muda
êntêk
Têlas
êntok
Têlas
Habis
Enteni
?
Enteni
Entosi
Menunggu
Erti
Ertos
ngerti
Ngertos
Arti
(Ngertos = Mengerti) (Basa Iku alat Komunikasi, Umpami panjenengan ngertos ya leres! = Bahasa itu alat komunikasi kalau anda mengerti ya bagus!)
Esuk
Enjing
Esuk
Enjing
Pagi
Etung
Etang
Etung
Etang
Hitung
Gajah
Liman
Gajah
Liman
Gajah
Gampang
Gampil
Gampang
Gampil
Mudah
Ganti
Gantos
Ganti
Gantos
Ganti
Gawa
Bakta
Gawa
Bakta
Bawa
mbakta (Membawa), Gawaan / bektan (Barang Bawaan)
Gawe
Damel
Gawe
Damel
Kerja
Gedang
Pisang
Gedang
Pisang
Pisang
Gede
?
Gedhe
Ageng
Besar
Gêlêm
Purun
Gêlêm
Purun
Mau
Gelang
Binggel
Gelang
Binggel
Gelang
Gelung
Ukel
Gelung
Ukel
Gulung
Gemuyu
?
Gemuyu
Gemujeng
Tertawa
Gen
Ugi
Uga
Ugi
Juga
Genap
Jangkep
Genap
Jangkep
Lengkap
Geni
Brama
Geni
Brama
Api
Gering / Kuru /Pêyang
?
Gering
Kera
Kurus
Getek
?
Keri
?
Geli
Getih
Rah
Getih
Rah
Darah
Gigir
Pêngkêran
Gigir
Pêngkêran
Punggung
Godhong
Ron
Godhong
Ron
Daun
Golek
?
Golek
Pados
Wayang Kayu (Golek)
Gugah
Wungu
Gugah
Wungu
Bangun
Gula
Gêndis
Gula
Gêndis
Gula
Gulu
Jangga
Gulu
Jangga
Leher
Gawean
Damelan
Gawean
Damelan/Guneman
Pekerjaan
Guyon
Gujêng
Guyon
Gujêng
Bercanda
Gegujengan (Bercandaan)
Idêp
Ibing
Idep
Ibing
Bulu Mata
Idu
Kecoh
Idu
Kecoh
Ludah
Iga
?
Iga
Unusan
Iga
Ijo
Ijêm
Ijo
Ijêm
Hijau
Ilang
Ical
Ilang
Ical
Hilang
Ilat
Lidah
Ilat
Lidah
Lidah
Imbuh
?
Imbuh
Tanduk
Tambahan
Inep
?
Inep
Sipeng
Bermalam
Ingu
Ingah
Ingu
Ingah
Pelihara
Irêng
Cêmêng
Irêng
Cêmêng
Hitam
Isor
Andhap
Isor
Andhap
Bawah
Isin
Lingsem
Isin
Lingsem
Malu
Isun
Ingsun / Kula
Reang / Kita
Kula
Saya
Iwak
Ulam
Iwak
Ulam
Ikan
Iya
Inggih
Iya / ênggeh
Inggih / Ênggeh
Ya
Jaga
Raksa
Jaga
Reksa
Jaga
Njaga, Ngraksa (Menjaga)
Jago
Sawung
Jago
Sawung
Ayam Jago
Jagong
Linggih
Dodok
Linggih
Duduk
Jala
Jambêt
Jala
Jambêt
Jala
Jalir
?
telembuk
?
Pelacur
Jaluk
Pundhut
Jupuk / Jokot
Pendhet
Ambil
Jamu
Jampi
Jamu
Jampi
Jamu
Jaran
?
Jaran
Titihan
Kuda
Jare
Cape
Jare
Criyos
Kata (Ucap)
Cirebonan : "Cape sinten?" (Kata (ucap) siapa?)
Jenggot
?
Jenggot
Gumbala
Jenggot
Jêriji
?
Driji
Racikan
Jari
Jero
Lebet
Jero
Lebet
Dalam
Jingkat
?
Kaget
Kejot
Terkejut
Joget
?
Joged
Beksa
Goyang
Kabar / Warta
Wartos
Kabar / Warta
Wartos
Berita
Kabeh
Sedaya
Kabeh
Sêdaya / Sedantên
Semua
Kabênêran
Kalêrêsan
Kabêran
Kêlêrêsan
Kebetulan
Kaca
Kaca
Paningalan
Kaca
Kae
Punika
Iku/Kaen/Kuwen
Punika
Itu (Dekat dengan si Pembicara)
Kali / Lêpên
Benawi
Kali / Lêpên
Benawi
Sungai
Kalung
?
Kalung
Sangsangan
Kalung
Kandha
?
Kandha
Sanjang
Bercerita
Kanggo
Kangge
Kanggo
Kangge
Untuk
Karang
Kawis
Karang
Kawis
Karang
Karena
Kêrantên
Merga
Amarga/ Keranten
Karena
Kari
Kantun
Kari
Kantun
Sisa (Tinggal Terakhir) / Tertinggal / Terakhir
Kantun-kantun (akhirnya)
Karo
Kaliyan
Karo
Kaliyan
Bersama
Teng bioskop kalian sinten inggih? (Di bioskop bersama siapa, ya?)
Karo
Sareng
Karo / Sareng
Marang/Dhumateng
Dengan
(Garam sareng Gendhis dicampur mawon Kang! = "Garam dengan Gula dicampur aja Kang!")
Katon
Kêtingal
Katon
Kêtingal
Dapat dilihat
Katok / Cangcut
Lancing
Katok
Lancing
Celana dalam
Kaweruh
Kaweruh
Seserepan
Pengetahuan
Kaya / ala-ala
Kados
Kaya
Kados
Seperti
(Kados Mekoten = Sepeti Begitu / Seperti Itu)
Kayu
Kajeng
Kayu
Kajeng
Kayu
Kebanjur
?
Kebanjur
Kelajeng
Tersiram
Kêbo
?
Kêbo
Maesa
Kerbau
?
?
Kêdêr
Ewed
Bingung
Kelanjutan
?
Kelanjutan
Kelanjêngan
Kelanjutan
Kelapa
?
Kelapa
Kerambil
Kelapa
?
?
Keliru
Klentu
Keliru
Kembang
Sekar
Kembang
Sekar
Bunga
Kêmit
?
Kêmit
Pakuncen
Jaga (Tugas Jaga)
Kêmit Desa (Orang yang menjaga Desa)
Kêmul
Singep
Kêmul
Singep
Selimut
Kên / Kahin / Jarit
?
Jarit
Sinjang
Kain
Kene
Riki
Kene / Mrêne
Riki
Sini
Kêponakan
?
Kêponakan
Kêpênakan
Keponakan
Kêpriben
Kêpripun
Kêpriben Kepriwe
Kadhos Pundi / Kêpripun
Bagaimana
Kêramas
Jamas
Kramas
Jamas
Keramas
Kêrasan / Bêtah
?
Krasan
Kraos
Betah
Kêringet
Riwe
Kêringet
Riwe
Keringat
Kêris
?
Keris
Duwung
Keris
Kêrtas
Delanceng
Kertas
Dalancang
Kertas
Cirebonan : "Daluwang" (Kertas yang terbuat dari Kulit Kayu)
Kêtara
Ketara
Ketawis
Jelas
Kêtemu
Kêpanggih
Kêtemu
Kêpanggih
Bertemu
?
?
Ora Karuan
Kêtowon
Percuma / tidak dilayani dengan baik
Kêyok
?
Kalah
Kawon
Kalah
Kekalahan (Cirebon : Kasoran)
Kien
Puniki / Kih
ênya /kie / Kien / Kih
Puniki / Niki
Ini
Kijing
Sekaran
Kijing
Sekaran
Gilang Makam
Kira
Kinten
Kira
Kinten
Kira (Perkiraan)
Kinten-Kinten (Kira-Kira)
Kirim
?
Kirim
Kintun
Kirim
Klambi
Rasukan
Kêlambi
Rasukan
Pakaian
Kongkon
Kengken
Kongkon
Kengken
Suruh
Kuburan
Pasarean
Kuburan
Pasarean
Kuburan
Kudu
Kedah
Kudu / Mesti
Kedah
Harus
Kuku
?
Kuku
Kenaka
Kuku
Kulon
Kulen
Kulon
Kulen / Kulwan
Barat
Kumat
Kumat
Kimat
Kumat
Kumpul
Kêmpal
Kumpul
Kuna
Kina
Kuna
Kina / Kawi
Kuno
Kuning
Jener
Kuning
Jenar
Kuning
Kuping
Talinga
Kuping
Talingan
Telinga
Kurang
Kirang
Kurang
Kirang
Kurang
Kuwasa
?
Kuwasa
Kuwaos
Kuasa
?
?
Kuwatir
Kuwaos
Khawatir
Kuwayang
?
Kebayang
Kewayang
Terbayang
Kuwe
Kuh / Puniku
Kuwen
Kuh / Puniku
Itu
(Jauh dari si pembicara)
Lahiran
?
Bayian / Lairan / Mbrojol
?
Melahirkan
Lain
Dudu / Sanes
Dudu
Sanes
Bukan
Laka
Botên wêntên
Langka / Laka / Ora ana
Mbotên wêntên / Mboten Wontên
Tidak Ada
Laki
?
Laki
Jalih
Suami
Lama
Dangu
Lawas / Suwe
Lami / Dangu
Lama
Lamun
Bilih
Lamon / Yen
Bilih
Seandainya
Lamun
?
Lamona
Umpami
Umpama
Lanang
Jali / Jaler
Lanang
Jaler
Laki-laki
Larang
Hawis
Larang
Awis
Mahal
Lenga
Lenga
Lisa
Minyak
Lenga Latung
?
Lenga Lantung
Lisa Lantung
Minyak tanah
Lêwih
Langkung
Luwih
Langkung
Lebih
Lima
Gangsal
Lima
Gangsal
Lima
Lunga
?
Lunga / Melaku / Miyang
Kesah
Pergi
Lupa
Lêpat
Klalen / Ora Kelingan
Kesupen
Lupa
Luru
?
Luruh
Ngilari
Cari
Luru
Nggulati
Luru / Goleti
Nggelati
Cari
Mabok
Mêndhêm
êndhêm
Mêndhêm
Mabuk
Maca
?
Maca
Maos
Baca
Manfaat / Faedah
Guna
Manfaat / Faedah /Meguna
Gina
Manfaat
Mangan
Dahar
Mangan
Maem
Makan
Mangkat
?
Mangkat / Miyang
Tindak / Tumindak
Berangkat
Maning
?
Maning / Mênêh
Malih
Lagi
Manjing
?
Mlêbu / Manjing
Mlebet
Masuk
Mata
?
Mata
Soca
Mata
Mati
Pejah
Modhar / Mati
Pejoh
Mati
Mayid
Laywan
Jisim
Layon
Jenazah
Melu
?
Melu
Milet
Ikut
Mencleng
?
Nganclêng
Nganclêng
Lompat
Mêngana
Mrika
Mêngana / Mana / Mrana
Mêrika
Kesana
Mênê
?
Mrêne / Mênê
Mêriki
Kesini
Mêngkonon
?
Mêngkonon / Mêngkono
Mèngkontên/Mêkotên
Begitu
Mêtu
Medal
Mêtu / Mbudal
Mbêdhal
Keluar
Mlaku
?
Mlaku
Mlampah
Berjalan
Mlayu
?
Mêlayu
Mêlajeng
Lari
Mungkin
?
Sokat
Sokat
Mungkin
Nang / Ning
Teng
Ning
Teng / Ing
Di (Tempat)
Nang Arep
?
Ning Arep
Ing Lajeng
Di Depan
Nang Isor
Teng Andap
Ning Isor
Teng Andap / Ing Andap
Di Bawah
Nang kana
Teng Riku
Ning Kono
Teng Kono / Ing Kono
Di situ
Nang Mendhi
Teng Pundi
Ning êndi
Teng Pundi / Ing Pundi
di mana
Nini
?
Nini
Bude
Nenek
Ngaji
?
Ngaji
Ngaos
Mengaji
Nginum
Ngombe
Nginung / Ngombeh
Minum
Nguyu
?
Nguyu
Nyeni
Kencing
Olih
?
Olih
Angsal
Mendapat
Omong
Gunêm
Catur
Ngendika / Gunêm
Bicara
Pada
?
Pada
Sami
Sama
Pada bae
?
Pada bae
Sami mawon
Sama saja
Pancal
?
Tendang
Papat
?
Papat
Sêkawan
Empat
Parêk
?
Parêk / Cêdhak
Cakêt
Dekat
Pasar
Pêkên
Pasar
Pêken
Pasar
Pate
Padem
Paten
Padêm
Padam
Pati
?
Nemen / Pati
Patos
Terlalu
Beli Pati Doyan (Tidak Terlalu Suka)
Payung
?
Payung
Pajeng
Payung
Pêrabot
Pêranti
Abah
Pirantos
Perabotan
Pêrcaya
Pêrcantên
Pêrcaya
Pêrcayanipun
Percaya
Lawang
Kontên
Lawang
Kontên
Pintu
Lawang arep (Pintu Depan), Lawang Gada (Pintu Gerbang)keramas
Pada masa pemerintah Hindia Belanda, asisten Residen Cirebon J. N Smith pernah meneliti tentang ragam kosakata bahasa Cirebon yang ada di wilayah karesidenan Cirebon dan hasil penelitiannya diterbitkan pada tahun 1926, dalam penelitiannya ia juga memasukan contoh cerita rakyat yang ditulis menggunakan bahasa Cirebon (pada masa tersebut J. N. Smith menyebutnya sebagai Javansch dialect van Cheribon),[42] berikut kutipan kisah yang ia masukan dalam hasil penelitiannya ;
Ana wong doewè anak wadon sidji, aranè si Bawang Poeti. Bareng anoe bokè mati, bapaè rabi maning, doewè anak wadon aranè si Bawang Abang. Ning sawidji dina si Bawang Poeti dikongkon basoe tjangkir ning baé kewalon; tjangkir toli digawa dïbasoe ning pinggir kali; lagi di-basoei tjangkirè mroetjoet ketjemploeng ning djero kali. Bawang Poeti balik wewara ning baè kewalon; baè kewalon njèwot, si Bawang Poeti dioembangi entok bresi sarta dikongkon-gogoni. Bawang Poeti loenga ning pinggir kali ketemoe lagan iwak wader. Bawang Poeti takon ning iwak wader bari nembang:
Iwak wader, iwak wader nemoe beli tjangkir kita, do tjètjè, do tjètjè, ala boedak katitjian.
Artinya, Ada seseorang memiliki anak perempuan satu, (yang) satu namanya bawang putih. Kemudian ibunya meninggal, bapaknya kawin lagi, punya anak perempuan namanya bawang merah. Pada suatu hari bawang putih disuruh mencuci cangkir oleh ibu tirinya. Cangkir tersebut terus dibawa dicuci di pinggir sungai. Lagi dicuci gelasnya terlepas masuk ke dalam sungai. Bawang putih pulang dan memberitahu ibu tirinya, ibu tirinya marah. Si bawang putih dimarahj habis-habisan serta disuruh mencarinya. Bawang putih pergi kepinggir sungai bertemu dengan ikan wader. Bawang putih bertanya ke ikan wader sambil bernyanyi
Iwak wader... iwak wader tahu gelas aku tidak... duh cece... duh cece... Ala anak kacician.[42]
Nurdin M. Noer, ketua Lembaga Basa lan Sastra Cirebon berpendapat bahwa bahasa Cirebon memiliki setidaknya ada beberapa dialek, yakni dialek Dermayon (dikenal juga sebagai bahasa Indramayuan), Jawareh (Jawa Sawareh; bahasa Jawa Separuh), Plered, dan Gegesik (Cirebon barat laut).[15] Sedangkan menurut Dini Zahrotud Diniyah, bahasa Cirebon yang dituturkan di Cirebon memiliki beberapa dialek, diantaranya dialek Arjawinangun, Dermayon, Campuran (Jawa Sawareh), dan Kuningan.[46] Sebesar 59% masyarakat Cirebon menggunakan bahasa Cirebon dialek Arjawinangun, sebanyak 16% menggunakan dialek Campuran, sebanyak 6% menggunakan dialek Dermayon dan Kuningan. Dari 47 penutur bahasa Cirebon, 32 diantaranya adalah penutur dialek Arjawinangun. Selebihnya sebanyak 15 orang adalah penutur dialek Dermayon, Campuran, dan Kuningan.
Hendrik Blink dalam buku berjudul Nederlandsch Oost- en West-Indië, geographisch, ethnographisch en economisch beschreven yang diterbitkan pada tahun 1905, menjelaskan bahwa bahasa Cirebon yang ketika itu disebut sebagai Cheribonsch Javansch, menguasai wilayah penuturan yang sangat luas bahkan hingga jauh ke timur. Sedangkan Hendrik Blink juga mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon.[47]
Hendrik Blink mengkategorikan wilayah Indramayu sebagai wilayah percampuran bahasa di mana wilayah Indramayu diapit oleh wilayah bahasa Sunda dan bahasa Cirebon,[47] berkenaan dengan perbedaan kosakata diantara bahasa Cirebon standar dengan dialek Indramayu menurut Ajip Rosidi (seorang budayawan Cirebon) perbedaan tersebut tidak mencapai 30% sehingga dalam kajian kebahasaan sebenarnya ragam bahasa Cirebon yang ada di Indramayu belum bisa dikatakan sebagai sebuah dialek.[2]
Ayatrohaedi dalam penelitiannya, menjelaskan bahwa di Indramayu hanya terdapat sekitar sebelas desa yang berbahasa Sunda di mana empat desa diantaranya merupakan desa dengan status enclave bahasa Sunda karena dikelilingi oleh desa-desa yang berbahasa Cirebon.[28]
Dialek Jawareh (Jawa Sawareh)
Dialek Jawareh atau disebut juga sebagai Jawa Sawareh adalah dialek dari bahasa Cirebon yang berada disekitar perbatasan Kabupaten Cirebon dengan Brebes, atau sekitar Perbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kuningan. Dialek Jawareh ini merupakan gabungan dari bahasa Cirebon yang bercampur dengan bahasa Jawa dan bahasa Sunda.[48]
Dialek Arjawinagun
Dialek Arjawinangun merupakan dialek yang dituturkan oleh masyarakat Cirebon di daerah kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon. Dialek ini cenderung masih asli dan tidak terpengaruh bahasa lain meskipun tidak bisa dikategorikan sebagai bahasa Cirebon yang baku. Dialek ini juga merupakan dialek yang paling banyak digunakan oleh masyarakat di Kota Cirebon.[46]
Dialek Plered, Panguragan, dan Cirebon Lor
Dialek Plered dan Cirebon Lor merupakan dialek bahasa Cirebon yang digunakan di wilayah sebelah barat dan utara Kabupaten Cirebon, serta Krangkeng, Indramayu. Dialek ini dikenal dengan cirinya yaitu penggunaan huruf "o" yang kental, misalkan pada Bahasa Cirebon standar menggunakan kata "sira", dialek Kabupaten Cirebon bagian Barat dan Utara (Kapetakan,Suranenggala), dan Krangkeng, Indramayu ini menggunakan kata "siro" untuk mengartikan "kamu", kata "apa" menjadi "apo", ora menjadi "oro", "gawa" (membawa) menjadi "gawo", "sapa" menjadi "sapo", dan "jendela" menjadi "jendelo". Penutur dialek yang menempati kawasan barat dan utara Kabupaten Cirebon ini lebih mengekspresikan dirinya dengan sebutan "Wong Cirebon", berbeda dengan Penduduk Kota Cirebon yang menggunakan bahasa Cirebon standar (sira) yang menyebut diri mereka sebagai "Tiang Grage", walaupun antara "Wong Cirebon" dan "Tiang Grage" memiliki arti yang sama, yaitu "orang Cirebon".[48]
Parikan dialek Plered (Pantun Cirebon)
Berbalas pantun atau Parikan dalam bahasa Cirebon dialek Plered antara Widudung Hamdan, Sipo, dan Wahyu Pawaka.
Widudung Hamdan
Uwoh srikayo dipaih tawas
Sambel trasi enak dipangan
Kayo-kayo atine kulo keloas
Inget rabi langko ning iringan
Maso iyo, digawo-gawo menggawe?
Biji srikaya diberi tawas
Sambal terasi enak dimakan
Pantas saja hatiku bimbang
Teringat istri tidak ada di samping(ku)
Masa dibawa-bawa bekerja?
Sipo
Angon wedus ning jagat dermayu
Pengen adus mung sayang langko banyu
Menggembala kambing di wilayah Indramayu
Ingin mandi tetapi, sayang, tidak ada air
Widudung Hamdan
Ano sego dimot ning kardus
Tuku srabi oline combro [sic]
Ang Sipo bli usoh adus
Daripada rabi bli ngengumbo
Ada nasi diwadahi kardus
Beli serabi malah comro yang didapat
Kak Sipo tidak perlu mandi
Daripada (dapat) istri tidak resik pada diri[diragukan – diskusikan]
Wahyu Pawaka
Isuk-isuk tuku srabi
Tukue bari ngajar layangan
Isuk-isuk ngobrol rabi
Gawe kesirian wong bujangan
Pagi-pagi beli serabi
Belinya sembari menerbangkan layangan
Pagi-pagi membicarakan istri
Membuat iri para bujangan
Widudung Hamdan
Miyang neng Grage tuku penganan
Olih berkat iwak cemplunge ano sing ngicipi
Mulane gen gage kawinan
Engko mangkat menggawe ano sing ngambunge pipi
Adaauw
Berangkat ke Grage membeli makanan
Mendapat kenduri lauk, tahu-tahu sudah ada yang mencomot
Maka dari itu, segeralah menikah
Supaya nanti jika berangkat bekerja ada yang mencium pipi
Wahyu Pawaka
Uler gendon ngreketi pelem
Olih berkat olih apem
Nonton wayang langka tarube
Bocah wadon durung ana kang gelem
Bokat ana kang gelem …
Hayuh miyang ning pak lebe
Hehe
Ulat sagu[diragukan – diskusikan] menggerogoti mangga
Dapat kenduri, dapat apam
Menonton wayang tidak ada tendanya
Anak gadis belum ada yang tertarik
Jika ada yang tertarik …
Mari berangkat ke penghulu
Widudung Hamdan
Gawe adon-adon kanggo gawe apem
Tukuh sarung plekat larang regane
Duduh saking wadon bli gelem
Saking durung niat bae lanange
Glegek ndipit
Membuat adonan untuk membuat apam
Membeli sarung plekat mahal harganya
Bukan karena gadis yang tidak mau
Melainkan bujangnya belum ada niat saja
Dialek Gegesik
Dialek Gegesik merupakan dialek yang digunakan di wilayah Cirebon Barat wilayah Utara disekitar Kecamatan Gegesik, dialek Gegesik sering digunakan dalam bahasa pengantar Pewayangan oleh Dalang dari Cirebon dan kemungkinan dialek ini lebih halus ketimbang dialeknya "Wong cirebon" sendiri.[49]
Perbandingan antar dialek bahasa Cirebon
Cirebon Baku
Arjawinangun
Indramayu
Plered
Gegesik
Pekaleran*
Indonesia
ana
ana
ana
ano
ana
ana
ada
apa
apa
apa
apo
apa
apa
apa
bapa
bapa/mama
bapa
mama
bapa/mama
bapak
bapak
bli
bli
ora
bli
bli/oro
bli/ora
tidak
dulang
dulang
dulang
dulang
muluk
suap
makan
elok
lok
sokat
lok
sok
ilok
pernah
isun
isun/kita
reang
isun/kito
isun/kita
nyong/kita
saya
kula
kula
kula
kulo
kula/kami
kula
saya/kami
laka
laka/langka
laka
langko
laka
laka/langka
tidak ada
mamang
mamang
mamang
mang
mang
mamang/amang
paman
salah
salah
salah
salo
salah
salah
salah
sewang
sewong
sewong
sewong
sewong
sewang/ewang
seorang
sokiki
kiki/sokiki
kiki/sokiki
mengke
sokiki
isuk
besok
Dialek Pekaleran digunakan di Kabupaten Majalengka bagian utara, oleh karenanya disebut Pekaleran (sebelah utara), wilayah utama penggunanya ada di Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya, sementara wilayah sekitarnya seperti Kecamatan Leuwimunding, Palasah, Jatiwangi, Dawuan, Kasokandel, Sukahaji, dan Sindang merupakan wilayah percampuran antara bahasa Sunda dialek Majalengka dengan bahasa Cirebon dan Banyumasan yang dikenal dengan bahasa Jawareh (Jawa Sewareh).
Kongres Bahasa Cirebon pertama kali dicetuskan secara resmi oleh sekitar 70-an orang yang terdiri dari para budayawan, pakar dan pengajar bahasa, seniman dan kaum intelektual yang menghadiri seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon atas kerjasama Pikiran rakyat, Mitra Dialog dan Forum Dialog Budaya Cirebon (FDBC), Wali kota Cirebon yang pada saat itu dijabat oleh bapak Subardi segera menyatakan dukungan penuh terhadap rencana penyelenggaraan Kongres Bahasa Cirebon.
Dalam seminar sehari tersebut di antaranya dihadiri oleh ;
Dr. H. Dadang Dally, M.Si (Kadisdik Jawa Barat)
Drs. H. Zakaria Mahmud (Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati - UNSWAGATI)
Drs. Wasikin Marzuki atau Ki Jatira (Pemimpin Mitra Dialog)
Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI) Drs. Zakaria Mahmud merupakan orang pertama yang mula-mula mengemukakan usulan diadakannya Kongres Bahasa Cirebon.
"Perlu ada Kongres Bahasa Cirebon. Kongres Bahasa Cirebon merupakan momentum bagi tumbuhnya kesadaran bersama dalam pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon. Melalui Kongres Bahasa Cirebon, bahasa Cirebon juga bisa menjadi alternatif kebahasaan. Bahkan ke depan, bahasa Cirebon bisa ikut memengaruhi bahasa nasional,"
Wali kota Cirebon bapak Subardi yang mendukung ide ini kemudian menyatakan,
Kongres Bahasa Cirebon menjadi penanda bahwa masyarakat Cirebon dari berbagai latar belakang, sepakat dengan satu hal, yakni penegasan bahwa bahasa Cirebon sebagai salah satu identitas khas dari keberadaan budaya (kultur) Cirebon. Cirebon ini memiliki kekhasan budaya. Cirebon bukan Sunda, juga bukan Jawa, tetapi Cirebon dengan kekhasannya. Mengangkat khazanah bahasa, berarti mengangkat pula kultur Cirebon yang spesifik. Siapa lagi yang akan mengapresiasi khazanah lokal itu kalau bukan masyarakat Cirebon itu sendiri,"
Disela-sela dukungan yang ada, Drs. Made Casta M.Pd juga angkat bicara mengenai fenomena kebahasaan ini, di mana telah terjadi pembunuhan bahasa (linguacide) oleh bahasa Indonesia yang merupakan bahasa lingua-franca yang ditetapkan secara politis terhadap bahasa-bahasa daerah, termasuk bahasa Cirebon yang jika tidak dilestarikan akan segera menemui kepunahannya.
Karena kekeliruan politik bahasa itu (red: bahasa Indonesia) menjadikan bahasa lokal, termasuk Cirebon bisa mengalami kepunahan, tingkat apresiasi masyarakat akan terus mengalami degradasi, karena itu dibutuhkan kajian dari aspek sosial-budaya untuk pelestarian dan pengembangan.
Harus dicari benang merah pengembangan bahasa lokal dari aspek hubungan dialektikanya dengan masyarakat. Pendekatannya mencerminkan dialektika antara bahasa dengan kompentensi sosiokultural. Sekarang ini, kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon masih menekankan pada kompetensi linguistik. Sistem tata bahasa Jawa yang diseleraskan dengan pengistilahan dalam bahasa Indonesia begitu kuat didesakan kepada para siswa. Padahal itu terlepas dari konteks sosial-budayanya. Harusnya dibangun kurikulum dan pembelajaran bahasa Cirebon yang berpusat pada lingkup sosial budaya siswa atau student centred. Tanpa itu,
semua akan sia-sia,"
Pada acara "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" tersebut disepakati bahwa Kongres Bahasa Cirebon pertama akan diadakan pada tahun 2006.[50]
Kongres Bahasa Cirebon pertama
Kongres Bahasa Cirebon pertama (KBC I) dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari hasil kesepakatan seminar sehari "Dialog Interaktif Bahasa Cirebon" yang diselenggarakan di kota Cirebon.
Kongres Bahasa Cirebon pertama bertujuan untuk memperkuat posisi bahasa Cirebon dan mendukung upaya-upaya pelestariannya.
Kongres Bahasa Cirebon kedua
Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) diadakan selama tiga hari yang sejak tanggal 26 - 28 Juni 2013 di Hotel Prima kota Cirebon dengan tema Dedangdan basa, mengkuhaken budaya (memperbaiki bahasa, memperkokoh budaya)
Salah satu target yang ingin dicapai dengan kongres bahasa Cerbon saat ini yakni, segera mewujudkan wacana dibukanya program studi bahasa Cerbon di perguruan tinggi swasta maupun negeri, setidaknya yang ada di wilayah Cirebon. Berdasarkan survey, penutur bahasa Cerbon cukup banyak mencapai 4 juta.
(Supali Kasim - Ketua Panitia Kongres Bahasa Cirebon kedua sekaligus Budayawan Indramayu)
Sebelum diadakanya Kongres Bahasa Cirebon kedua, pada tanggal 3 - 4 Desember 2012 diadakan terlebih dahulu pra-Kongres Bahasa Cirebon yang berbentuk saresehan (acara silaturahmi), dalam teks sambutan, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyatakan bahwa ia sangat menghargai dan mengapresiasi masyarakat yang masih peduli untuk memelihara, melestarikan dan mengembangkan bahasa Cirebon dalam kehidupannya pada era globalisasi ini.[52]
Sementara, Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasih yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dalam makalah bahasa Cirebon miliknya yang berjudul Melu Ngurip-urip lan Ngembangaken Basa Cerbon menyatakan, kebijaksanaan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal mengembangkan dan memelihara bahasa Cirebon itu merupakan landasan untuk menyusun program dan kegiatan yang intinya perencanaan strategis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan tugas pokok, fungsi, rincian tugas Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian sebagai UPTD Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
Tim perumus pra-Kongres Bahasa Cirebon di antaranya merekomendasikan untuk melaksanakan Kongres Bahasa Cirebon kedua (KBC II) pada tahun 2013 agar lebih bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon.[53]
"Dari hasil kegiatan ini diharapkan akan lebih tergali lagi potensi bahasa Cirebon dan akan bermanfaat bagi perkembangan bahasa Cirebon itu sendiri,"
(Wiyana Sundari - Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
Peserta kongres Bahasa Cirebon kedua
Peserta Kongres Bahasa Cirebon kedua diikuti sekitar 150 orang yang berasal dari unsur seperti guru, dosen, ustad, seniman, budayawan, jurnalis, legislatif, eksekutif dan penggiat bahasa Cirebon.
Prof. Dr. H. Wahyudin Zarkasyi, CPA (Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat)
Rekomendasi Kongres Bahasa Cirebon kedua
Kongres Bahasa Cirebon kedua yang diselenggarakan pada tanggal 26 - 28 Juni 2013 menghasilkan keputusan dua belas butir rekomendasi yang dirumuskan oleh tim perumus yang beranggotakan Made Casta (ketua), Raffan Hasyim (sekretaris), Adin Imadudin (anggota), Nurdin M. Noer (anggota)dan Supali Kasim (anggota sekaligus budayawan indramayu)terkait upaya-upaya pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon, butir-butir rekomendasi tersebut ditulis dengan bahasa Cirebon, berikut rekomendasinya[54].[55]
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nglakukaken pamengkuhan status basa Cerbon ngliwati penetepan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Wali kota lan Keputusan Bupati/Wali kota perkawis pelanggengan basa, sastra lan carakan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melakukan penguatan terhadap status bahasa Cirebon melalui penetapan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati/Wali kota dan Keputusan Bupati/Wali kota berkenaan upaya pelestarian bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu madahi plaksanan penelitiyan-penelityan perkawis basa, sastra lan carakan Cerbon kanggé mantepaken keajegan basa Cerbon kanggé ngangsalaken legitimasi ilmiyah minangka wujud prancanan sumber data pelanggengan lan ngembangaken basa Cerbon.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu mewadahi pelaksanaan penelitian-penelitian berkenaan bahasa, sastra dan aksara carakan Cirebon untuk menguatkan posisi bahasa Cirebon guna mendapatkan legitimasi ilmiah sebagai wujud perencanaan sumber data pelestarian sekaligus menyembangkan bahasa Cirebon)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken basa Cerbon, minangka basa padinan/bagongan lan bebasan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan bahasa Cirebon sebagai bahasa sehari-hari/bagongan dan bebasan)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kalaksanané piwulangan basa Cerbon, teng kubengan kaluwarga, masyarakat lan sekolah awit undagan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA kelayan nganggé kecaketan budaya, boten nganggé kecaketan wewengkon pulitik (geopolitik) ingkang bakal nrubusaken rasa ingkang boten adil.
(pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjamin pelaksanaan pengajaran bahasa Cirebon di lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah mulai dari tingkatan SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA secara bersinergi guna menumbuhkan kedekatan budata, tidak untuk menumbuhkan kedekatan wilayah politik (geopolitik) yang akan memunculkan rasa tidak adil)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu swagata (menjamin) kasediyaané buku teks lan buku penunjang piwulangan basa Cerbon ingkang selaras sareng kebutuhan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu secara bersama-sama menjadim tersedianya buku bacaan dan buku penunjang pengajaran bahasa Cirebon yang selaras dengan kebutuhan)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu netepaken lan megaraken sarta nrubusaken bebasaan Cerbon, pamberdayan waktos-waktos bebasaan basa Cerbon lan nyukani pengajénan dumateng pelanggeng, pegiyat minangka piyambek utawi lembaga lan seniman ingkang nggadahi prestasi.
(Pemenrintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu menetapkan dan menghidupkan kembali serta memunculkan bahasa cirebon tingkat bebasan, mengadakan waktu-waktu wajib berbahasa Cirebon dan memberikan apresiasi terhadap para pelestari, penggiat perorangan atau lembaga dan seniman yang memiliki prestasi)
Pemréntah Propinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon lan Indramayu nyambungaken pamengkuhan Lembaga Basa lan Sastra Cerbon (LBSC) saking aspek organisasi kelembagaan lan program-program dedamelan.
(Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten/Kota Cirebon dan Indramayu melanjutkan penguatan Lembaga Basa lan Sastra Cirebon (LBSC) dari aspek-aspek organisasi kelembagaan hingga program-program kerja)
Unggal pengguron inggil (perguruan tinggi) lan lembaga penelitiyan/kajiyan ngembangaken peran Tri Dharmanipun kanggé mundhakaken aji basa Cerbon sacara kaélmuwan ngliwati pinten-pinten dedamelan ingkang selaras.
(Setiap perguruan tinggi dan lembaga penelitian/kajian mengembangkan peran Tri Darma-nya untuk memuliakan nilai luhur bahasa Cirebon secara keilmuan melalui berbagai program kerja yang selaras)
Media massa ambika rubrik lan madetaken rubrikasi, program utawi dedamelan pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon.
(Media massa menyediakan rubik dan memperkaya rubrikasi, program atau usaha pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon)
Masyarakat penganggé basa Cerbon kedah mundhakaken rasa anderbéni lan tanggungjawab dumateng pelanggengan lan pangembangan basa Cerbon, teng kubengan kluwarga lan tundunan sosial budaya masyarakat.
(Masyarakat pengguna bahasa Cirebon harus meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap pelestarian dan pengembangan bahasa Cirebon di lingkungan keluarga dan dilingkungan pergaulan sosial budaya masyarakat)
Pesantrén-pesantrén kedah ngunggulaken penganggéyan basa Cerbon teng selebeté komunikasi lan basa ater-ater piwulangan.
(Pesantren-pesantren harus menguatamakan penggunaan bahasa Cirebon di dalam berkomunikasi dan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran)
Keraton-keraton Cirebon ngutamakaken pengayoman, bedaran lan pangembangan naskah-naskah, kempalan-kempalan sosial minangka wujud pelanggengan pangembangan basa Cerbon.
(keraton-keraton Cirebon harus mengutamakan upaya perlindungan, penelitian dan pengembangan naskah-naskah, tempat berkumpul masyarakat sebagai wujud pelestarian pengembangan bahasa Cirebon)
Pengembangan dan pelestarian
Pengembangan dan pelestarian bahasa Cirebon menurut Imam Miftahul Jannah (aktifis bahasa Cirebon) dikatakan masih minim, sebagai contohnya adalah hanya diberikannya waktu satu jam bagi muatan lokal bahasa Cirebon sementara pelajaran bahasa Inggris diberikan waktu lebih banyak ketimbang bahasa Cirebon yang merupakan bahasa ibu.[56]
Penerjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Cirebon
Pada tahun 2020 dengan diketuai oleh Dr. H. Ahmad Yani, M.Ag dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati proses penerjemahan al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon berlangsung, sepanjang 2020 telah berhasil diterjemahkan sebanyak 10 juz al Qur'an, diantara para ahli yang tergabung dalam tim penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon terdapat nama K.H. Ahsin Sakho Muhammad dari pesantren Dar Al Tauhid (Arjawinangun) yang merupakan lulusan Doktoral dari Madinah, selain ia, tim juga diperkuat oleh Mukhtar Zaedin yang merupakan seorang budayawan Cirebon.[57]
Validasi Al Qur'an dalam bahasa Cirebon
Kegiatan penerjemahan Al Qur'an ke dalam bahasa Cirebon telah memasuki tahap validasi yang diselenggarakan pada tanggal 28-30 Juni 2022 di Kuningan.[58]
Penetapan hari penggunaan bahasa Cirebon
Pelestarian bahasa Cirebon dalam lingkungan Pemerintah Daerah kota Cirebon ditandakan dengan ditetapkannya hari Selasa sebagai hari pengunaan bahasa Cirebon. Pada hari Selasa, menurut Agus Sukmanjaya selaku kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kota Cirebon, bahasa Cirebon dipergunakan sebagai bahasa pengantar dalam apel Pemerintah Daerah dan dialog antar pekerjanya termasuk dialog dalam grup Whatsapp.[59]
Pelestarian Era Digital dan Media Sosial
Bahasa Cirebon pada setiap masanya memiliki model pelestarian yang beragam, termasuk pada era digital dan media sosial. Salah satu yang cukup menonjol adalah apa yang dilakukan oleh situs kamuscirebon.com. Selain fungsi utamanya sebagai kamus (investasi kosakata) di dalamnya juga menambahkan blog sebagai penjang informasi terkait dengan bahasa cirebon. Menariknya kamus cirebon online ini menancapkan satu tujuan utama adalah untuk membantu siapapun yang ingin bersentuhan langsung dengan Bahasa Cirebon, baik untuk kebutuhan akademis ataupun hanya sebagai tambahan kosa-kata dalam komunikasi sehari-hari.[60]
Selain bentuk kamus digital, pelestarian bahasa Cirebon juga dilakukan secara digital dengan pembuatan aplikasi permainan berwawasan tebakan kosakata-kosakata dalam bahasa Cirebon, aplikasi tersebut dinamakan Badekan basa Cerbon dan dibuat oleh Muhammad Anis Al Hilmi dan tim[61][62]
^ abcTim Penyusun Disparbud Prov. Jawa Barat. 2011. "Peta Budaya Provinsi Jawa Barat". Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat
^ abRosidi, Ajip. 2011. Badak Sunda dan Harimau Sunda: Kegagalan Pelajaran Bahasa. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya
^Huri, Daman. 2017. Geografi Variasi Bahasa di Bagian Utara Karawang, Jawa Barat. Karawang : Universitas Singaperbangsa
^ abNuraeni, Fitri. 2012. Pemetaan Bahasa di Kabupaten Sumedang : Sebuah Kajian Dialektometri. Depok : Universitas Indonesia
^Isfandani, Linda Novita. 2017. BAHASA JAWA MASYARAKAT DAERAH PERBATASAN JAWA TENGAH JAWA BARAT DI KECAMATAN LOSARI KABUPATEN BREBES : KAJIAN SOSIOLINGUISTIK. Semarang : Universitas Negeri Semarang
^ abcdeTim Biro Pusat Statistik. 2011. Hasil Sensus 2010 - Kewarganegaraan, Suku, Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik
^ abSalana. 2002. Wyakarana - Tata Bahasa Cirebon. Bandung : Humaniora Utama Press
^ abSumarlina, Elis Suryani Nani. 2009. Mengungkap kearifan lokal budaya Sunda yang tercermin dalam naskah dan prasasti. Bandung :
^Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Cirebonese". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.Pemeliharaan CS1: Tampilkan editors (link)
^Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2003. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003. Bandung: Pemerintah Provinsi Jawa Barat
^ abcSudjana, TD. 2005. "Kamus Bahasa Cirebon". Bandung: Humaniora Utama Press
^Heriyadi, Wahyu. 2015. Bahasa dan Hukum. Bandung: Kentjana Indie Pustaka
^Nurfaidah, Dedeh. 2008. "Basa Sunda Dialék Majalengka di Kacamatan Sukahaji". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
^ abcdeKautsar, Nurul Diva. 2020. 7 Fakta Bahasa Cirebon, Diadopsi dari Sanskerta dan Punya Dialek Beragam. Jakarta : Merdeka.com
^Wulandari, Sri(Penyanyi Cirebonan). 2011. "Prefix A–Change from Middle to Modern Cirebonese (A case study of Serat Catur Kandha as a midlle Cirebonese texts and Nguntal Negara as a modern Cirebonese text)". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
^Bunnell, Tim. D. Parthasarathy, Eric C. Thompson. 2012. Cleavage, Connection and Conflict in Rural, Urban and Contemporary Asia. Berlin: Springer Science & Business Media
^Gunawan, L.A.S. 2020. Filsafat Nusantara: Sebuah Pemikiran tentang Indonesia. Sleman : Kanisius
^ abBahri, Idik Saeful. 2020. Gegap Gempita Perjalanan Sejarah dan Upaya Status Kepahlawanan Eyang Hasan Maolani Lengkong. Bandung : Rasibook (CV. Rasi Terbit)
^ abKusdiana, Ading. 2014. Sejarah Pesantren : Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah Priangan (1800-1945). Bandung : Humaniora
^Rosidi, Ajip. 1991. Rikmadenda Mencari Tuhan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
^ abZuhdi, Susanto. 2017. Antara Sewaka dan Soeria Kartalegawa: Dinamika Politik Pemerintahan Di Jawa Barat Pada Masa Revolusi Indonesia. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
^Suryana, Dayat. 2012. Provinsi Provinsi di Indonesia. Scotts Valley : CyberSpace Independent Publishing
^ abAyatrohaedi. 2011. 65 = 67 Catatan Acak-acakan dan Catatan Apa Adanya. Bandung : Dunia Pustaka Jaya
^ abKawi, Djantera. 2002. Peneltian,kekerabatan dan pemetaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia: provinsi Kalimantan Timur. Jakarta:Departemen Penddikan Nasional
^Ayatrohaedi. 1985. Bahasa Sunda di daerah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka
^Tim Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1976. Bahasa dan sastra, Volume 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
^Tjandrasasmita, Uka. 2009. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta: Gramedia
^ abcRochkyatmo, Amir. 1996. Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan
^ abMangintrk, Timothy Seta. 2016. Parahiyangan Guardian: Pengembangan Aplikasi Game Untuk Pembelajaran Interaktif Menggunakan Aksara Bahasa Sunda Berbasis Desktop. Bandung: Universitas Widyatama
^Mujidiningrat, Raden Dulur Anom Rahadyan Ikhsanurud Daudi Akbar Guratpanuratrahsa Ahmad Elwangsih. 2018. Aksara Rikasara: Sebuah Peradaban yang Hilang. Cirebon: Desa Adat Gamel-Sarabahu
^Moriyama, Mikihiro.2005. Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia
^ abHolle, Karel Frederik. 1868. Geschiedenis der Preanger Regentschappen (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen). Gravenhage : Martinus Nijhoff
^Rosidi, Ajip. 2010. "Bahasa Cirebon dan Bahasa Indramayu". Bandung: Pikiran Rakyat
^Arifin. 2021. Cirebon Bakal Punya Terjemah Alquran Bahasa Daerah. Cirebon : Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Nurjati
^Ashri, Abdullah Fikri. 2022. Menjaga Bahasa Cirebon dengan Al Quran. Jakarta : Kompas Media Nusantara
^Administrator bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik (PIKP). 2022. Disbudpar Usulkan “Selasa Nyerbon”, Pakai Baju Adat dan Bahasa Cirebon. kota Cirebon : Pemerintaj Daerah Kota Cirebon
^"Tentang Kamus Cirebon". KAMUS CIREBON | KAMUS BAHASA CIREBON ONLINE. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal 2017-11-19.
^Berdasarkan penjelasan dalam Wyakarana Tata Bahasa Cirebon dinyatakan bahwa bahasa Cirebon berasal dari bahasa Sansekerta dengan tidak mengabaikan kata-kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, Cina, Portugis, Jawa dan Belanda