Bahasa Arab di negara Israel dipertuturkan secara bawaan dari lahir dan oleh khalayak ramai penduduk Israel dalam jumlah yang merata pada segelintir bagian daerah Israel, yakni berjumlah 20 seperseratus (20%) dari keseluruhan penduduk Israel - sangat lazim dan dipergunakan sebagai perantara bertalimarga yang utama bagi tiap-tiap warga negara Israel yang berdarah Arab serta di tengah kalangan ramai penduduk Yahudi yang bertutur dalam bahasa Arab.
Bahasa Arab termasuk salah satu dari masing-masing kedua bahasa resmi yang diakui oleh negara Israel, berbareng dengan diakuinya juga bahasa Ibrani selaku bahasa resmi yang sekedudukan dengan bahasa Arab,[1] kedua bahasa tersebut pun mulai diberlakukan pemakaiannya sesuai dengan perjanjian perundang-undangan yang resmi secara sah dan tanpa sekatan-sekatan dalam bentuk apapun.
Bertahun-tahun selama didirikannya negara Israel, pihak berwenang Israel benar-benar cenderung kurang berpandangan sejalan terkait dengan diresmikannya penggunaan lisan dan tulisan bahasa Arab, kecuali bagian perundang-undangan Israel telah bulat menyampaikan aturan sejelas-jelasnya dan serinci-rincinya dalam mengharuskan penggunaan bahasa Arab. Contohnya, persoalan merebaknya bahan kimia yang barangkali dapat mengancam nyawa, atau ketika diperlukan untuk ditujukan kepada penduduk-penduduk berbahasa Arab. Hal itu sudah mulai berlainan dari semula setelah ditilik dari aturan pengadilan tertinggi Israel yang tercantum sejak bulan November 2000 yang menetapkan putusan bahwa penggunaan bahasa Arab sudah semestinya semakin menjangkau secara merata di seluruh penjuru daerah Israel meskipun bahasa Ibrani menjadi bahasa resmi yang berkedudukan paling utama.[3] Lantaran hal demikian, maka semua tanda penunjuk jalan, nama dagang makanan serta penyampaian dan pemberitahuan isi berita yang diatur pemerintah Israel sudah selayaknya turut dialihbahasakan menjadi bahasa Arab yang berpokok pada patokan dasar lisan dan tulisan yang tepat benar, kecuali apabila pihak berwenang setempat yang ada di antara segolongan kumpulannya berbahasa Ibrani secara khusus dalam lingkup tertentu memiliki hak penuh untuk menggunakan bahasa asli mereka terkait hal-hal mengenai penggunaan bahasa Arab tersebut.
Sampai saat ini, bahasa Arab dianggap sesuai kesepakatan bersama-sama sebagai bahasa yang diakui oleh pihak resmi untuk digunakan oleh dewan perwakilan rakyat Israel bernama Knesset. Hanya saja, jumlah penutur bahasa Arab pada kalangan badan pembuatan undang-undang di Israel ini terbilang jarang tampak untuk memanfaatkan kedudukan sumurung ini. Keadaan seperti ini dapat terjadi karena anggota dewan perwakilan rakyat Israel yang mengerti bahasa Arab berjumlah lebih sedikit, sedangkan sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat Israel yang mahir berbahasa Arab pun lancar berbahasa Ibrani.
Mata pelajaran bahasa Arab mulai digencar secara meluas pada setiap sekolah yang berbahasa Ibrani, mulai dari kelas pertama hingga kelas ketiga pada tingkat pendidikan menengah. Sejumlah orang di antara mereka yang mengimpikan bisa mendalami bahasa Arab secara terus-menerus lebih memilih melanjutkan kemampuan mereka dalam berbahasa Arab hingga kelas ketiga untuk tingkat pendidikan tinggi serta harus menjalani ujian pendaftaran perguruan tinggi berbahasa Arab. Meski mereka sekalipun tidak mampu melampaui patokan kelulusan dari ujian tersebut, setidak-tidaknya mereka tetap sanggup menemukan tempat menimba pengetahuan melalui bidang ketentaraan, mereka yang kebanyakan memilih bidang tersebut cenderung ingin ikut serta dengan bekerja sebagai bagian suatu jawatan kerahasiaan.
Pada bulan Maret 2007, pihak Knesset memperkenankan panggilan hukum agar segera didirikannya sebuah yayasan lembaga pendidikan bahasa Arab, hal serupa yang sebelumnya pernah diberlakukan untuk pengembangan bahasa Ibrani dengan cara mendirikan sebuah yayasan lembaga pendidikan juga. Perampungan bangunan yayasan lembaga pendidikan bahasa Arab ini terhitung semenjak tahun 2008 dengan berpusat di kota Haifa dan saat ini tengah dikepalai seorang guru besar bernama Mahmud Ghonayim.[4][5]
Pada tahun 2008, sejumlah anggota Knesset berkelompok-kelompok untuk mengajukan usulan perundang-undangan agar kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa yang berlandaskan undang-undang dan peraturan yang berlaku di negara Israel tidak pantas berkedudukan sebanding dengan bahasa Ibrani dalam waktu kapan saja dan dalam keadaan bagaimanapun juga.[6][7] Bahkan, pernah diajukan usulan perundang-undang yang semisal dengan usulan tersebut pada tahun 2011 dan tahun 2014.[8]
Pada tahun 2009, diberitahukan oleh Yisrael Katz—menjabat sebagai Menteri Pengangkutan Israel—kepada kalangan ramai bahwa perlu sekali melakukan perbaikan kecil-kecilan pada setiap jalan utama di Israel, Yerusalem Timur, bahkan boleh jadi dilakukan pada setiap titik daerah lingkungan di kawasan Tepi Barat untuk menggantikan nama-nama tempat yang berbahasa Arab dan Inggris menjadi bentuk alih aksara yang benar-benar diselaraskan dengan nama-nama berbahasa Ibrani. Saat ini, masih banyak jalan besar yang disertakan dengan menggunakan tiga bahasa, dicontohkan dengan nama kota Nazaret yang dialihaksarakan ke dalam aksara Romawi hingga menjadi "Natzrat", dicocokkan dengan lidah penutur bahasa Ibrani.[9] Penampuk jabatan Menteri Pengangkutan Israel itu mengatakan bahwa setiap papan penunjuk jalan itu berangsur akan diganti lantaran sudah usang dipakai. Pernyataan tersebut telah dikecam dengan alasan bahwa itu semacam cara yang direncanakan pemerintah Israel supaya seupaya-upayanya menghilangkan kedudukan bahasa Arab dan warisan kepunyaan penduduk negara Palestina yang masih bersisa di Israel.[9][10]