Asta Tinggi Sumenep
Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang teletak di kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut juga sebagai Asta Rajâ yang bermakna makam para Pangradjâ (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun 1750M. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II Asta Tinggi memiliki 7 kawasan1. Kawasan Asta Induk, terdiri dari:
2. Kawasan Makam Ki Sawunggaling Konon diceritakan bahwa K. Saonggaling adalah pembela Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro (Bendoro Moh. Saod) pada saat terjadinya upaya kudeta/perebutan kekuasaan oleh Patih Purwonegoro), 3. Kawasan Makam Patih Mangun, 4. Kawasan Makam Kanjeng Kai/Raden Adipati Suroadimenggolo Bupati Semarang (mertua Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I), 5. Kawasan makam Raden Adipati Pringgoloyo / Moh. Saleh, di mana dia tersebut pada masa hidupnya menjabat sebagai Patih pada Pemerintahan Panembahan Somala dan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I, di kompleks ini juga dimakamkan R. Musaid Werdisastro sang budayawan penulis Babad Soengennep. 6. Kawasan Makam Raden Tjakra Sudibyo, Patih Pensiun Sumenep, 7. Kawasan Makam Raden Wongsokoesomo. Arsitektur MakamArsitektur Makam dalam kompleks ini sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa kebudayaan yang berkembang pada masa Hindu. Hal tersebut dapat dilihat dari penataan kompleks makam dan beberapa batu nisan yang cenderung berkembang pada masa awal islam berkembang di tanah Jawa dan Madura. Selain itu pengaruh-pengaruh dari kebudayaan Tiongkok terdapat pada beberapa ukiran yang berada pada kubah makam Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro, makam Kanjeng Tumenggung Ario Cokronegoro III dan makam Pangeran Pulang Djiwo. Selain itu pengaruh Arsitektur Eropa mendominasi bangunan kubah makam Sultan Abdurrhaman Pakunataningrat I dan Makam Patih Mangun yang ada di luar Asta induk. Dalam kawasan kubah makam Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I, Seluruh bangunnannya dipengaruhi gaya arsitektur klasik, kolom-kolom ionic masih dipakai dibeberapa tempat termasuk juga pada Kubah Makamnya. Mitos makam Pangeran Dipenogoro di Kompleks Asta TinggiKeberadaan Makam Pahlawan Nasional "Pangeran Dipenogoro" di Kawasan Kompleks makam Asta Tinggi dijelaskan dalam Babad Sumenep yang ditulis oleh R. Werdhisasta sebagai berikut: Kaotja’a radji patmèna Soltan èngghâpanèka pottrèna Kyaè Adipati Soeroadimenggolo, Boepatè Samarang ; mèlaèpon nalèka perrang Dhipanaghârâ, serrèng Kandjeng Soltan aperrang sareng bhâlâ-bhâlâna dhibi’ dâri Samarang, sè padâ noro’ dâ’ Pangèran Dhipanaghârâ. Abiddhâ Kandjeng Soltan Songennep sè aperrang è Djhoekdjakarta 19 boelân, pas ghoebhâr ka Songennep. Dhinèng bhâlâ pandjhoeriddhâ èdhingghâl è Djhoekdjâ kantos saoboessa perrang. Sè dhâddhi kapalana pandjhoerit Songennep èngghâpanèka tra-pottrana kandjeng Soltan, bânnja’na kaempa:
Abiddhâ perrang è Djhoekdjakarta 5 taon, oboessa ètaon 1830. Pangèran Dhipanaghârâ èallè dâ’ Songennep ................ Selain petikan babad tersebut, dijlaskan juga bahwa Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I pernah memberi wasiat kepada seluruh keturunan abdi dalem keraton dan para sentana keraton Songennep, dengan memberikan nama kepada para penjaga Asta Tinggi seperti Kaji Sèngnga, Kaji Buddhi, Kaji Nangger, Kaji Makam, Kaji Jhâjâbângsa, Kaji Jhâjâaddur, Kaji Sekkar, dan Kaji Langghâr. Bilama nama-nama tersebut dirangkai dirangkai maka akan terjadi suatu kalimat yg berbunyi sebagai berikut: “Sènga’ sopajâ èkatao-è, jhâ’ è buḍina Asta tèngghi arèya baḍa bungkana nanggher, è seddhi’na nanggher bâḍâ kobhurânna orèng sè abillai kajhâjâ-ân bhângsa tor abhillai agâma. Ngarep sopajâ èsekkarè (diziarahi), mon ta’ sempat, kèbâ kèyaè soro duwâ’âghi”. yang artinya: Awas, supaya diketahui, bahwasanya di belakang Asta Tinggi ini ada sebatang pohon angger dan disebelahnya ada kuburan seseorang yang membela kejayaan bangsa dan agama. Mohon supaya diziarahi, dan bilamana tidak sempat, bawalah seorang kiyai untuk didoakan. Upaya pengeboman kawasan Asta Tinggi oleh tentara penjajahdisebutkan dalam buku Perjalanan dari Soengenep ka Batawi, karya Raden Sastro Soebrata terbitan Balai Pustaka tahun 1920. Konon memuat cerita, bahwa kawasan makam asta tinggi pernah dilakukan pengeboman jarak jauh (dari atas kapal laut di Kalianget) oleh tentara Inggris karena mengira bahwa bangunan tersebut adalah istana kerajaan. Namun, pengeboman tersebut tidak sampai menghancurkan asta tinggi karena jatuh di luar kawasan. Pranala luar
Referensi
|