Menurut tuturan lisan, wilayah yang sekarang menjadi kecamatan Air Padang telah dihuni oleh sekelompok manusia sejak waktu yang lama. Mereka dikenal sebagai Rejang Sawah.[a] Orang Rejang Sawah bermukim di daerah padang rumput di tengah hutan. Tidak jauh dari wilayah yang didiami oleh Rejang Sawah, tepatnya di Talang Rasau (Talang Usêu) yang masuk dalam wilayah marga Lais (sekarang kecamatan Lais) telah berdiri pula permukiman yang dirintis oleh anak cucu petulai Jurukalang yang datang dari Lebong.[6] Mereka datang di bawah pimpinan Rio Apai, salah satu dari tujuh putra/putri Biku Bembo yang berkedudukan di Topos.[7]
Disebutkan bahwa pada suatu masa, terjadi kontak atau interaksi antara Rio Apai yang mengetuai petulai Jurukalang di wilayah pesisir dengan penduduk Rejang Sawah. Interaksi tersebut tanpa diketahui apa penyebabnya berubah menjadi perselisihan, yang berujung pada perang terbuka. Rio Apai mengumpulkan para hulubalang dan mengangkat perang terhadap orang Rejang Sawah.[6] Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Jurukalang. Para pendatang dari dataran tinggi tersebut membantai habis orang Rejang Sawah dan menguburkan mereka di suatu padang atau lapangan terbuka.[6]
Orang-orang petulai Jurukalang tidak mengambil tanah milik Rejang Sawah. Mereka membiarkannya dan kembali ke permukiman mereka di Talang Rasau. Hingga suatu hari datang serombongan orang dari tempat yang sama dengan mereka, Lebong. Orang-orang yang datang tersebut berasal dari daerah Muara Aman dan diduga berasal dari petulai Tubei (marga Suku IX). Orang-orang Muara Aman itu meminta izin kepada Rio Apai untuk mendirikan permukiman, sekaligus menanyakan di mana kiranya lokasi yang diperkenankan untuk mendirikan dusun.[6] Oleh Rio Apai mereka diberikan izin untuk membangun dusun di dekat padang kuburan orang Rejang Sawah. Dusun berpetulai Tubei tersebut nantinya dikenal sebagai Padang Kala, yang berasal dari bahasa Rejang, padang alêak, artinya padang (tempat orang Rejang Sawah) kalah.[6]
Penduduk dusun Padang Kala bertambah banyak dan mereka pun mendirikan talang-talang baru di sekitar wilayah itu. Padang Kala serta talang-talang baru tersebutlah yang nantinya akan menjadi marga Air Padang dan setelah itu kecamatan Air Padang. Ketiadaan penguasa di wilayah itu disiasati oleh tetua di Padang Kala dengan mengirimkan utusan ke Muara Aman. Pihak Muara Aman mengutus Muning Kimas serta dua adiknya, Muning Sutan Galing dan Muning Pagun untuk menjadi pemimpin di Air Padang. Muning Kimas menjadi panglima perang, sementara Muning Sutan Galing dan Muning Pagun masing-masing menjadi pesirah dan depati wilayah tersebut.[6]
Kecamatan ini pada Oktober 2020 ditetapkan sebagai lokasi pemakaman korban covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.[8]
Kondisi wilayah
Geografi dan iklim
Air Padang adalah kecamatan terkurung daratan.[9] Wilayah terselatan kecamatan ini berada sangat dekat dengan pesisir Samudra Hindia. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dengan perbukitan yang tidak terlalu tinggi. Ketinggian rata-rata kecamatan ini adalah 200–500 m.dpl.[10] Air Padang beriklim tropis dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-2.000 mm dan setiap bulan pun hampir merata. Tidak ada bulan yang terlalu basah maupun bulan yang terlalu kering.[10] BMKG Bengkulu memprediksi bahwa sebagian daerah pesisir Provinsi Bengkulu, termasuk Air Padang akan terkena dampak la nina pada pengujung tahun 2021 dan berstatus waspada banjir.[11][12]
Batas-batas
Kecamatan ini memiliki batas-batas administratif sebagai berikut.[10]
Ibu kota kecamatan berada di Jalan Muning Kimas, Desa Kembang Manis, yang berjarak 26 km dari ibu kota kabupaten di Arga Makmur.[10] Jabatan camat saat ini dipegang oleh Heri Sulfana.[13] Secara administratif, Kecamatan ini terdiri dari sepuluh desa definitif.[14] Kesepuluh desa di Air Padang serta luas wilayah dan jarak masing-masing ke ibu kota kecamatan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Pada tahun 2020 Air Padang tercatat memiliki populasi sebesar 6.385 jiwa, atau turun 1,72% dari jumlah populasi tahun 2019 yang mencapai 6.497 jiwa.[17] Populasi penduduk laki-laki mencapai 3.227 jiwa, sedangkan penduduk perempuan 3.158 jiwa. Angka seks rasio kecamatan adalah 102,00.[18] Kecamatan ini memiliki kepadatan penduduk yang tergolong rendah, 39,23 jiwa per km².[17]
Kesehatan
Tidak ada rumah sakit atau poliklinik di wilayah kecamatan Air Padang. Fasilitas kesehatan utama adalah Puskemas Air Padang yang berada di Kembang Manis. Puskemas Air Padang serta pihak pemerintah kecamatan mendapat apreasiasi dari Bupati Bengkulu Utara pada Selasa, 5 Oktober 2020 karena berhasil memecahkan rekor vaksinasi covid-19 terbanyak dalam sehari. Dari target 1.000 orang, Air Padang berhasil memvaksin 845 orang, tertinggi se-Bengkulu Utara.[19]
Puskemas Air Padang dibantu oleh dua puskesmas pembantu (pustu), masing-masing di Lubuk Mumpo dan Teluk Ajang. Pustu Teluk Ajang baru diresmikan pada tahun 2020.[20] Selain itu ada tujuh polindes dan 20 posyandu per tahun 2020.[21] Polindes di Lubuk Mumpo ditutup pada tahun 2020.[21] Tenaga kesehatan di Air Padang terdiri dari seorang dokter umum, 16 bidan, dan 13 tenaga kesehatan lainnya, yang meliputi apoteker atau asistennya, ahli gizi, dan perawat tanpa merinci jumlah masing-masing.[22]
Pendidikan
Fasilitas pendidikan di kecamatan ini tidak begitu banyak. Ada delapan buah sekolah dasar (SD), dua buah sekolah menengah pertama (SMP), dan sebuah sekolah menengah atas (SMA).[23] Tidak ada sekolah menengah kejuruan, sekolah-sekolah di bawah Kementerian Agama, serta perguruan tinggi di kecamatan ini. Kedelapan buah SD tersebar merata di seluruh desa, kecuali Mesigit dan Talang Ulu yang tidak memiliki SD. Ada pun SMP masing-masing terletak di Retes dan Teluk Ajang. Sementara itu satu-satunya SMA ada di Padang Kala.[24] SMA satu-satunya se-kecamatan Air Padang tersebut selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 2018. Saat itu jabatan camat Air Padang dijabat oleh Billanah.[25]
Tenaga pengajar tingkat SD di kecamatan Air Padang berjumlah 56 orang guru, dengan murid sebanyak 628 orang. Pada tingkat SMP, guru dan murid masing-masing berjumlah 14 dan 123 orang. Sementara pada tingkat SMA, guru berjumlah sembilan orang dan murid berjumlah 49 orang.[26]
Kondisi sosial
Agama
Mayoritas penduduk Air Padang beragama Islam. Tidak ada data mengenai penduduk non-muslim. Data potensi desa menunjukkan bahwa di kecamatan ini terdapat 15 masjid, sebuah musala, dan tidak ada sarana peribadatan lain.[27] Jumlah tempat peribadatan menurut desa dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Penduduk asli Air Padang adalah suku Rejang, khususnya dari marga Air Padang. Namun, saat ini sudah banyak suku-suku pendatang yang tinggal serta menikahi masyarakat asli Air Padang. Bahasa Rejang adalah bahasa asli daerah. Sebagian besar masyarakat juga berkomunikasi dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia.
Ekonomi
Agraria
Kecamatan Air Padang memiliki potensi pada pertanian yang cukup besar. Komoditas utamanya meliputi padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Luas lahan dan hasil panen pertanian dan perkebunan kecamatan Air Padang dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut.
Sementara sektor perkebunannya didominasi oleh perkebunan rakyat, dengan komoditas utama berupa karet, kelapa sawit, kelapa, dan kopi robusta.[32] Di antara keempatnya, sawit adalah tanaman dengan lahan penanaman terluas, mencapai 4.304 hektare dan produksi mencapai 49.435,2 ton. Karet menyusul dengan luas lahan 680 hektare dan produksi sebesar 554,4 ton. Selanjutnya ada kopi dan kelapa, masing-masing dengan luas lahan 262 hektare (produksi sebesar 226,8 ton) dan 39 hektare (produksi sebesar 34,56 ton).[33]
Perikanan dan peternakan
Perikanan bukan sektor ekonomi yang signifikan bagi kecamatan Air Padang, dengan hasil tangkapan ikan laut dan air tawar yang sangat rendah.[34] Ada 23 rumah tangga yang memiliki potensi pengembangan perikanan kolam seluas 86,86 hektare.[35] Pada sektor peternakan, ayam kampung merupakan jenis ternak yang paling umum, dengan populasi 100.550 ekor, jauh lebih tinggi dibanding jenis ternak yang lain. Populasi ternak di Air Padang dapat dilihat dalam tabel berikut.
Sektor pariwisata di Air Padang belum digarap secara serius. Satu-satunya situs wisata yang cukup terkenal adalah Air terjun Talang Diwo, yang dikunjungi oleh 587 wisatawan lokal.[37] Fasilitas pendukung seperti penginapan dan restoran tidak tersedia atau belum ada.[36]
Perdagangan dan jasa
Kecamatan Air Padang belum memiliki pasar. Ada 57 warung atau toko di wilayah kecamatan ini, 15 di antaranya berada di Padang Kala.[38]
Transportasi
Semua desa sudah terhubung dengan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan roda dua sepanjang tahun. Kecuali Padang Kala, Tanjung Aur, dan Talang Ulu, semua desa di Air Padang jalannya sudah diaspal. Sementara ketiga desa yang disebutkan sebelumnya, jalannya belum beraspal dan masih berupa campuran kerikil, batu, dan tanah.[39] Jalan yang melintasi Tanjung Aur sudah rusak sejak 2007 dan masih belum diperbaiki hingga saat ini. Padahal jalan tersebut vital bagi masyarakat desa, khususnya untuk mencapai pusat kota di Arga Makmur dan mengangkut hasil kebun, terutama karet. Jalan Tanjung Aur juga digunakan oleh desa-desa lain seperti Talang Rasau, Retes, Mesigit, dan Talang Ulu. Jalan sepanjang 2 km tersebut terdiri dari tanah kuning berkerikil, saat musim hujan menyulitkan pergerakan kendaraan roda empat.[40] Sementara jalan raya di Padang Kala menurut beberapa sumber sudah 30 tahun tak tersentuh pembangunan. Menurut warga, jalan sepanjang 4 km yang menghubungkan desa mereka ke Arga Mulya, Padang Jaya tersebut saat musim penghujan tiba menjadi mirip kubangan kerbau dan sangat menyulitkan mobilitas masyarakat.[41][42]
Keterangan
^Meskipun memiliki embel-embel "Rejang" pada namanya, kelompok Rejang Sawah sepertinya berbeda dengan kelompok Rejang Empat Petulai. Kelompok yang disebutkan pertama diduga sudah lebih dahulu mendiami wilayah Bengkulu, khususnya di dataran rendah dan pesisir. Sedangkan kelompok yang kedua terbentuk dari akulturasi masyarakat asli dataran tinggi di luak Lebong dengan elemen budaya yang dibawa oleh empat biku dari Majapahit. Ceritera rakyat yang terdapat di Air Padang menunjukkan bahwa Rejang Sawah adalah penghuni asli, sebelum akhirnya mereka dikalahkan oleh orang-orang Rejang Empat Petulai. Lihat Early Tenth Century Java from the Inscriptions: A Study of Economic, Social and Administrative Conditions in the First Quarter of the Century karangan Antoinette M. Barrett Jones (1984), hlm. 115-116.
^"Sejarah". Situs Web Kabupaten Bengkulu Utara. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-30. Diakses tanggal 2021-12-30.Parameter |acccess-date= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^"10 Desa di Air Padang Perjuangkan Pembangunan di Musrenbangcam". Radar Bengkulu, Rakyat Bengkulu. 31 Januari 2021.Parameter |access-date= membutuhkan |url= (bantuan)