Berisi riwayat direbutnya Tabut Perjanjian oleh orang Filistin dan hukuman Allah atas keluarga imam Eli.
Waktu
Kisah yang dicatat di pasal ini terjadi di akhir zaman Hakim-hakim, sekitar 1100 SM.
Tempat
Pasal ini mencatat peristiwa yang terjadi di medan pertempuran dekat Afek dan Eben-Haezer, serta di Silo, tempat tinggal imam Eli beserta keluarganya di mana Samuel dibesarkan.
Struktur
1 Samuel 4:1a = Samuel terpanggil menjadi nabi untuk Israel (lanjutan dari pasal 3)
Ketika tentara itu kembali ke perkemahan, berkatalah para tua-tua Israel: "Mengapa TUHAN membuat kita terpukul kalah oleh orang Filistin pada hari ini? Marilah kita mengambil dari Silo tabut perjanjian TUHAN, supaya Ia datang ke tengah-tengah kita dan melepaskan kita dari tangan musuh kita."[3]
Israel menderita kekalahan karena kaum imam telah rusak dan umat itu tidak taat kepada perintah-perintah Allah. Mereka membawa tabut perjanjian ke medan pertempuran sambil mengira bahwa tabut tersebut akan memastikan kemenangan mereka; sebaliknya, mereka seharusnya bertobat dan memperbaiki cara hidup berdosa mereka jikalau merindukan berkat Allah.
Tabut perjanjian mewakili kehadiran Allah di Israel (bandingkan Keluaran 25:10–22; Bilangan 10:33–36). Umat itu mengira bahwa tabut perjanjian itu akan menjamin perkenan dan kuasa Allah tanpa syarat. Mereka tidak mengerti bahwa sebuah lambang dari hal-hal rohani tidaklah dengan sendirinya memastikan realitas dari apa yang dilambangkan itu. Allah tetap tinggal bersama umat-Nya hanya selama mereka berusaha untuk memelihara hubungan perjanjian dengan-Nya. Demikian pula, di bawah perjanjian yang baru, dibaptis dengan air dan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus tidak akan membawa keuntungan rohani kecuali seorang sungguh-sungguh tunduk kepada Tuhan dan jalan-jalan-Nya yang benar (bandingkan 1 Korintus 11:27–30).[4]
Ayat 21
Ia menamai anak itu Ikabod, katanya: "Telah lenyap kemuliaan dari Israel" --karena tabut Allah sudah dirampas dan karena mertuanya dan suaminya.[5]
"Ikabod": artinya "tidak ada kemuliaan." Kemuliaan Israel adalah Allah dan manifestasi kehadiran-Nya di bumi di antara umat-Nya (lihat Keluaran 24:16). Janda Pinehas sudah sepantasnya cemas akan hilangnya kemuliaan Allah (1 Samuel 4:19–22), sama seperti orang percaya pada zaman Perjanjian Baru harus prihatin jikalau kehadiran, kekuasaan, kekudusan, dan karunia-karunia Roh Kudus tidak ada lagi.[4]
Catatan di luar Alkitab
Sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), mencatat peristiwa-peristiwa dalam pasal ini dalam karyanya Antiquitates Iudaicae secara lebih singkat dengan sejumlah informasi tambahan:
Eli menyuruh putra-putranya agar jika pura-pura selamat ketika tabut dirampas jangan pernah kembali ke hadapannya.
Urutan para imam besar sejak Harun yaitu keluarga Eleazar: Pinehas, Abiezer, Bukki, Ozi; kemudian berpindah ke Eli, yang pertama dari keturunan Itamar, dan keluarganya sampai masa pemerintahan Salomo, di mana jabatan berpindah ke keturunan Eleazar lagi.[6]
Referensi
^W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
^J. Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983. ISBN 979-415-385-0, 9789794153857